Happy Birthday Sakura

395 66 7
                                    

Diantara dengungan suara pendingin ruangan dan bunyi alarm yang nyaring, ada embun putih menutupi jendela, meninggalkan jejak air dan harumnya tanah. Tepat dua puluh delapan maret yang ke dua puluh lima.

Sakura mungkin mengharapkannya.

Yang pertama datang mengucapkan adalah Uzumaki Naruto, sahabat berisiknya yang bertahun-tahun menyimpan suka padanya. Naruto memutuskan tak pernah mengatakan perihal dambaannya pada Sakura-walau seluruh dunia sudah tau fakta itu-sebab lelaki berambut kuning nanas itu mengerti, bahwa gadis yang ia dambakan itu, sudah memiliki satu tambatan hati. Bukan kekasih, hanya tambatan hati.

"SAKUUURAA-CHAN SELAMAT ULANG TAHUUUUN!"

Dibawanya satu buket bunga matahari dan satu plastik penuh ramen. Wajah Sakura berbinar melihatnya, resonansi tawa-tawa halus terdengar hingga ke ruangan sebelah.

"Terima kasih, Naruto-baka." Ia berkata sarkas, namun tersenyum lebar menerimanya.

Naruto hanya menggaruk belakang kepala yang tak gatal. Semburat merah muda tipis menguar di antara kulit-kulit pipi. Matanya memandang hangat, kebahagiaan yang tulus tercetak jelas di sana.

Dan Sakura hanya dapat tersenyum lagi, merasa terberkahi sebab pagi ini telah dianugerahi kado istimewa dari Naruto.

.

Pukul sepuluh lebih tujuh menit, ponselnya berdering. Presentase semangatnya yang tengah kendur karena lelah dengan operasi yang tidak berhenti-henti dan bunyi ponsel di tangan, tiba-tiba saja melesat naik secara kilat. Pasti dia, gumamnya dalam hati. Sejak kemarin siang, panggilannya belum juga datang.

"Halo,"

"Sakura-san"

Presentase semangat itu menurun lagi. Tanpa sadar, Sakura telah mendesah kencang ketika refleks tubuh mungilnya ia rebahkan di kursi kerja.

"Eh, aku mengganggumu, ya?"

Gadis itu menegakkan tubuh lagi, memaksakan satu senyum. "Tidak, kok, Sai. Maaf, ya, barusan aku refleks mendesah he he he," katanya tak enak.

Sai menjawab kembali dalam panggilannya. "Ah, begitu. Aku cuma tak ingin terlambat mengucapkan ini. Otanjoubi Omedetou, ya, Sakura-san! Semoga panjang umur dan ... uhm, dan cepat ... dilamar dia."

Memang temannya satu ini berbeda dengan yang lain.

Sakura membalas dengan kikikan kecil. Dalam hatinya bermonolog, Bagaimana dilamar kalau jadi kekasih saja tidak? Tapi, ia simpan itu rapat-rapat untuk informasi hatinya.

"Terima kasih banyak, Sai. Uhm ... kuaminkan doanya, ya?"

Dan panggilan itu terus berjalan hingga lima menit kemudian. Konversasi ke sana-kemari, walaupun tetap Sakura yang mendominasi. Sai bilang, kadonya sudah dititipkan Ino-teman mereka, yang kebetulan satu Rumah Sakit dengan Sakura. Dan Sakura kembali berterima kasih.

Atensinya kembali lagi terpaku pada puluhan rekam medis. Pandangannya membentuk fokus otomatis, namun pikirannya masih bergejolak memikirkan seseorang yang masih berstatus tanpa kabar sejak kemarin siang.

Ya ampun.

.

Pukul dua belas tepat, Sakura keluar ruangan untuk makan siang. Ino sudah menunggunya di dekat lift dengan bingkisan di kedua tangan.

"Selamat ulang tahun, Sakura!." Ia tersenyum dan memberikan dua bingkisan itu. "Dariku dan Sai."

Sakura mengujar terima kasih dan mengajak Ino makan siang bersama. Diam-diam ia melirik bingkisan di kedua tangan kecilnya. Terkadang ia curiga, apa Sai dan Ino memiliki hubungan khusus, ya? Sebab sejak dulu, diam-diam mereka seperti memiliki relasi lebih yang tidak diketahui orang lain.

The Smell After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang