PROLOG

910 114 12
                                    

"Yer, lo mau dukung siapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yer, lo mau dukung siapa?"

Kim Yerim hanya bisa menghela napas panjang. Sekarang dia dan Irene duduk di tribun penonton bagian tengah yang berhadapan langsung dengan kolam renang indoor sekolah. Siswa-siswi yang bolos kelas tambahan hari ini nampak bahagia menonton menjelang menit-menit pertandingan mahadahsyat ini dimulai.
Mereka berteriak menyemangati peserta sekencang-kencangnya tanpa lelah, dan keadaan ini semakin dibuat menarik dengan fakta bahwa pertandingan ini bukan exhibition alias pertunjukkan semata, tapi ajang untuk melampiaskan ego para pemainnya.

Ini juga tontonan yang langka tentunya, sampai-sampai ada yang rela berdiri karena tak mendapat kursi di tribun penonton.

Yeah, beginilah yang terjadi kalau kedua putra dari pemegang saham tertinggi di sekolah ini bertengkar. Setidaknya Yerim harus bersujud syukur pada Tuhan karena mereka memilih bertengkar dan menentukan pemenang dengan cara yang berkelas, bukan seperti teman-temannya sewaktu SMP di sekolah negeri dulu yang sekalinya adu jotos pasti ada salah satunya berakhir berdarah-darah dan dilarikan ke rumah sakit.

Irene pun menyikut bahu Yerim yang sedari tadi memandang lurus, pikirannya terbang ke mana-mana.
"Yer!"

"E-eh, iya?"

"Astaga ini anak," keluh Irene. Lalu sepasang matanya sempat beralih melihat sekilas sosok Taehyung yang sepertinya sedang berkoordinasi dengan guru olahraga sekolah mereka yang akan menjadi pengawas di pertandingan ini. Dia terlihat tampan sekali, seketika pipinya pun bersemu merah.

Yeri mendengus setelah menyadari arah tatapan Irene, langsung kesal. "Lo tuh yang matanya jelalatan! Terbang ke mana-mana!"

"Ish! Daritadi gue sibuk memaparkan keunggulan dua kubu yang bertanding hari ini dan lo malah lain-lain, gimana coba gue nggak ngegas!?" kesal gadis berambut panjang itu, kedua tangannya pun dia lipat di depan dada. "Lo mau dukung afirmasi apa oposisi?" tanyanya lagi.

Afirmasi? Oposisi? Siapa yang jadi afirmasi? Siapa yang jadi oposisi?

"Lo malah bawa-bawa debat ke sini ya makin pusing gue, Ai," Yerim sejenak berpikir. Kalau diingat-ingat lagi, baik tampangnya Jungkook ataupun Kun sama-sama cocok untuk disebut sebagai bagian dari oposisi dan afirmasi.

Oposisi? Kalau badmood-nya Jungkook kambuh, beuh bawaannya pasti marah-marah dan selalu mengajak Yerim adu mulut. Lalu Kun, kalau cowok itu selama ini nggak pernah moody di depan Yerim. Kun bukan tipikal manusia yang suka merepotkan orang lain seperti Jungkook, cuma ya... kalau sekalinya kesal sama satu orang, anekdotnya langsung diucapkan tanpa memandang dia keluarga kaya atau cucu pejabat negara. Mereka pas mode emosi dan kesal cocok banget kalau disebut oposisi, ditambah lagi keduanya kompak berwajah gelap dan suram!

Stop.

Yerim berpikir serius. Dia tidak bisa melabeli mereka berdua sebagai oposisi alias pihak yang melawan, tidak setuju, dan terkesan kontra serta negatif akan permasalahan yang mereka hadapi. Bahkan dalam debat sekalipun, rasanya tidak seimbang kalau kubu oposisi tak beradu dengan kubu afirmasi.

QueerplatonicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang