"Cukup diam dan perhatikan jika ada orang yang sedang membicarakan hal buruk tentangmu. Jangan membalas apalagi melawan karena jika kamu melakukan itu, berarti omongan buruk itu sama saja denganmu.
Sama-sama seperti sampah."
***
Sudah tiga hari Affna pindah ke Bumantara dan memulai hidup baru di sekolah ini. Namun sialnya, ia masuk ke dalam kelas yang penghuninya memiliki otak di atas rata-rata.
Sebagai siswi baru, Affna belum banyak bergaul. Ia pun tak banyak memiliki teman. Ia cenderung menjadi orang yang introvert kepada lingkungan dan orang-orang yang baru.
Apakah Affna satu-satunya murid baru di kelas ini? Oh, tentu saja tidak. Ada Dannish yang seolah-olah terus mengikuti ke manapun dirinya melangkah.
Dannish bersandar, seolah tak ada beban. Kebetulan ia duduk di kursi paling belakang. Berbeda dengan Affna yang nampak sangat serius, sesekali ia memukul pelan dahinya menggunakan pena.
Bak terdapat kepulan asap hitam yang keluar dari kepalanya akibat otak yang setengah mati bekerja, Affna tak menyerah dan terus memaksa otak kecilnya ini untuk berpikir keras.
Sampai pada saatnya sang suara penyelamat berbunyi nyaring seantero sekolah.
"Baik anak-anak, sudah waktunya istirahat. Tugas tersebut dijadikan pekerjaan rumah, ya," ucap Bu guru lalu pergi meninggalkan kelas.
"Pyuhhh...."
Hembusan napas kelegaan keluar dari mulut Affna, ia sungguh sudah muak dengan angka-angka yang sangat merepotkan ini. Kenapa harus ada matematika? Kenapa juga kita harus mencari x dan y? Ah, sudahlah!
"Na, ayo ke kantin! Aku laper baangeet," rengek seorang gadis seperti anak kecil.
Affna tertawa, betapa lucunya teman barunya ini. Namanya Citra Permata. Gadis polos dengan rambut pendek. Citra adalah gadis yang berhasil membuat Affna percaya untuk berteman dengannya.
Tentu, Affna akan sangat pilih-pilih dalam bersahabat. Kejadian masalalu yang berefek pada kepercayaan seorang Affna terhadap orang lain.
Affna berdiri dari kursinya setelah memasukkan semua buku dan alat tulis ke dalam tas. Sebelum pergi, ia memperhatikan Dannish terlebih dahulu yang sedang tertidur dengan kedua tangan yang terlipat di atas meja.
Tumben sekali, pikirnya.
"Ayo, Na!" ajak Citra. Affna pun mengangguk.
***
Usai mengisi perut di kantin sekolah, Affna dan Citra berniat kembali ke kelas. Mereka bermain ayam-ayaman menggunakan ibu jari di sela-sela perjalanan menuju kelas dan diiringi dengan gelak tawa keduanya.
Usil, sebotol air mineral dingin yang digenggam oleh Affna pun ditempelkan di pipi Citra. Bukannya kesal, Citra justru tertawa dan menerima.
"Eh, ada yang main basket, tuh," ujar Affna sambil menunjuk ke arah lapangan basket.
"Mau nonton?" tanya Citra.
Affna mengangguk cepat. "Ayo!" Ia menarik tangan Citra menuju lapangan basket.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Aff & Dann
Roman pour AdolescentsMereka saling menyayangi-sebagai sahabat. Namun, sampai kapan rasa sayang ini akan terus berdiri mengatasnamakan persahabatan? Cover: https://id.pinterest.com/@Artcover