8

13.6K 1.9K 86
                                    

Serra duduk didekat jendela. Menatap kosong pada pemandangan diluar sana. Adakah hal yang lebih buruk dari kehidupannya sekarang? Membayangkanpun ia tak sanggup. Pria itu terlalu kuat untuk dilawan. Apalagi dengan kondisinya  saat sekarang.

Dulu, ia meyakini, kalau dirinya adalah sosok yang kuat, tegar dan sanggup melewati rintangan apapun. Berasal dari keluarga miskin membuatnya mengerti bagaimana harus menjalani hari dengan hidup susah. Kekurangan makanan, pakaian adalah masalah biasa.

Tapi kini, Arryan hadir memberikan kesusahan dalam bentuk lain. Sedih, kecewa, marah. Semakin menyiksa dirinya. Sesuatu yang takkan pernah terlihat oleh Arryan. Ia tidak ingin dipandang seperti perempuan lemah kemudian direndahkan. Kalimat yang keluar dari mulut laki laki itu selalu terasa melecehkannya.


Harga dirinya jatuh sampai pada titik nol. Tidak boleh menolak atau membantah. Tugasnya hanya menuruti perintah dengan iming-iming keselamatan keluarganya. Tidak boleh protes, mengeluh apalagi menangis. Karena sang tuan membenci itu.

Ketiadaan pria itu  setiap pagi memberikan kesempatan baginya untuk bisa bernafas dengan lega. Karena jujur, setiap kali pria itu berada didekatnya, ia merasa sesak. Namun semua harus tersembunyi dengan baik. Karena Arryan tidak pernah main-main dengan kata-katanya.

Mau apalagi? Kalau memberontak, ia masih trauma pada ular besar yang hampir menerkamnya. Juga takut kalau orangtuanya tidak bisa lagi bertemu dengannya. Laki-laki itu sanggup melakukan apa saja.

Pagi tadi, Arryan menepati janjinya. Ia bisa berbicara dengan bapak. Juga berita bahwa hari ini beliau sudah boleh pulang. Ada banyak bantuan, terutama dari orang yang menabrak. Mereka tampaknya cukup bertanggung jawab. Meski kata bapak, kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan.

Keluarga Serra tidak  menuntut apapun. Karena juga tidak punya uang untuk membayar pengacara. Sepanjang orang yang menabrak bertanggung jawab. Orangtuanya memilih diam.

Untuk pertama kalinya  Serra menyesal telah menerima pekerjaan ini.  Kemarin ia tergoda dengan iming-iming gaji besar. Keinginan untuk membantu kedua orangtuanya. Tanggung jawab sebagai anaka sulung yang  akhirnya menjadi petaka.

Suster Fransiska sudah mengingatkan. Namun ia menolak percaya.  Dan akhirnya ia terkurung ditempat ini. Menjadi tawanan yang membuatnya mengenal kata putus asa. Diisi rasa penyesalan yang takkan pernah habis. Karena tak tahu harus sampai kapan.

Ia membenci pria itu. Sangat! Tapi sekarang ia berada dibawah kekuasaannya.

Serra menarik nafas pelan,  mulai terbiasa dengan ruangan ini. Dan tidak  lupa mengunci rapat seluruh jendela dan pintu saat Arryan tidak ada. Takut kalau hewan yang paling ditakutinya itu akan datang.

Ia menatap halaman samping yang terlihat indah dari sini. Pernah  melihat beberapa orang sedang membersihkan dan menata ulang beberapa pot. Tapi semua hanya tampak dari kejauhan.

Tak ada yang bisa dikerjakannya disini.  Selain menunggu hari gelap. Saat pria itu menjadi satu-satunya teman berbicara. Tapi berbicara dengan pria itu juga menjengkelkan. Entah apa yang ada dalam pikiranya.

Resah sendirian, serra kembali merebahkan tubuhnya. Tempat tidur ini sangat besar. Kasurnya juga empuk. Sayang, tidurnya tak lagi lelap.

Hari ini, ia mulai bosan. Ingin sekali rasanya keluar dari ruangan ini. Menikmati kebebasannya seperti  dulu. Mengobrol dengan seluruh anggota keluarga dimalam hari. Sambil menikmati pisang goreng buatan ibu.
Entah kapan!

***

Akhirnya Arryan pulang dari rumah keluarga Serra. Sebelum pulang tadi, Ibu perempuan itu memintanya untuk ikut makan malam. Mereka makan berlima. Layaknya sebuah keluarga.  Ada luka yang kembali menganga dalam dada Arryan. untuk pertama kali dalam hidup. Ia makan ditengah sebuah keluarga.

PETARUNG TANGGUH / OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang