~♥~
"Mempercayai orang-orang adalah hal yang harus dihilangkan karena akan berujung dengan konsekuensi kebohongan dan kekecewaan."
- Affna Angellicia Calista -
***
Wlek!
"LO HAMIL, NA?!"
Cowok itu memekik membuat orang yang dituduh terlonjak kaget.
Affna mematikan keran air pada wastafel, menyeka bercak air pada mulut menggunakan punggung tangannya, kasar. Ia membalikkan badan, menatap kesal seorang cowok bertubuh jangkung yang tadinya berdiri tepat di belakangnya.
"Mulut Anda bisa dijaga, nggak?!" balas Affna, geram. Mengangkat jari telunjuknya tepat di depan wajah cowok itu.
Gibran Saddam, ia menepis jari telunjuk Affna dari hadapan wajahnya. Menatap lempeng sang adik yang terlihat tak terima dengan tuduhannya tadi.
"Terus lo ngapain mual-mual gitu? Kalo bukan hamil apalagi coba?" Gibran semakin memojokkan Affna, ia melipat kedua tangannya di depan dada.
Affna menahan napas. "Gue mual-mual gara-gara ma-"
"Hayo, ngaku! Lo dihamili sama siapa?" sela Gibran sambil menyipitkan mata penuh selidik.
Plak!
Sebuah tamparan kecil berhasil mendarat di pipi Gibran. Affna menatap Gibran bengis sedangkan Gibran terjelengar sembari menahan rasa perih yang ia terima.
Gibran meringis, "Durhaka lo, Na, sama abang lo sendiri." Ia memegang pipi kanannya yang memanas.
"Lagian lo, sih, Bang!" Affna mendengkus, "Kan, jadinya tangan gue refleks nampar lo. Untung nggak jantung lo yang gue tampar."
"Sadis!"
Wlek!
Affna memutar kembali keran air pada wastafel, perutnya kembali mual. Semua ini akibat buah laknat itu.
"Lo pusing? Nggak enak badan? Atau ... memang lagi hamil?" tanya Gibran bertubi-tubi, "Udah hamil berapa bulan, hm?" lanjutnya bertanya dengan nada menggoda.
Tangan bebas Affna hendak melayangkan tamparan lagi pada pipi Gibran, tetapi cowok itu dengan cepat menghindar. Seolah sudah tahu apa yang akan terjadi satu detik setelahnya.
"Gue nggak hamil!" Affna berbalik, menegaskan.
"Gue mual-mual gini gara-gara cium bau durian yang dibeliin Papa tadi. Lo, kan, tau sendiri kalo gue paling anti sama durian," jelas Affna.
Gibran mangut-mangut sambil memegang dagunya. "Oh, iya, ya. Kenapa gue nggak kepikiran?"
Affna berdecak pelan, "Udah, ah, sana-sana! Enggak usah gangguin gue, gue lagi pengen sendiri."
"Ahh, gue tau." Gibran tersenyum penuh arti. Ia merangkul bahu Affna dengan santainya.
"Lo ... pasti lagi broken heart, kan? Lo lagi ada masalah dengan mas 'S', kan?" tebak Gibran dengan nada menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aff & Dann
Teen FictionMereka saling menyayangi-sebagai sahabat. Namun, sampai kapan rasa sayang ini akan terus berdiri mengatasnamakan persahabatan? Cover: https://id.pinterest.com/@Artcover