04 : : Jaemin

495 81 14
                                    

Jaemin mengerutkan keningnya setelah matanya menemukan suatu nama di kertas yang berisi data peserta bakti sosial semester ini. Senyumnya terangkat. "Akhirnya." Anak laki-laki dengan senyum lebar itu menyeletuk.

Hyunjin meletakan tumpukan map dokumen ke rak berdebu. Terbatuk pelan, "Hah?" Jaemin suka mengatakan hal yang tidak terduga. Spontan. Jaemin harusnya pemikir dan pendiam, semua orang yakin ia adalah introvert sejati. Tidak habis pikir kalau Jaemin suka menyeletuk. 

"Donghyuck," jawab Jaemin singkat. Hyunjin tahu kemana arah pikiran Jaemin mengacu. Pria itu menatap keluar jendela. Musim panas di Seoul sekali lagi menghangatkan hatinya. Kota besar ini mencintai dirinya selayak harta karun. Bahkan hari ini, ia mendapat keberuntungan. "Kita ada rapat dengan para peserta, kan?" 

"He-em. Donghyuck benaran ketuanya? Kenapa bukan kamu, Jaem?"

Jaemin diam dengan seribu alasan. Alasan baik, tentu saja. Ia kembali menatap kawan lamanya. "Orang sehangat dia pantas untuk acara ini. Apa lagi saat bersamaku—dulu. Donghyuck-ah... aku rindu dengannya." Seperti bermonolog sendiri. Hatinya seperti diremat kuat sekarang.

"Salahmu menyodorkannya pada si Jeno. Mereka tampak saling mencintai, for your information.

"Terima kasih." Percakapan terhenti. Kutipan Hyunjin langsung mengubah rencana untuk menjadikan hari ini sebagai keberuntungan. Malah kesialan adanya. Harusnya ia bisa bersyukur karena satu acara dengan Donghyuck—pacar orang lain.

Ya, Jaemin suka Donghyuck. Itu adalah kisah romansa apik di mana seorang  menyukai sahabatnya namun karena ia terlalu takut menghancurkan hubungan harmonis mereka, Jaemin memilih untuk mengenalkan Donghyuck pada Jeno. Awalnya ia turut bahagia karena Donghyuck menambah senti di setiap senyumannya. Berangkat bersama, bercerita tentang Jeno. Belajar bersama, bercerita tentang Jeno. Makan bersama, bercerita tentang Jeno. Pulang bersama, bercerita tentang Jeno. Donghyuck memusatkan semuanya pada anak laki-laki tampan itu, hingga...

Jaemin tidak lagi mendengar Donghyuck bercerita tentang Jeno padanya. Donghyuck berangkat bersama dengan Jeno. Donghyuck belajar bersama dengan Jeno. Donghyuck makan bersama dengan Jeno. Donghyuck pulang bersama dengan Jeno. Sudah terlambat.

Tidak ada lagi yang bisa Jaemin lakukan selain berkata, "Aku turut bahagia, Hyuck."

Hyunjin meletakkan tangannya di bahu Jaemin. "Kau harus cari yang baru, Jaem." Jaemin menggeleng, susah diberi tahu. Bocah Hwang itu hanya mengembuskan napas lelah. "Ya sudah, aku harus pergi seben—"

"Mau kemana?" potong Jaemin. 

Hyunjin berbalik. "Lemari Lost & Found. Botol minumku sudah 2 hari hilang. Konon barang hilang itu akan ditemukan paling cepat 2 hari."

"Aku saja yang ke sana, kau ke kantin saya, Hwang. Titip ramyun pedas Bibi Oh, ya."

Hyunjin mengancungkan jempol dan pergi ke kantin. Sementara, Jaemin juga ikut melangkahkan kaki.

Sepanjang jalan banyak yang menyapanya. Jaemin si introvert merasa itu hal yang membahagiakan meski akan membuat baterai sosialnya terkuras. Disapa seseorang rasanya seperti kau telah menyelamatkan negara di kehidupan sebelumnya. 

Sampai, Jaemin tersenyum miring. Ternyata bukan hanya Hyunjin yang kehilangan botol minumnya, ada anak lain yang kehilangan harta miliknya. Kenapa orang-orang begitu ceroboh? Dan sepertinya lemari ini tidak bisa membangun karakter apa-apa dalam murid. Benda-benda terus hilang dan orang percaya pasti akan kembali ke lemari. Padahal lebih baik memperhatikan barang sendiri daripada menunggu hilang.

"Hei!"

Anak itu melompat kaget. Menatap Jaemin dengan terkejut dan... kagum? 

"A-ah, J-j-jaemin sunbae-nim!" Anak itu membungkukkan dirinya, menyapa senior. Suaranya terdengar sangat gugup karena presensi Jaemin atau karena ia masih terkejut, Jaemin tak ambil pusing. Ia hanya tersenyum hangat seperti biasa.

"Kehilangan barang?"

"I-iya, sunbae juga?" 

Jaemin mengangguk. Ia ikut menunduk untuk memastikan apakah botol minum ikonik milik Hwang Hyunjin ada di lemari. 

"Sunbae kehilangan apa?" Chenle, anak itu membuka pembicaraan. 

"Botol minum milik temanku., jawab Jaemin acuh tak acuh. Fokusnya tertuju pada struktur lemari yang sudah mengenaskan. Matanya menelusuri tiap lapukan. Ada rombongan semut yang berjalan, rayap-rayap pasti juga bersekutu dana menghancurkan lemari kepercayaan orang-orang ceroboh ini. Sepertinya ia akan meminta ayahnya untuk mengganti lemari yang lebih besar dan lebih bagus.

"Sunbae, kita ada rapat panitia, kan?"

"Iya."

"Sunbae juga ikut?"

"Pasti."

"Mengapa sunbae tidak jadi panitia tahun ini?"

"Tidak tahu."

"Sunbae—"

"Kau banyak bicara, ya? Hahaha," gurau Jaemin sambil menepuk pelan puncak kepala Chenle. Jaemin tidak merasa terganggu selagi dia hanya perlu menjawab ya, tidak, tidak tahu. 

Chenle terdiam seribu bahasa. Chenle bukan tipe pemuda yang gugup dalam memulai pembicaraan dengan orang yang disuka kecuali saat ia dikejutkan Jaemin. Barusan, Jaemin menepuk kepalanya. Ulangi, JAEMIN MENEPUK KEPALANYA! Hati Chenle berdetak kencang tidak terkendali. Kupu-kupu berterbangan sana-sini, menembus perutnya geli. 

"Hei, hei, hei, Na Jaeminku!"

Belum selesai Chenle memuja-muja perlakuan Jaemin yang sangat baik, sudah ada suara aneh yang datang. Kenapa sih, Geno harus datang di saat begini? Ingin menangkap Chenle lagi?

Jaemin tersenyum singkat. 

"Dan—hey, bocah lumba-lumba!"

Chenle membolakan matanya. "DENGAN MAKSUD APA KAU MEMANGGILKU LUMBA-LUMBA, TUKANG REMED?!"

"Wow, santai, bocah. Kalau berteriak kau semakin terdengar seperti lumba-lumba, serius."

Mengapa aku menyerahkan Donghyuck pada anak seperti Jeno, ya Tuhanku...

***

L&V gengsss !



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lost & FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang