Chapter 4.

106 36 89
                                    

Bagian 4 -"Keanehan."
__

"Lho kok bisa jatuh?" Marsha bertanya. Netra hitamnya tak menemukan penyebab buku tebal itu jatuh.

"Tapi kok gue ngerasa ada yang ngejatuhin ya?" Marsha berdiri dan melangkah demi memungut buku tebal bertuliskan 'Sejarah Tumbal Tujuhan' itu ke tempatnya semula.

"Apa cuma perasaan gue aja ya?" Marsha merasakan bakal ada sesuatu yang akan terjadi. Tapi ia tak tahu apa itu.

"AKHH," suara jeritan terdengar dari rumah disebelah kamar Marsha.

Dia menoleh ke arah jendela yang menghubungkannya dengan jendela rumah tetangganya. Jaraknya sehektar bila diukur menggunakan tangannya.

Marsha tak kaget lagi ada tetangganya yang kesurupan. Marsha mengerti alasan dibalik kesurupan tetangganya. Karena dirinya pernah sekali mengunjungi rumahnya, hari dimana tetangganya terakhir kali kesurupan. Dan dia melihat bagaimana kejadiannya sampai seperti itu lewat mata batinnya.

Tetangganya bernama Sari, perempuan berumur 30 tahun. Berstatus single parents mengurusi anak laki-lakinya yang penyakitan. Anaknya yang masih 10 tahun itu membuat sang ibu harus banting tulang menafkahinya. Siang dan sore sampai malam Sari baru pulang. Bekerja sebagai karyawan pabrik di suatu daerah terpencil. Mereka keluarga yang sederhana.

Anaknya jatuh sakit dan harus dibawa ke rumah sakit. Anaknya menderita gagal ginjal stadium 3 dan perlu dioperasi. Biayanya tak murah bagi Sari. Gajinya hanya cukup membayar seperempat biaya operasinya. Dan mesti lunas setelah dilakukannya operasi. Sari kebingungan mencari hutang, tak ada yang mau meminjamkan uang kepadanya. Sampai pada akhirnya ada di rumah dukun, ia meminta bantuan.

Dukunnya mau dimintai bantuan, tapi dengan sebuah syarat. Dan itu memerlukan darah janda. Sari yang tak punya pilihan lain akhirnya mengiyakan.

Operasinya berhasil dan biayanya terbayar lunas. Tetapi penderitaan itu berlangsung setiap malam, memberikan sesajen berupa dua kantong darah ke jin peliharaan dukun tersebut.

Sari yang sudah tak kuat lagi melakukannya berhenti melakukannya. Dan kesalahan itu membuat jin peliharaan dukun sakti itu murka. Sebagai gantinya Sari menjadi gila dan kadang kesurupan setiap malam Jumat.

"ARGH,"

Jeritan memilukan itu terus-menerus menjadi alunan musik pengantar tidur untuk Marsha.

Marsha menarik napas. Aura ini berbeda dari biasanya. Warna aura yang mengelilingi Sari berwarna merah. Biasanya berwarna hitam.

"Apalagi ini?" Marsha mendengus. Lelah mendengar suara kesakitan Sari yang semakin nyaring.

Lalu ia menaruh buku bersampul coklat berukuran tebal itu di atas meja. Tepat disebelah lentera tua.

"Gue capek, jangan ganggu." Marsha menyelimuti dirinya dengan selimut tebal. AC di kamarnya terasa sangat dingin, Marsha dibuat menggigil.

Berharap matahari cepat datang, menyelamatkannya dari segala gangguan yang ada pada malam penuh keanehan tersebut.

***********

Jam istirahat tiba, anak-anak kelasnya berhamburan untuk berpencar. Marsha yang kelupaan membawa bekal pada akhirnya menikmati angin yang berhembus pelan di taman belakang sekolah.

"Huft," Marsha memejamkan matanya. Tempatnya sangat sejuk, cocok untuk meringankan mood gadis itu yang sedang buruk.

Saat membuka matanya, seorang gadis tertangkap indra penglihatannya. Sosoknya berambut coklat terurai dengan baju terusan berwarna kuning terang. Mencolok sekali diantara lautan puluhan murid yang ada di kantin sekolah. Jarak kantin dan taman tak begitu jauh. Dari sana Marsha dengan leluasa dapat mengamati murid cowok dan cewek yang berlalu lalang memesan makanan.

Lentera Maut ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang