Chenle menggaruk kepalanya tidak gatal. Seperti ada hal yang janggal dan Chenle enggak suka ini. Sudah berkali-kali ia membolak-balik buku modulnya, merogoh semua tempat pensilnya--Chenle membawa 3 kotak pensil sekaligus, entah buat apa--namun benda yang Chenle cari tidak kunjuk ketemu.
"Hwi," panggil Chenle setengah berbisik, "lihat pulpen aku, gak?"
Daehwi teman sebelahnya menoleh dengan wajah bingung. "Pulpen yang mana? Kamu bawa 10 pulpen mahal setiap hari dan kamu tanya satu pulpen yang hilang?" Setengah membantu setengah mengejek. Memang sih, kaum orang kaya harusnya tidak usah khawatir tentang pulpen begitu. Kan, lebih baik disumbangkan. Daehwi kehilangan pulpen minimal setiap seminggu sekali. Kriminalitas tingkat tinggi terjadi di lingkungan kelas. Menyedihkan.
Lagi-lagi begitu, Chenle memutar bola matanya. Pulpen tetap pulpen dan itu dibeli dengan uang. Semua orang bahkan hampir menangis histeris kalau kehilangan puplennya.
Dengan sedikit rusuh Chenle mengotak-atik isi tasnya hingga ribut. Membuka seluruh bagian tas, mengeluarkan seluruh bukunya. Sesekali merengek sampai terdengar ke ujung kelas. Beberapa teman di sebelahnya menoleh ke arah pemuda berdarah blasteran Tiongkok dan Stenella coeruleoalba (lumba-lumba). Bunyi resleting tas berkali-kali mengganggu kelas termasuk Pak Shin yang tengah mengajar Kimia dan melempar spidolnya tepat ke kepala Chenle.
Ctak!
"Aduh!" Daehwi gak kuat untuk nahan ketawa. Muka Chenle terlihat lawak kalau kesakitan memang hiburan baru ditengah pelajaran Pak Shin yang membosankan. Sumpah, muka pemuda Zhong itu lucu banget. Sambil mengelus-elus jidatnya shining-nya, meringis kayak bayi. Melihat teman menderita itu keasyikan yang tak boleh tertunda, iya kan? Hahaha.
"Zhong Chenle, keluar!"
"Tapi, kan, saya tidak mengobrol--"
"Kamu membuat keributan, mengganggu kelas. Keluar atau saya seret?!" ancam Pak Shin. Protesan si Lumba-lumba enggak dipedulikan.
Gak jelas, masa nyari pulpen doang bisa dihukum? Bisa, lah. Bagi Pak Shin segalanya bisa.
Chenle mendengus. Ia hanya mencari pulpen miliknya. Apa salahnya, sih? Harga pulpen yang ia cari bukan sekedar 100 won atau 1000 won. Ya, tidak sampai sepuluh ribu won apa lagi seharga tiket masuk Lotte World yang bisa membuatmu merasa tidak layak mengunjungi distrik Gangnam.
Pulpen tetap pulpen dan itu dibeli dengan uang. Bagi Chenle, segala sesuatu jangan diremehkan. Mau itu mahal atau murah. Susah atau mudah didapat. Ideologi mencenangkan dari seorang cucu konglomerat. Naas, ideologi itu sedang ditentang oleh guru kimia juga sahabat alias pengkhianat.
Anak laki-laki bermarga Zhong malang itu menyeret kakinya sendiri keluar. Diselingi dengusan kesal, Pak Shin hanya menggeleng melihat cucu konglomerat China ini menunjukan muka masam. Siapa yang suruh mengganggu pelajarannya. Usir saja.
Sekarang Chenle enggak tahu apa yang harus ia lakukan di tengah kesendirian ini. Oke, galau. Setidaknya terimakasih untuk Pak Shin karena ia bisa bolos ke perpustakaan. Chenle suka perpustakaan, aroma terapi lavender menenangkan dan bau buku yang baru dibuka. Seperti tempat paling damai selain kamar tidur. Terkadang Chenle membaca buku, browsing, atau sekedar duduk di dekat jendela. Memandang kota Seoul yang sesak.
Chenle duduk di salah satu kursi. Meja perpustakaan berbentuk bundar, ada 4 jumlahnya. Ia duduk sendiri di meja dekat jendela sementara satu meja dekat rak buku ensiklopedia diisi dengan seorang anak. Halah, paling bocah langganan remed, pikir Chenle enggak peduli. Mulutnya bergumam lagu You Raise Me Up milik Westlife, matanya menelisik setiap hiasan gantung perpustakaan. Belum ada acara khusus atau perayaan, jadi hanya gantungan-gantungan kampanye buku adalah jendela dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost & Found
ФанфикBerawal dari barang-barang milik Chenle Zhong yang hilang tidak jelas; Berujung si tersangka, Lee Jeno menemukan sisi hati miliknya. Start: 8 Mei 2020 End: - miracleinsunshine present.