Chapter 3.

140 41 82
                                    

Bagian 3 - "Sosok Hitam."
__

Bruuk..

Sebelum tubuh Marsha jatuh dari undakan tangga bus, Rey berhasil meraih pinggang gadis itu dengan sigap. Menariknya hingga cowok itu terhuyung ke belakang bersama Marsha yang terjatuh ke pelukan Rey.

"Akh," Rey meringis. Punggungnya terbentur lantai besi di dalam bus dan berbunyi bedebuk.

Sedangkan Marsha masih memejamkan matanya rapat-rapat, enggan membukanya. Tak berani melihat darah yang menetes dari bagian badannya.

Tapi begitu tidak merasakan apa-apa, Marsha keheranan. Mengapa tak sakit sama sekali? Apakah ia sudah ada di surga?

Perlahan kedua mata Marsha terbuka, objek yang ia lihat pertama kali adalah badan yang terbalut seragam sekolah. Lalu matanya naik ke atas, melihat wajah kesakitan Rey.

"Hah?"

Otak Marsha masih mencerna apa yang terjadi. Jadi dia belum mati? Sekarang berada di bus bersama Rey. Bahkan menindih pemuda itu dengan mesranya.

"Ehem, ehem." Beberapa dari mereka banyak yang berdehem. Bermaksud menggoda adegan yang terlihat mesra menurut mereka.

Deg

"Cie-cieee.." juga sebagian penumpang ada yang menyoraki mereka dengan suara kerasnya.

Deg

Muka Marsha memerah, segera bangun dari tubuh Rey. Malu dan gugup menyerangnya bertubi-tubi.

"Kenapa kamu masih tiduran?" Tanya Marsha asal. Berbasa-basi seraya mengibas-ngibaskan roknya dari debu yang menempel.

"Eh, oh ya." Rey yang tadinya menatap Marsha lamat-lamat langsung bangun dan berdiri tegap.

"Ayo sudah duduk. Sampe kapan kalian berdua mesra-mesraan, hah? Saya nunggu nih." Omel supirnya kesal. Marsha dan Rey menunduk sebentar kepada pria paruh baya itu.

"Maaf pak, sekarang bapak boleh jalankan busnya." Marsha berjalan terlebih dahulu mencari tempat disusul oleh Rey.

Setelah menemukan tempat yang pas, mereka duduk di bangku yang sama. Bedanya Marsha memilih bangku dekat jendela.

Bus akhirnya berjalan sempurna, karena tadi gagal karena kejadian tak mengenakkan mereka. Dan sekarang suasana berubah menjadi canggung.

"Uhm, makasih." Marsha berucap pelan. Melirik Rey yang juga meliriknya. Gerakan mengusap punggungnya berhenti.

"Punggung kamu sakit ya?" Tebak Marsha tepat sasaran. Rey mengangguk kaku.

Duh, lo ngerepotin orang banget ya, Marsha.

Dalam hati Marsha merutuki dirinya. Ia merasa tidak enak pada Rey yang tulus menolongnya.

"M-maafkan saya." Giliran Marsha yang mengelus area punggung Rey yang tadi diusap oleh pemiliknya.

Lelaki itu mematung, tegang saat merasakan aliran listrik yang disebabkan tangan halus Marsha yang menyengat ke seluruh saraf tubuhnya.

"Gak, gak papa. Gue gak bisa ngebiarin orang terluka." Tawanya tampak dibuat-buat. Marsha mengernyitkan dahinya lalu tersenyum tipis.

"Iya." Angguknya pelan. Kemudian Marsha menjatuhkan pandangannya ke luar jendela.

Di sana ada sosok mahkluk yang menempel di kaca jendela, wajah dan tangannya terus mengeluarkan darah. Wajahnya hancur tak berbentuk.

Dia menyeringai lebar, tak henti-hentinya mengetuk-ngetuk kaca transparan tersebut. Suara ketukan yang hanya bisa didengar Marsha seorang.

***********

Lentera Maut ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang