1

330 43 4
                                    

Hari ini mungkin hari yang cukup melelahkan bagi Varren Aditya. Selepas membasuh wajahnya dengan air mengalir di toilet tadi. Varren kembali bergegas masuk keruang ganti, disana sudah tergantung baju hingga tuxedo merek terkenal. Ia memakai baju itu bergantian dengan dibantu beberapa staff yang sudah hafal tugasnya masing-masing. Ada yang membantunya memakaikan baju, memberinya sedikit polesan make-up, dan ada pula yang membantu menata rambut gondrongnya.

"Rambutmu gondrong. Ren,"

Varren meliriknya sekilas dari pantulan cermin didepannya. Tak ingin berkomentar apapun. Tangan nya sibuk bermain benda pipih keluaran terbaru itu.

"Gak ada niatan gitu potong rambut. Biar makin cakep. Lagian kan syuting film udah selesai." lelaki yang hampir mirip perempuan menurut Varren ini, memang tak pernah berhenti menilai penampilannya. Sekalipun untuk bermain film, lelaki itu akan terus berkomentar, menilainya ini itu.

"Males." kaki cowok itu terangkat hingga salah satu kakinya berada diatas kaki sebelahnya. Menarik lengan kemeja putih yang ia pakai hingga kesiku, menampilkan lengan putih berotot.

"Lagian nih ya, cewek-cewek lebih suka rambut kamu dipotong. Kan keliatan seger gitu--"

"Lo tau Cetta?" tanya Varren meskipun matanya tak lepas dari ponsel.

"Oh--aktor terkenal yang ganteng itu? Duh kalau ketemu langsung nih, alamak! Ganteng bange--"

Seseorang datang dari balik pintu, memposisikan dirinya disamping Varren yang masih bersiap untuk pemotretan. "Varren gimana tawarannya? Lo mau pasti, ini skripnya Andrea pasti--"

"Gak." Varren beranjak dari tampat duduknya. Sehingga tangan penata rambut reflek berhenti. "Tapi ini skrip Andrea?" pria itu kekeh menondongkan tumpukan kertas kearahnya. "Coba baca dulu deh, lo pasti tertarik."

Varren berdecak, melihat penampilannya di kaca rias. "Gue gak tertarik."

Pria disebelahnya menghela nafas. Sulit sekali meyakinkan sahabat sekaligus artisnya ini. Sifat Varren yang sulit diruntuhkan siapapun.

"Tapi ren, dengan ini. Nama lo bakal meningkat--" Varren mengangkat tangan, melirik pria itu. "Gak."

"Varren udah siap kan?"

Pria itu tetap bergerak mengikuti Varren dibelakangnya. Varren berbalik, menatap pria itu. "Gue capek. Lagian lo udah kaya kan? Ngapain gue kerja lagi."

"Tapi lo tahu, naskah ini bakalan sukses." pria itu mengabaikan ucapnya Varren, ia masih kekeh menawarkan skrip itu.

Varren melirik kearah tumpukan kertas itu, Tersenyum kecil. "Oke, tapi satu syarat."

Pria itu berdecak, Mengangguk.

"Liburan, gue mau liburan."

Namanya Kalla Syifana, ia sedah mengupas setidak 20 buah bawang bombay dalam 10 menit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namanya Kalla Syifana, ia sedah mengupas setidak 20 buah bawang bombay dalam 10 menit. Keahlihannya ini dimanfaatkan betul oleh bibi Sin, pemilik tempat makan dan juga pendiri tempat makan ini selama 20 tahun. Tempat makan ini, paling banyak dikunjungi oleh pembeli, lokal maupun non lokal. Bibi Sin hidup berdua dengan anaknya, selepas sang suami menghembuskan nafas terakhirnya ketika mengantar pesanan. Saat itu, suaminya ditusuk dengan benda tajam dari belakang. Bahkan, waktu sudah malam, banyak orang sudah tertidur di balik selimut. Tapi suaminya masih sibuk membantu kesibukan tempat makan miliknya. Sampai sekarang tak ada yang tahu siapa pelakunya. Tak ada yang bisa mencari siapa dibalik pembunuhan ini. Polisi diam, warga pun ikut diam.

Memories of The Akarta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang