🌈ilmu fikih (muamalah)

1 0 0
                                    

14.penitipan

FIQH MUAMALAH  PENITIPAN BARANG (WADI’AH)
Penitipan Barang (Wadi’ah)

1. Definisi, Dasar Hukum, dan Rukun Penitipan Barang

Penitipan merupakan bentuk keterwakilan seseorang secara khusus dalam penjagaan kekayaan. Definisi lain, penitipan adalah sebuah akad yang mengandung keterwakilan seseorang dalam penjagaan sesuatu berupa hak milik atau barang yang dihormati dan boleh dikuasai dengan prosedur tertentu.

Suatu barang dianggap dihormati mencakup arak yang halal (arak yang telah melewati proses fermentasi selama kurang lebih sehari dan pasca itu arak diharapkan berubah menjadi cuka), dan juga mencakup penitipan kulit bangkai yang telah disamak, pupuk hewani, dan anjing yang terlatih.

Ungkapan dengan istilah mukhtash bertujuan mengecualikan sesuatu yang tidak dapat dikuasai seperti anjing yang tidak dapat dimiliki, dan pengecualian dari kata “keterwakilan”, kekayaan yang ada di tangán penemunya, kain yang diterbangkan oleh angin, dan lain sebagainya, karena yang terakhir ini merupakan harta yang tercecer serta berbeda dengan ketentuan peraturan penitipan barang.

Menurut bahasa, penitipan (wadi’ah) adalah barang yang ditaruh kepada selain pemilik barang supaya dijaga. Sedang menurut syara’, istilah ini kerap diungkapkan dengan makna proses atau perbuatan menitipkan.

Barang titipan, diambil dari kata wada’a yada’u asy-syaia, maknanya ketika sesuatu itu tersimpan karena barang tersimpan di tempat orang yang merupakan sebuah akad, karena kata wadi’ah dapat diucapkan sebagai isim mashdar dan sesuatu yang dititipkan.

Penitipan diberlakukan dan dianjurkan bagi orang yang mampu mengatasi masalah penjagaan barang titipan dan menunaikan amanah yang terdapat di dalamnya. Sesuai dengan firman Allah SWT, “Tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa…” (QS. al-Ma’ idah [5]: 2); firman Allah SWT “Hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya)…,” (QS. al-Baqarah [2]: 283); dan firman Allah SWT, “Sungguh, Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…” (QS. an-Nisá’ [4]: 58).

Hal itu juga sesuai dengan sabda Nabi SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut mau menolong saudaranya,” dan juga sabda beliau, “Berikanlah amanah itu kepada orang yang telah memercayai kamu, dan janganlah mengkhianati seseorang yang telah mengkhianatimu. ” Imam Baihaqi meriwayatkan hadits melalui jalur Umar ra bahwasannya dia pernah berkhutbah di hadapan sekelompok orang, “Janganlah bunyi lonceng dari seorang lelaki membuat dirimu kagum, tetapi kagumilah seseorang yang mampu menunaikan amanah, dan mau melindungi kehormatan sekelompok orang, karena dialah seorang lelaki sempurna. “

Ada empat macam rukun penitipan barang, yaitu dua pihak yang mengadakan akad (penitip dan penerima titipan), barang titipan, dan shighat (ijab dan qabul).

Shighat qabul ada kalanya berupa ucapan, seperti “saya menerima” atau berupa isyarat yang mengandung makna penitipan, misalnya terdiam di hadapan orang yang menaruh kekayaan di sampingnya. Dengan demikian, terdiam itu dapat mengisi posisi qabul .

• Shighat Akad

Penitipan barang dianggap sah dengan satu pernyataan ijab dari pihak penitip. Contohnya, “saya menitipkan barang kepadamu”, “saya memintamu untuk menjaga barang ini”, atau “jagalah barang ini”. Tidak disyaratkan adanya qabul dari pihak penerima penitipan barang, bahkan cukup dengan menerima barang tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Oleh karena itu, dalam hal penitipan barang, para ulama berbeda pendapat apakah penitipan barang itu akad atau hanyalah sebuah izin.

ilmu islamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang