"Kamu tahu, seberapa bahagia aku bisa mengenalmu? Entahlah, aku pun tidak tahu. Karena rasa bahagiaku tidak bisa terhitung lagi. Bahkan, tidak bisa dikira-kira lagi." —Affna Angellicia Calista
***
Minggu yang melelahkan. Hari di mana energi Affna habis terkuras, peluh bercucuran membasahi dahi dan tubuh.
Affna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia melipat kesepuluh jari tangannya hingga mengeluarkan bunyi. Bersiap untuk mengambil ancang-ancang, mengeluarkan energinya yang masih ada.
"Satu ... dua ... tiga! Hiyaaa!!!"
Koper berukuran dua puluh delapan inch berwarna hitam berhasil Affna turunkan dari atas kasur. Hanya seorang diri, apalagi Affna adalah seorang perempuan, bukankah itu termasuk hal yang luar biasa?
Ya, Affna tahu itu. Ia memang hebat.
"Na." Sarah memanggil dari luar kamar.
Sarah memasukkan kepalanya dari sela pintu yang sedikit terbuka, ia mendapati tiga buah koper dengan ukuran dan warna yang berbeda.
"Udah packing-nya?" tanya Sarah kepada si bungsu.
"Udah kok, Ma. Tinggal cek-cek lagi aja," jawab Affna.
"Bagus." Sarah memberikan satu jempol kepada si bungsu. "Buruan, ya, abis itu langsung dibawa ke depan. Mau dimasukkan ke bagasi mobil soalnya."
Affna menempelkan ujung jari telunjuk dengan ujung jempolnya kepada Sarah. Ia tersenyum. "Oke."
Setelah memastikan si bungsu sudah membereskan barang-barang yang akan dibawa, ia langsung beranjak menuju kamar Gibran. Memastikan jika si sulung telah membereskan semua barang-barang juga.
Hembusan napas pelan keluar dari pernapasan Affna, ia memilih untuk duduk di tepi kasur sambil menatap halaman depan rumahnya dari jendela kamar. Sekaligus mengistirahatkan diri yang lelah ini.
Affna menggumam,
"Sebenarnya gue males pindah sekolah, bertemu dengan orang-orang yang baru adalah hal yang—ah, udahlah." Affna menggelengkan kepalanya.
Ting!
Fokus Affna teralih ke layar benda persegi panjang miliknya. Ia mengambil benda tersebut yang tergeletak di atas kasur. Affna langsung membuka dan membaca isi pesan baru itu.
'Na, buruan keluar. Gue udah siap, nih, lo di mana?'
Affna mengernyit setelah membaca pesan itu, tidak mengerti dengan isi pesan tersebut. Detik berikutnya Affna menepuk dahinya pelan, ia sampai lupa dengan cowok ini.
Cowok itu pasti belum tahu jika dirinya akan pindah sekolah sekaligus pindah rumah hari ini juga. Bahkan, Affna belum memberikan ucapan selamat tinggal kepada sahabat baiknya itu.
"Abang." Affna berteriak, memanggil Gibran. "Baaang! Sini bentar."
Gibran datang menemui Affna, ia berdiri di ambang pintu. "Ada apaan, sih, Na?"
"Tolong bawain koper gue!" pinta Affna.
"Enggak! Bawa sendiri!" tolak Gibran, ia mendengkus kasar.
"Bang, bawain buruan! Gue nggak kuat bawain yang gede," pinta Affna lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aff & Dann
Teen FictionMereka saling menyayangi-sebagai sahabat. Namun, sampai kapan rasa sayang ini akan terus berdiri mengatasnamakan persahabatan? Cover: https://id.pinterest.com/@Artcover