05

76.9K 8.6K 464
                                    

Aku melirik arloji di tangan kananku, tentu saja ini masih pagi dan aku sudah dibuat kesal dengan banyaknya bunga yang tertumpuk di atas meja kerjaku.

Aku bergegas menghampiri ruangan Pak Arvian untuk meminta pertanggungjawaban dia atas bunga-bunga itu.

"Tidur?"

Tumben sekali, Pak Arvian biasanya gila kerja. Aku memerhatikan wajah Pak Arvian cukup lama, kalau tidur gini kan adem lihatnya.

"Sudah puas memandangi wajah saya?" Tanya Pak Arvian yang tiba-tiba telah membuka kedua matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sudah puas memandangi wajah saya?" Tanya Pak Arvian yang tiba-tiba telah membuka kedua matanya.

Aku terkesiap, berjalan mundur satu langkah karena terkejut, "Tadi ada nyamuk, mau saya tepok."

Pak Arvian tersenyum meremehkan, "Masa?"

Aku berusaha sebisa mungkin untuk menghindari tatapan Pak Arvian, "Bunga dari fans Bapak mau saya apakan?"

Pak Arvian mengangkat bahunya tak tahu, "Buang."

"Buang?!" Pekikku.

"Iya."

"Ada surat loh Pak di tiap bunga."

"Saya enggak peduli."

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku merasa kasihan dengan wanita-wanita gila yang telah mengirim bunga ke Pak Arvian, "Coba aja Mbak Angel yang kirim, pasti langsung diterima."

"Jangan cemburu gitu."

"Siapa yang cemburu?!"

"Kamu."

"Capek hati ya emang kalau ngobrol dengan Bapak."

"Kalau bunganya saya tampung nanti ruangan saya jadi kebun bunga."

"Terserah."

Pak Arvian melihat layar komputernya, "Tim marketing sudah memutuskan brand ambassador untuk produk yang baru?"

"Belum, tetapi nanti siang mereka mau menemui Bapak."

"Okay, makan siang saya bagaimana?"

Aku berpikir sejenak sebelum menjawab, karena jujur aku pun belum memikirkan menunya, "Nasi telor ceplok."

"Lagi? Please deh Kin, saya lelah makan telur."

"Kenapa? Kan enak Pak, kalau enggak saya variasikan saja telurnya, saya buat omelette aja ya?"

"Nope. Nanti saya bisulan."

Aku tertawa mendengar ucapan Pak Arvian, "Saya masak spaghetti deh, baru belajar."

"Oh, baguslah."

"Oh doang nih? Muji dong Pak, saya sudah mengorbankan waktu malam saya buat belajar masak spaghetti, bahkan saya sudah mengorbankan perut saya untuk eksperimen."

My Weird Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang