3

137 31 10
                                    



















"Awalnya bersua artis Tara.
Artisnya tampan bersuara merdu.
Bila rindu merasa membara.
Itulah tanda cinta berpadu. Aseekk!" Semenjak kak Jovian menemukan salah satu buku pantun, cowok itu tak hentinya membaca buku berjudul 'Pantun jenaka anak modern'. Membacanya, memahami, lantas ketawa sendiri saat pantun itu berubah menjadi gombalan lucu.

"Nasi uduk tetap anget.
Beli Nye di tepi jalan.
Yang kemarin duduk manis banget.
Boleh ga kita kenalan." Jovian terkekeh gemas sendiri sehabis membaca. Seakan baru saja menemukan kata-kata manis selama hidupnya.

Hanin didepan mendengus jijik, siapapun yang memberikan buku pantun kepada kak Jovian, dia doakan sakit perut hingga perutnya melintir. Sebab daritadi cowok itu tak henti-hentinya membaca, tersenyum, tertawa sendiri, bahkan tangan Jovian tak bekerja lagi mengupas bawang Bombay.

"Ck! KAK!" Hanin melempar bawang Bombay itu dekat Jovian. Untungnya Jovian segera menghindar dari lemparan bawang Bombay. "Bisa ga SIH?! DIEM?!" suara Hanin yang cepreng ditambah, wajah galaknya membuat Jovian mendadak ciut. "Sana tuh! Kalo mau pantun! Depan anak SD aja sana!" Hanin berdecak kesal, menggeser ember bawang Bombay yang belum terkupas ke depan Jovian.

"Nin-nin gitu aja kok ngambek," setelah mengucapkan hal itu Jovian lagi-lagi memfokuskan matanya pada buku pantun itu

 "Ada apa sih?"

"Bibi Han!" Hanin merengek, menghentak-hentakkan kakinya ke aspal. "Kak Vian tuh! Dari tadi gak ngupasin bawang, masak aku terus! Nih liat nih! Mata aku perih!" Hanin mengadu sakit didepan ibu Jovian--Bibi Han menoleh, memeriksa mata Hanin, merangkum wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Duh, maafin bibi ya," bibi Han menoleh kearah Jovian yang takut-takut menatapnya. Bibi pelototi Jovian yang menutupi wajahnya dengan buku pantun ditangan. "Kamu bikin ibu malu aja!" Bibi Han mengangkat sepatula habis ia pakai untuk menumis bumbu kearah Jovian yang terbirit-birit lari dari hadapan Jovian. "Magribaaan?! Astaga anak itu! Kau selalu saja merepotkan! Jovian! Kau mau kemana hah?!" Lengkingan suara bibi Han luar biasa keras membuat beberapa orang berhenti hanya untuk melihat, tak terkecuali ibu-ibu yang tengah memilah sayur-mayur.

"Vian masih belum dapet kerjaan ya?"

"Pengangguran sih,"

"Iya tuh, kerjaannya cuma bikin ibunya Marah."

Bibi Han mendengus tahu betul 5 meter disebelahnya, orang-orang berbisik membicarakan anaknya. "Apa?! Apa kau bilang? Hah?!"

"Bi, aduh--udah bi!" Hanin menarik-narik lengan bibi Han, berusaha menahannya agar tak lagi membuat masalah. "Kau pikir, kau siapa hah?! Ibunya? Kakaknya?temannya? Atau cucunya?" Bibi Han menunjuk orang-orang itu dengan sepatula yang teracung didepan wajah mereka. "Anakku adalah masalahku! Apa peduli kau menilai anakku sembarangan!"

Bibi Han menarik nafas, beberapa orang berhenti hanya untuk melihat aksi Bibi Han yang marah dipagi hari. "Dia pengangguran itu urusan ku, dia sukses itu juga urusanku." Kompleks Akarta lengang sejenak.

"Semua itu butuh proses, anakku mungkin pengangguran tidak seperti anak kalian yang sudah sukses di ibukota. Tapi anak ku sudah sukses dengan caranya sendiri, membahagiakan orangtua macam ku ini yang sudah tak bisa berlari, hanya cerewet sana-sini. Dia sudah sukses dengan apa yang dia kerjakan, membantuku misalnya? Membantu agar resto ini tetap bangun meskipun aku sudah renta, dan tak mampu lagi memasak?"

Kompleks Akarta lengang lagi, orang-orang terdiam memahami dengan baik Bibi Han. Wanita 60 tahun, yang sisa hidupnya hanya untuk meneriaki nama Jovian.

Jovian dari jauh terdiam, sedikit sedih. Sedih bukan karena ucapan ibunya, sedih karena aibnya disebar luaskan.

 Sedih bukan karena ucapan ibunya, sedih karena aibnya disebar luaskan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memories of The Akarta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang