5. Manusia Lain

16 0 0
                                    

.
.

“Dia nggak keliatan seperti iblis.”

Seorang pemuda bertubuh tinggi tiba-tiba muncul dan berdiri di samping ranjang. Ia melipat kedua tangan di dada sambil memindai gadis di hadapannya. “Cewek semanis kamu, nggak mungkin iblis, lah ...,” imbuhnya.

“Beberapa memang tidak.” Pak Sabda langsung menimpali. “Mereka bisa mengambil bentuk seperti manusia, jadi--”

“Tapi, saya bukan iblis, Om!” potong Aisha.

Pak Sabda tersenyum, lalu bangkit dan mengusap-usap pundak gadis itu, “Saya pun berharap begitu,” ujarnya, lalu pergi. Meninggalkan sepercik rasa tak terima di hati Aisha.

“Udah, nggah usah dipikirin. Om Sabda emang begitu. Saya juga pernah dibilang iblis. Tapi, sampe sekarang nyatanya Om Sabda nggak bunuh saya.”

“Kamu ... Wira, ya?” Aisha memastikan. Ia merasa pemuda itu pernah memperkenalkan diri. Namun, karena saat itu kondisinya belum stabil, ia jadi tak terlalu yakin.

“Baru kemarin kenalan, masa udah lupa?” goda Wira.

Enggan untuk menanggapi ucapan pemuda itu, Aisha pun menghela napas kasar sambil memalingkan wajah.

Bukannya marah, Wira malah terkekeh melihat raut wajah Aisha yang terlihat kesal. “Gimana keadaan kamu, Sha? Masih sakit?”

Aisha kembali menoleh dan menatap wajah Wira. Ia merasa nada bicara pemuda itu berbeda dengan sebelumnya. Terdengar tulus dan penuh kecemasan.

“Kenapa bengong? Kamu terpesona sama kegantengan saya, ya?” Wira menggoda lagi sambil terkekeh.

“Ck!” Aisha menatap sebal.

“Sorry, Sha. Ini karna lama nggak ngobrol sama cewek. Makanya, saya agak grogi.”

“Grogi dari mana? Nyebelin, iya!” umpat Aisha.

“Masa nyebelin, Sha. Sorry, deh. Sebenarnya, saya bingung gimana harus bersikap. Di ‘dunia’ ini, cuma saya dan Om Sabda aja yang manusia. Sisanya ....” Wira tertunduk tanpa melanjutkan kalimatnya.

“Sisanya apa, Wir?”

“Iblis.”

Aisha terenyak, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

“Kamu tau, nggak? Nathan bilang, waktu pertama kali ketemu, Om Sabda sempat ngancam dia pake pisau, karena dikira iblis.”

“Nathan?” Kelopak mata Aisha membulat. “Sekarang, di mana dia?”

“Di luar. Dari kemarin, dia coba ngotak-ngatik komputer. Padahal udah saya bilang percuma.”

“Aku mau ketemu Nathan,” ujar Aisha seraya menegakkan punggung, lalu menyingkap selimut. Sambil meringis, gadis itu menggeser tubuhnya ke tepi dan mencoba turun dari ranjang.

“Hati-hati, Sha. Kamu belum pulih betul.” Wira berusaha membantu. Namun, tanpa sengaja ia malah memegang lengan kiri Aisha. Refleks, gadis itu pun menjerit kesakitan.

“Aduh, sorry, Sha. Saya nggak sengaja. Sakit, ya?” Wira gelagapan.

“Aisha?”

Merasa ada yang memanggil, gadis itu pun menoleh ke asal suara—depan pintu yang sejak tadi terbuka. Wajah yang semula meringis kesakitan bercampur kesal, kini jadi semringah. “Nathan!” serunya.

Nathan bergegas menghampiri dan langsung bertanya, “Kenapa teriak?”

“Ah, nggak apa-apa, kok,” jawab Aisha.

Terjebak di Dunia LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang