03: Zhong dan Lee

515 86 12
                                        

"Kak Donghyuck!" panggil Chenle dengan langkah agak cepat.

Donghyuck yang sedang santai berjalan sambil membawa setumpuk kertas penting, menolehkan kepala ke asal suara. Ia tersenyum ramah. "Iya, ada apa, Dik?"

Suaranya lembut sekali, pikir Chenle. "Ah itu, aku Chenle dari kelas 11. Aku mau daftar untuk acara bakti sosial, apakah bisa?"

Chenle sangat menunggu pengumuman acara bakti sosial semester ini. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan karakter baik dari murid-murid sekolah, tapi bagi Chenle acara ini bisa memberinya kesempatan dekat dengan Jaemin. Ia tidak pernah berbicara dengan kakak kelas idamannya itu sehingga masih bisa dibilang kalau Chenle hanya kagum. Ia ingin mengenal lebih dalam seorang apa Na Jaemin itu.

Donghyuck terlihat diam sebentar. Mengangguk dengan tambahan senyum ramah-yang sampai menyilaukan mata Chenle. Sebenarnya Donghyuck ini makhluk apa, sih? Kenapa hanya dengan senyum ramah sebagai formalitas dan kesopanan saja bisa membuat Chenle lebih kagum daripada kepada Na Jaemin. Kepala kecil tidak seperti Chenle yang bahkan ring basket kalau dimasukan hanya bisa sampai jidatnya. Suaranya lembut tidak seperti Chenle yang cempreng dan heboh. Kulitnya eksotis seperti madu, tidak ada satupun jerawat di pipi berisi itu. Tidak seperti Chenle yang jerawatan bahkan ia pernah menghitungnya.

Kesimpulannya, Chenle iri. Siapapun pacar Kak Donghyuck ini adalah orang yang harus bersyukur setengah hidup.

"Bisa kok, Dik Chenle. Ini formulirnya," ujar Donghyuck sambil menyerahkan selembar kertas. "Aku senang sekali, orang yang pertama kali dan paling semangat mendaftar adalah murid semanis dirimu. Astaga, aku tidak menyangka juga orang seimut kamu ternyata berhati besar, ya." Donghyuck memuji Chenle yang baginya memang terlihat manis dan imut.

Chenle tertawa kecil. "Kakak yang seharusnya mengaca, aku lebih iri sama kakak karena sangat ramah dan lembut sekali."

Donghyuk tersenyum lebih santai, melirik jam tangannya. Dua menit lagi jam makan siang. Mungkin kelas Chenle selesai lebih cepat seperti kelasnya makanya beberapa murid terlihat berkeliaran di koridor.

"Mau makan siang bersama?"

Bibir Chenle tertarik lebar sampai gusinya terlihat. Mengangguk antusias. "Mau, mau!"

***

Jantung Chenle berdegup saat duduk di hadapan Donghyuck. Seumur-umur dia hanya pernah makan siang dengan Chenle. Dan lihat sekarang ia makan dengan ketua acara bakti sosial semester ini.

Donghyuck meletakan nampannya. "Apa tidak keberatan kalau kita makan dengan beberapa temanku?"

Chenle mengangguk. "Tidak apa, Kak." Chenle berandai kalau Donghyuck berteman dengan murid-murid keren. Teman-temannya pasti cantik dan tampan. Dalam hatinya berkata ia tidak perlu minder. Mungkin ia bisa berteman dengan mereka daripada menutup diri. Punya teman-teman yang berkualitas juga bisa membuat diri kita berkualitas juga, kan? Chenle yakin juga kalau teman-temaan Donghyuck adalah anak-anak berprestasi. Donghyuck saja termasuk jajaran anak pintar, apa lagi teman-temannya.

"Hai, Hyuckie," panggil seseorang.

Seketika, Chenle tersedak supnya. Suara itu ia kenal betul. Dan sekarang orang itu ikut duduk di hadapannya, sebelah Donghyuck.

"Chenle, kau gak apa? Ini minumlah," seru Donghyuck panik. Ia mengambil botol minum bergambar lumba-lumba milik Chenle dan memberikannya. Chenle memukul pelan dadanya sambil minum. Setelah reda, Chenle berusaha terlihat tenang di depan kedua kakak kelasnya. "Makanlah dengan hati-hati, Chenle-ya... Nanti kalau mati tersedak, kamu gak bisa ikut bakti sosial dengan Na Jaemin."

Chenle membolakan matanya gelagapan. "A-aku tidak-"

"Bercanda saja, hahaha. Tolong jangan bawa ke hati, soalnya banyak murid yang mendaftar menjadi relawan demi dekat dengan Na Jaemin."

"Benarkah? Kata temanku dia gak banyak yang naksir." Chenle tetap berusaha tenang walau sekarang ditambah kecanggungan.

"Hah?" Orang di sebelah Donghyuck menatap heran. "Kau bilang apa? Jaemin gak banyak yang naksir, cih."

Dia Lee Geno bukan? Orang aneh kemaren. Chenle ingin pergi jauh-jauh daripada berhadapan dengan orang aneh ini. Orang aneh ini juga berkata seakan Chenle baru saja membalikkan fakta yang salah.

"Jaemin itu pangeran sekolah. Memang kelihatannya gak ada yang berani mendekati Jaemin secara terang-terangan. Anaknya introvert."

"Tapi bukan pangeran sekolah seperti dalam drama. Sulit dijelaskan, tepi setidaknya kamu tahu, dia sangat kaya. Tampan, pintar, baik hati," tambah Donghyuck untuk penjelasan Jeno.

Chenle langsung merasa berkecil hati. Chenle juga kaya, dia cucu konglomerat. Ia juga tidak terlalu buruk, banyak yang memuji dirinya. Baik tampilan luar maupun dalam nurani.

Tetap saja, Jaemin seperti sulit digapai. Jarang terlihat. Hanya duduk bersama temannya di kelas sepanjang hari. Keluar hanya untuk urusan penting, seperti ke ruang guru. Jaemin tidak punya sosial media, dan sangat lancang kalau Chenle menanyakan ID KKT padahal mereka tidak saling kenal.

Wajah Chenle semakin murung, sepertinya Donghyuck tahu keadaannya. Sedikit merasa bersalah karena menyinggung pribadi Chenle. Ia segera mengganti topik.

"Omong-omong, apa kalian sudah saling kenal?"

"Antara iya atau enggak, dia tahu namaku tapi aku gak tahu namanya," jawab Jeno sambil meminum susu kotaknya. Matanya menatap lurus kepada Chenle.

Donghyuck menekuk alisnya. "Maksud?"

"Aku ketemu dia di bis, nyawanya terancam kalau gak aku selamatkan. Terus ketemu lagi di lemari L&F, kuberi tahu namaku supaya siapa tahu dia mau membalas budi, nyatanya malah kabur."

Chenle terkekeh kecil. Lee Geno ini sepertinya tipe orang yang suka melebih-lebihkan sesuatu. Tapi, Chenle penasaran dengan hubungan Lee Geno dan Donghyuck. Pasalnya, Lee Geno memanggil Donghyuck dengan panggilan imut.

Sekarang pembicaraan teralih, Lee Geno seperti bercerita sesuatu hal yang asyik dengan Donghyuck. Tatapan yang diberikan Lee Geno pada Donghyuck berbeda, sangat manis dan hangat. Sepertinya mereka pacaran dan Chenle hanya sebagai nyamuk lewat. Biarkanlah sebentar, Chenle cukup perlu menghabiskan makan siangnya ini lalu pergi.

"Oh! Aku lupa tanya, nama kamu siapa, adik manis?" Donghyuck tertawa geli mendengar Jeno bertanya pada Chenle dengan cara seperti om-om ganteng melihat balita imut tersesat. Secara harafiah, Chenle memang imut seperti balita 2 tahun.

"Chenle, Zhong Chenle," jawab Chenle dengan senyum canggung karena sebutan 'adik manis' dari Lee Geno. Pipinya bersemu.

"Aigu... Chenle menggemaskan," Donghyuck mencubit pipi Chenle, "Tanggung jawab, Jen, pipi Chenle jadi merah gini."

Jeno mencebik.

"Tanggung jawab apa? Aku gak hamilin dia. Kalau hamilin kamu, baru aku tanggung jawab."

Donghyuck memutar bola matanya malas kalau Jeno sudah membicarakan hal aneh.

"Chenle-ya, aku adopsi kamu, ya?"

"Hah, Hyuck? Kamu gak mau punya anak dari aku?"

Oh mereka pacaran toh...

"Eung! Boyeh! Nanti Lele panggil Hyuckie mommy, terus om jeyek ini Daddy, kkkk." Chenle berujar gemas, intonasinya dibuat-buat tapi tetap saja.

Di mata Jeno, itu sangat lucu. Tubuhnya membatu, jantungnya tidak benar. Padahal dia dipanggil 'jelek'. Padahal Donghyuck tak lalah menggemaskan. Padahal dia sudah punya pacar alias Donghyuck itu sendiri. Padahal Chenle juga bukan siapa-siapanya dan belum dikatakan sebagai seorang teman.

Perhatiannya hanya pada wajah imut Chenle.

Samar-samar, sudut bibirnya ditarik ke atas. Ikut dalam pembicaraan Donghyuck-Chenle tentang adopsi-adopsi-an.

Lost & FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang