Ceklek suara pintu yang dibuka dan Syava berada tepat didepannya mengejutkan seorang lelaki bermata tajam. "Siapa kau? Kenapa kau masuk ke kamarku? Aku tidak mengenalmu? Apa kau penghuni baru disini? Apa kau perawat? Atau kau dokter?. Pertanyaan beruntun meluncur begitu saja saat Syava melihat lelaki tampan didepannya. Saat itu juga Syava ingin berteriak akhirnya dia bertemu seseorang yang berhasil membuatnya jatuh cinta. Ya Syava jatuh cinta pada pandangan pertama. "Bisakah kau menyingkir? aku ingin bertemu Syava Ayuda." kata Riel "Hei aku Syava, aku orang yang kau cari. Kenapa kau mencariku?." ujar Syava. Detik itu juga Riel keluar dari ruangan itu dan pergi menuju meja perawat. "Permisi, apa benar ruangan diujung sana dengan pintu merah muda milik Syava Ayuda?" tanya Riel. "Ya, itu ruangannya. Apa dia berbuat aneh kepada anda tuan?" tanya si Perawat. "Jika yang dia maksud aneh itu menanyaiku banyak hal maka kau benar" gumam Riel dan kembali menuju ruangan Syava. Syava juga sempat mengintip untuk melihat apa yang dilakukan pria itu dimeja perawat. Saat Syava melihat Riel berjalan menuju ruangannya dia segera duduk diranjang sambil menatap pintu didepannya. "Kau dari mana saja? Kenapa tiba tiba pergi? Bahkan kau belum mengatakan siapa namamu."kata Syava "Ikut aku" ucap Riel sambil menarik paksa tangan Syava. "Hei bisakah kau jalan sedikit labih pelan dan melepas genggaman tanganmu dariku? Kau menyakitiku."
"HEEIII apa kau mendengarkanku? Lepaskan tanganku, ini sakit dasar bodoh." kata Syava. "Bisakah kau diam, telingaku rasanya ingin pecah mendengar suaramu" kata Riel sambil menahan emosi yang hampir meledak. Baru kali ini ada wanita yang berani mengatainya. Apalagi dia seorang pasien rumah sakit jiwa. "Masuk" kata Riel. "Kau mau membawaku kemana? Aku belum pernah pergi dari tempat ini sebelumnya. Apa kau ingin membawaku pulang? Waahh aku merindukan bunda dan juga ayah. Apa mereka mengingatku? Terima kasih tel-" kalimat Syava terpotong saat mendengar geraman marah dari lelaki disampingnya. "DIAM, aku tidak mengenal orangtuamu, aku tidak tahu dimana rumahmu, dan aku tidak ingin ikut campur urusanmu dan keluargamu." ucap Riel. Syava menundukkan kepala ketakutan, ingatan saat dia kecil berputar putar didalam pikirannya. Syava ingat saat dia dibentak karena melakukan kesalahan yang tidak pernah dia lakukan. Tanpa terasa air mata mengalir dipipinya, hatinya sakit mengingat hal itu. Tapi kenapa dia tidak bisa membenci mereka semua.
*****
Setelah perjalanan panjang menempuh padatnya kota, akhirnya mereka sampai di sebuah Cafe yang cukup terkenal yang terletak ditengah kota jauh dari rumah sakit tempat dia dirawat. Keadaan cafe yang cukup ramai membuat Syava kesusahan mencari ayahnya. Di bangku paling pojok Syava melihat ayahnya duduk disana. Syava segera berlari menghampiri ayahnya dan memeluknya. "Ayah aku merindukanmu, Bagaimana kabarmu? Ayah di mana Bunda? Apakah Bunda tidak ikut? aku merindukan kalian semua Bi sum, Pak Mamat, dan Pak Jaya si tukang sayur hehe. Oh ya, apa Ayah ingin membawa aku pulang ke rumah aku? sudah cukup lama aku berada di rumah sakit apa kini aku bisa pulang aku merindukanmu Ayah aku merindukanmu." kata Syafa sambil memeluk ayahnya "Bisakah kau melepaskan tanganmu dari ayah aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu. Perkenalkan ini Ibu barumu kata ayah Syava (Randy) bagai disambar petir di siang bolong Syafa terkejut mendengar apa yang diucapkan ayahnya. "Ayah apa yang ayah katakan? Ayah bercanda bukan, bagaimana dengan mudahnya Ayah berkata begitu?" kata Syafa. Randy mengabaikan putrinya "kami akan menikah 2 minggu lagi, maka dari itu aku ingin kau mengenal lebih dekat ibu barumu" kata Randy. Syava terduduk lemas air matanya menetes. Syafa tidak menyangka pertemuannya dengan sang ayah menambah luka baru dihatinya.Hai para readers mohon maaf jika ceritanya membosankan dan typo yang bertebaran yaaa😅😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayatan Cinta
AcakCinta membuat orang lupa diri tentang dirinya yang sebenarnya. Itulah yang aku rasakan kini, saat kedua mataku telah terbuka sempurna. Syava Ayunda Bramantiyo "Gadis bermata biru safir, sepertinya aku pernah melihatnya?" Fernando Gabriel Wijaya