Windi memaksaku untuk melanjutkan cerita🤦♀ia akhirnya kepo dengan Aldi. 🌺🌼🌹
💞
"Ayah, kenapa ya, desa ini diberi nama Desa Biru?" Ayah diam, sibuk membersihkan beberapa tikar plastik, tempat menjemur padi yang baru di panen.
"Ayah, jawab dong!" aku pegang tiang rumah di teras, mulai kesal.
"Tanya Nenekmu saja, Ayah kurang paham alur ceritanya seperti apa."
Aku balikkan badan dari Ayah yang bahkan tak menoleh melihatku. Ayah memang tak banyak bicara kadang aku bingung dibuatnya, mau bilang bodoh tapi Ayah yang sering ajari aku matematika, mau bilang pintar, banyak juga pertanyaanku yang tidak dijawabnya.
Aku memilih ke dapur, mencari Nenek. Di dapur, Nenek lagi menggoreng ikan gabus, ikan yang paling tidak aku sukai. Ayah, Ibu dan Nenek penggemar ikan gabus, khasiatnya memang baik untuk kesehatan tetapi aku sering jengkel jika harus dilibatkan untuk membunuhnya hidup-hidup. Butuh perjuangan menaklukkan ikan gabus.
"Nenek, Windi mau nanya, gimana sih cerita asal-usul Desa Biru?"
"Ceritanya agak panjang, lain kali saja, Nenek lagi goreng ikan,"Nenek hanya menoleh sebentar lalu kembali fokus membalikkan ikan gabusnya dengan sodet kayunya.
"Nenek, cerita sedikit dong, sayang jika Windi pulang ke kota dengan nol pengetahuan tentang Desa Biru."aku memegang pinggangku dengan kedua tangan bukan menantang, itu gayaku jika penasaran.
"Atau...Nenek juga kurang tahu ceritanya, hahaha pantasan Ayah juga katanya kurang paham," aku mendekat, memeluk Nenek dari belakang. Nenek mencubit tanganku.
"Yang Nenek tahu, dahulu desa ini sangat terkenal dengan lautnya yang bewarna biru dan langitnya yang juga bewarna biru," Nenek tersipu malu sambil melepaskan pelukanku, ikan gorengnya siap diangkat.
"Lah, bukannya laut memang warna biru, langitpun demikian, kecuali lagi mendung atau lagi panas-panasnya?" menatap Nenek "Nenek aneh."
Nenek lagi-lagi tersipu malu, sepertinya ia mempermainkanku.
"Kamu ingatkan kakek tua yang kemarin pagi dijemput sama cucunya?" ucap Nenek.
"Yang bilang aku berwajah tua?"aku balik bertanya.
"Kamu itu, namanya orang tua kalau bicara kadang bisa salah juga. Bukan itu yang mau Nenek Bahas," Nenek agak kesal padaku.
"Nama kakek tua yang bilang kamu berwajah tua itu, namanya H. Darwis, orang paling berpengaruh di Desa Biru, dia yang paling tahu asal muasal desa ini. Rumahnya nda jauh dari sini, kamu bisa ke sana dengan jalan kaki."
Aku memandang Nenek dengan tatapan kosong, untuk mendapatkan jawaban tentang desa kelahiran Nenek, aku harus memperolehnya dari orang lain.
"Haji Darwis itu teman main Nenek waktu kecil. Orangnya memang terlihat serius tapi hatinya baik." Nenek menyakinkanku.
Mendengarkan kata "serius" aku langsung ingat Aldi, sikapnya sama serius dengan kakek tua itu.
"Pantas yah, Nek."
"Pantas apa?" Nenek menyela."Pantas cucunya juga serius, hehehe." aku memaksa tertawa khwatir Nenek curiga akan kepenasarananku.
"Aldi maksud kamu?" Nenek menatapku kembali, kali ini Nenek yang seolah penasaran.
"Ehh iya Nek, Iya," aku salah tingkah.
"Itu bukan cucu kandungnya Haji Darwis, itu cucu hasil selingkuhan anaknya H. Darwis."
"Hah, apa bedanya, Nek. Itu kandung namanya," aku melongo sejenak.
"H. Darwis punya anak, anaknya menikah dengan istri pertama lalu menikah lagi, namanya istri kedua yang akhirnya punya anak, begitu kannn?" Aku mulai serius.
"Anggap saja begitu," tandas Nenek pun mulai kesal. "Orang sekampung anggapnya bukan cucu kandung. Setelah melahirkan, Ibunya Aldi meninggal di Sumatra, ayahnya membawa Aldi ke Desa biru. Dari ayahnyalah Aldi belajar melaut hingga ikut dengan ayahnya menjadi buruh kapal pesiar sejak lulus SMP." Nenek menjelaskan dengan singkat, ia mulai lupa melengkapi makanan lain di atas meja. Sementara aku semakin penasaran akan sosok Aldi.
"Tapi, Aldi anak yang baik. Dia sering beli tembakau dan membagikannya pada beberapa orangtua yang suka menyirih."
"Termasuk Nenek yah?" aku memotong
"Iya, pakai diperjelas lagi, sudah ah Nenek belum selesai kerja."
"Nanti Windi bantu, Nek. Tetapi sambil cerita yah," aku memegang tangan Nenek, berharap ia melanjutkan cerita pilu tentang Aldi.
"Kalau penasaran, tanya Aldi langsung atau Haji Darwis." Nenek tertawa, mengejek.
Nenek tidak melanjutkan ceritanya. Aku semakin kepo terhadap Aldi. Sikap dingin layaknya batu es membuat aku bertanya-tanya, pernahkah Aldi bahagia? Kepribadiannya berbanding terbalik denganku.
Sore itu, aku memutuskan untuk keliling desa, melihat-lihat pantai untuk lebih mengenal desa kelahiran Nenek, Itu motifku. Aku hanya ingin melewati rumah H. Darwis yang kata Nenek paling besar di Desa Biru, rumah yang menghadap ke arah laut dengan cat berwarna merah.
🌺🌺🌺
Setelah salat ashar, aku jalan sendiri. Lurus ke depan hingga ujung lalu belok ke kiri, jika ingin melihat laut. Aku mengikuti arahan dan petunjuk Nenek.
Syal panjang warna pink yang Ibu beli di Bali untukku, menutupi rambutku yang telah terikat. Aku sengaja memakai syal untuk menutup wajah, sewaktu-waktu jika tiba-tiba bertemu Aldi.
"Entah apa yang aku rasakan, jantungku berdebar-debar ketika berada tepat di depan rumah H. Darwis, aku terus melangkah agak cepat agar tak ada yang melihatku.
Aku menunduk tetapi tetap melirik ke arah rumah. Tak sengaja pandanganku bertemu dengan sosok yang sebenarnya ku cari, bukan di rumah tapi samping rumah. Aldi terlihat sedang mengangkat karung besar yang bertumpuk lalu membawahnya ke arah teras.
Aku kembali mempercepat langkah hingga sampai di satu-satunya gazebo yang berada dekat pantai. Gazebo tak terawat padahal kayunya masih kuat sekuat bau pesing kencing kuncing dan anjing yang berkeliaran di sekitar gazebo.
Dari gazebo itulah aku mulai melihat apa yang dilakukan Aldi, hampir 30 menit aku duduk dan selama itu pula aku menghitung jumlah karung yang diangkatnya, kurang lebih 20 karung.
Aku mulai terharu, menyaksikan pemandangan itu dari kejauhan. Saat kasihan mendominasi, jiwa keibuanku akan hadir secara mendadak menutupi kekanak-kanakanku yang kadang lepas kendali.
Kenapa tidak ada yang membantu Aldi?
Apa dia satu-satunya lelaki di rumah itu?
Kasihan, kasihan, dan kasihan.
kata-kata itu menari di pikiranku yang mulai dipenuhi kabut, kabut kata-kata dengan tanya tentang Aldi.
............................Kepo akan terjawab pada bagian berikutnya😄
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Langit
Fiksi Remaja"Kisah pilumu membuat aku bertahan, menunggu dalam ketidakpastian. Cintamu yang tulus untuk keluarga namun tak berbalas, awalnya ingin kubayar dengan satu cinta yang kubawa sampai mati. Kini, aku telah menikah, tetapi percayalah, aku mengharapkanmu...