Warning! Little bit Sensitive
~ Happy reading ! ~
"Dek. Kakak bilang apa kemarin, hm?"
Felix duduk dihadapan Chris dengan kepala tertunduk, enggan tatap mata milik sang kakak yang menurutnya menakutkan. Di belakang Chris, ada sekitar 3 anak berdiri menatap kasihan ke arah Felix –ralat– hanya 2 yang menatap Felix kasihan.
"Udah lah Chris, niat adek lo kan baik," ujar wanita dengan sweater berhias nemo-nemo mungil.
Chris hembuskan napas kasar, "tapi, bin, bayangin, kalo gue telat sedetik aja bisa-bisa kebakaran ini rumah"
"Tapi ga gini caranya woy, kasihan tuh adek lo, mau nangis dia,"
"Hans, gausa ikut-ikut."
Yang di panggil Hans terdiam.
Sekali lagi Chris hela napas. Dekati sang adik yang bahunya sudah bergetar tidak beraturan, tanda bahwa tengah menahan tangis. Lalu dekap figur mungil dihadapannya, "maaf Rava, kakak cuman takut kamu kenapa-napa. Takut sekali, kamu tau?"
Felix mengangguk, menyeka kasar ujung matanya yang siap keluarkan bulir-bulir bening.
Merasa keadaan sudah baik, teman-teman Chris pilih untuk kerjakan tugas masing-masing sembari tunggu Chris menenangkan adiknya.
•
"Janji sama kakak, jangan ada acara masak lagi di rumah,"
"T- tapi Rava kan sudah bilang sama kakak, Rava pernah bikin 3 pancake disini, kak. Nyatanya, pancake Rava berhasil. Yang tadi benar-benar murni keteledoran Rava."
Chris usap pipi sang adik, senyum lembut dia berikan.
"Karena kakak tau kamu teledor, makannya kakak gamau kejadian kayak gini terulang. Rava kan penurut, jadi Rava mengerti maksud kakak, kan?"
Beri anggukkan, Felix tampak kecewa. Tapi mau bagaimana lagi, ini kan salahnya.
"Sana tidur, kakak mau bikin tugas,"
Felix cium sebentar pipi Chris lalu melesak kedalam selimut.
Saat Chris sudah keluar kamar, Felix diam-diam mengikuti dari belakang. Ia ingin ambil marshmallow yang ada di kulkas dan memakannya, setidaknya sebelum tidur ia sudah coba makanan yang baru dibeli kemarin agar tidak penasaran dengan rasanya.
Felix belum pernah makan marshmallow omong-omong.
Sesampainya di dapur, ia dikagetkan dengan eksistensi salah satu teman Chris.
Eung.. pakaiannya sangat minim, juga lipstiknya, ya ampun merah sekali, Felix menganga dibuatnya.
"Lo adeknya Chris?"
"I- iya, kenapa kak?"
Wanita dihadapannya tersenyum remeh, mendecak, "ck, lo suka ya sama Chris?"
"H- hah?"
"Sampah," setelah mengatakan itu, ia mendekat, mensejajarkan dirinya dengan Felix.
"Lo itu menjijikkan, gay menjijikkan, lo pikir gue gatau kalau lo suka sama kakak lo sendiri?"
Jarinya menunjuk-nunjuk Felix.
"Sudah gay, suka sama saudara sedarah sendiri pula. Benar-benar sampah," lalu tinggalkan Felix sendiri.
Kaki Felix lemas, ia terjatuh bersandar pada kulkas, memeluk sendiri lututnya lalu perlahan, matanya melirik ke arah pisau dapur.
"Ah, ini kedua kalinya aku denger kata-kata jahat itu.."
‹ to be continued ›
Maaf kalau cerita ini ngga ngefeel atau flop 😔
Maaf kalau cerita ini lambat banget alurnya 😔
Maaf kalau cerita ini bahasanya masih kacau, karena jujur this is my first time, aku masih newbie 😔
Maaf juga kalau cerita ini nggak sesuai ekspektasi kalian 😔
Intinya maaf banget yaa.
Btw, kalau kalian mau kasih kritik & saran, aku bakalan seneng banget 😳
See ya !
KAMU SEDANG MEMBACA
Clarity · Chanlix
FanfictionFelix itu rapuh, sangat rapuh. Tapi dia harus bertahan, apalagi dengan keadaan sekitar yang tabu. Warn - ! • BxB ( homophobic you've been warned ) • Local!Au • Semi baku • incest • unexpected ship :3 • harshword(s) © jazzoline