Seokjin beruntung ibunya masih bersedia membuka pintu saat jemarinya mengetuk lesu tepat pada pukul sebelas malam. Ibunya tak berkomentar banyak. Wanita itu mencegah semua suaranya saat aroma alkohol menyusup penciumannya. Anaknya sedang tidak baik-baik saja.
"Taehyung menunggumu seharian. Dia masih belum bisa turun dari tempat tidur." Yu Jin mencoba mengingatkan kalau Seokjin sekarang punya tanggung jawab.
"Aku beberapa kali harus membantunya untuk ke kamar kecil." Yu Jin buru-buru menambahkan karena Seokjin tak menggubrisnya.
"Taehyung, -sangat bergantung dengan orang lain sekarang."
Tapi itupun tak mengena. Kepulangan Seokjin yang tak sewajarnya, dulu Yu Jin masih bisa mengabaikannya, -karena memang itulah kesukaannya. Tapi dengan kehadiran Taehyung di kehidupan mereka, Yu Jin tak bisa membiarkan ini lagi.
"S-se .. " Yu Jin terpaksa menelan kata-katanya saat Seokjin membanting pintu tepat di depan wajahnya.
Sesuatu yang rumit terjadi di saat Yu Jin mengira jalinan cinta kedua anaknya bertahta di puncak manisnya.
.
.
.
.Wajah itu senantiasa tampak manis dan teduh saat terpejam. Bulu mata lentik nan lebat yang melingkupi hanyalah keindahan yang menyembunyikan pesona lainnya, tatap sendu yang tak pernah gagal membuat siapapun jatuh dan takluk menghamba dalam cinta.
Sampai detik inipun Seokjin masih sangat menggilainya. Sesaat lampau telah berpihak menjadikannya seorang Raja yang bertahta akan kemenangannya menundukkan sang bunga liar, menguasainya untuknya sendiri, musnahkan harapan petarung lainnya.
Tapi rupanya itu hanya hiburan kecil untuknya.
Seokjin tersenyum getir menyadari kebodohannya, menyadari senjang yang terbentang antara dirinya dan Taehyung. Bagi Seokjin, Taehyung adalah satu-satunya yang pertama menjeratnya dalam kubangan nista. Satu-satunya yang mengawali pengalaman erotisnya, hingga dengan menggebu setuju melepas keperjakaannya. Tapi bagi Taehyung, Seokjin bahkan tak yakin Taehyung masih bisa mengingat di titik ke berapakah kehadiran Seokjin di ranjau ranjangnya.
Ironis. Seokjin harus mengakui kekalahannya sekali lagi. Taehyung mungkin tak akan pernah seutuhnya tunduk dalam kepemilikannya. Satu hal yang sekejap Seokjin tetapkan dalam keyakinannya, Taehyung yang mengaku sebagai kekasihnya itu tak lain hanyalah sebuah 'Mesin Sex'.
Sekeji itu pemikirannya, mungkin sebanding dengan runtuhnya harga dirinya.
Seokjin tidak lupa, ia pernah bersepakat untuk melupakan masa lalu Taehyung, menerima seutuhnya yang tersisa dan menyempurnakannya dalam perjalanan masa depan bersama.
Tapi Irene .. Gadis itu sepertinya bukan hanya sekedar masa lalu. Irene bagai penggalan kisah istimewa yang belum selesai dan menunggu untuk diutuhkan dalam ikatan sempurna. Setidaknya, itu yang Seokjin serap saat jari-jarinya berkesempatan menjelajah galeri ponsel Irene lebih jauh.
Kekasihnya yang kekanakan, bagai aktor yang beralih peran saat bersama gadis itu. Taehyung-nya terlihat bagai pria sejati yang memperlakukan wanitanya dengan sangat hati-hati. Seolah gadis sombong itu tercipta dari porselen yang rapuh dan mudah hancur.
Seokjin memiringkan kepalanya, menelusuri wajah Taehyung dengan segenap kemampuan hatinya mengenalinya.
Seokjin masih ingat saat mereka berdua menginap di hotel dan Taehyung panjang lebar mengungkap jati dirinya. Kala itu Seokjin mengira semuanya telah benderang. Taehyung membeberkan semuanya tanpa tersendat. Mengesankan dan begitu meyakinkan hingga Seokjin luluh bersimpati. Belakangan Seokjin menarik kesimpulan itu hanyalah dusta, atau sekedar cerita rancangan yang telah dihafal Taehyung di luar kepala, yang menjadi senjata andalannya untuk melicinkan semua ambisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany of Two December
FanfictionDecember Boy Kita akan bersama lagi setelah perjalanan panjang ini. Setelah masing-masing dari kita, kau dan aku menemukan diri kita sendiri. Epiphany of Two December Ini buku lanjutan dari No More Dream. Baca buku sebelumnya ya biar tidak bingung. ...