Senyum kecil

39 1 0
                                    

Ada kalanya apa yang berjalan mulus tanpa halangan bisa saja menjadi berantakan. Apalagi yang dari awal sudah berantakan. Bangun kesiangan contohnya.

Pagi sudah menyeruak dan matahari hampir meninggi. Kinasih terbangun kaget dengan mata panda dan rambut yang awut-awutan. Alarm hp berkali-kali mendengung tidak sanggup membangunkan sang putri molor ini. Suara telpon dari rekan kerjanya juga tidak terlalu berpengaruh meskipun sekeras knalpot konvoi pemilu.

"Haaaa udah jam 10, mampus! Gimana nih, gimana nih." Mata Kinasih bengkak memerah. Nafasnya tersengal-sengal. Ia harus buru-buru ke kantor untuk meeting dengan investor penting.

Brak brak brakk..
"Asihhh, bangun, udah siang!!" Ibunya menggedor-gedor pintu dengan amarah memuncak. "Ni anak kalau kaga bangun-bangun mamah cubit juga pake gunting rumput ntar."

"Iyaaaaa, mah. jangan bikin aku panik sih, mah!"

Kinasih langsung loncat dari kasurnya dan kelayapan mencari setelan kemeja formal yang akan dipasangkan dengan blazer kotak-kotak coklat miliknya. Setelah mengobrak abrik lemari, Ia langsung lari menuju meja cermin. Memoleskan bedak dan lipstik sekenanya. Memasangkan bulu mata anti tornado. Ditambah dengan mengoleskan spidol permanen ke alisnya.

"Aaaahhh lupa cuci muka udah pake bedak. Siaaal."

Kinasih menuliskan pesan kepada rekan kerjanya untuk menanyakan kondisi meeting. Tentu saja pesannya tidak dijawab karena ia tanpa sadar telah salah kirim. Nyasar ke nomer bu Bawon penjual katering nasi padang.

Kinasih buru-buru panik. Menurut catatan yang tertulis di dalam notes hp-nya, calon klien ini sudah tertarik dari tiga bulan yang lalu. Hanya saja baru hari ini memutuskan untuk mendengarkan pitching. Dalam hatinya ia berdoa, semoga Andra managernya bisa menyelamatkan meeting tersebut.

Skuter maticnya ia nyalakan dengan buas. Ibu Kinasih hanya melongo melihat anaknya berubah menjadi pembalap Drag Race. Belum sempat Ibu menegur, Kinasih sudah hilang dari muka bumi. "Sejak kapan anakku jadi kesurupan naganya Angling Darmo gini? perasaan kemarin-kemarin baru diruqyah pakai air garem." heran ibunya.

Kantor Kinasih tidak terlalu jauh tapi cukup memakan waktu perjalanan karena sering macet. Kinasih memacu motornya dengan cepat. Kaca helmnya diketuk-ketuk angin. Setelah berkali-kali menyalip mobil didepannya seperti ular kadut, Kinasih sampai di depan kantornya yang berupa ruko dua lantai. Kantor yang dipilih Kinasih dan cocok dengan perhitungan weton hanya karena jarak pintu ke jendelanya 1.26 meter dan ada pohon rambutan di depannya. Katanya untuk mencegah tuyul dan genderuwo masuk.

Dua resepsionis dengan meja panjang yang dicustom menjadi focal point setelah memasuki pintu kaca transparan. Disampingnya, ada bangku panjang yang menghadap ke arah papan pengumuman untuk pelanggan. Sebuah tanaman hias monstera diletakkan di pojokan untuk pemanis ruang.

"Selamat pagi, Bu" ucap Cindy, salah satu resepsionis. Sementara Nia, resepsionis yang satunya, sedang sibuk menerima telpon klien.

"Mana Andra! nggak bales chat gue dia! Udah jam berapa nih!"

"Anu, masih meeting Bu."

"Mampus deh gue. Di atas?"

"Iya Bu."

Kinasih tanpa berpikir panjang naik ke lantai dua tak menghiraukan suara berisik anak-anak yang ada di ruangan kelas. Ada yang menangis, ada juga yang tertawa liar. Setelah membaca doa-doa dan ayat kursi 4 kali, Pintu warna putih itu ia ketuk dan buka perlahan. Senyum palsu yang Kinasih siapkan berubah menjadi tanya.

"Loh, meetingnya gimana?"

Andra yang membelakangi pintu langsung membalikkan badan. "Lah... ini gua lagi meeting Na, tumben dateng langsung. Ayo masuk Na."

Preschool QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang