02 : : Lemari

458 85 20
                                    

Brak!

Nancy menggebrak mejanya. Berdiri di tempatnya dengan tatapan mengintimidasi ke sekeliling kelas.

"Woy! Sudah lima kali, dan sekarang pulpenku hilang lagi!" Satu kelas menghadap ke Nancy yang berteriak sangat kesal. "Ngaku dong, maling sialan!"

"Wah, benar-benar enggak ada akhlak! Ngapain, sih, nyipet barang kita melulu?!" balas Jeong Yena dibalas anggukan dari Jinyoung. Tercatat dia kehilangan 2 penggaris plastik, 3 pulpen, dan kipas portabelnya. Sejauh ini di daftar benda hilang punya Ketua Kelas. 

"Aku baru saja kehilangan penghapus, sekaligus dua!" Gowon mengangkat dua jarinya diiringi ekspresi kesal. Penghapus yang dia punya itu beli di SMtown Store, tempat jualan printilan mahal artis-artis K-Pop.

"Kalian masih alat tulis. Kemarin totebag-ku hilang, argh! Itu mahal, aku membelinya di Gimpo!" Arang menyahut, hampir menangis. Totebag bukan sembarang totebag. Dia beli waktu promo musim panas ini sebelum berangkat ke Jeju. 

Kelas jadi berisik. Semua berdebat siapa setan yang malingin barang besar-besaran. Setan saja enggak mencuri. Berarti manusia ini lebih dari sekedar setan!

"KALAU KASUS INI MASIH LANJUT, AKU LAPORKAN KE WAKIL KEPALA SEKOLAH!" ultimatum Chanhee, si seksi keamanan.

Renjun dan Dejun diam-diam melirik Jeno yang tengah membaca komik. Jeno meletakan buku komik di genggamannya ke dalam tas, berdecak sebal. Tercetak jelas bahwa Jeno mengulangi kebiasaannya lagi. Dan lagi. Dan lagi. Apa kurang bukti bahwa barang temannya hilang karena ulahnya?

Dasar Kriminal, sudah lihat betapa marahnya orang-orang?

Kalian sudah tahu, kan, separah apa kebiasaan Jeno. Kalau masih berpikir sekedar nyipet lalu balikin ke lemari Lost & Found doang dan masalahnya selesai, enggak segampang itu. Jeno pun enggak mungkin langsung balikin semua hasil tangkapan dalam sehari. Banyak yang ia tinggal di rumah beberapa hari sebelum dikembalikan.

Dia enggak tahu juga siapa pemilik benda-benda itu sebenarnya. Pulpen, penghapus, penggaris, totebag; dia beneran enggak tahu siapa yang punya semua itu. Lagian, mereka sendiri yang meletakan barangnya teledor tanpa label nama. Mau tidak mau, tangan Jeno gatal.

Setelah beberapa teman sekelas berseru apa saja barang-barang mereka yang hilang ke Chanhee, Jeno pun tau satu-satu pemilik barang yang dia cipet.

Jeno menghela napas. Kakinya bangkit di tengah ricuhnya teman sekelas.

"Nono mau kemana?" sergah Donghyuck, teman—kekasih—sebangku Jeno. Kekasihnya kelihatan tidak nyaman, karena suatu alasan anonim yang tidak Donghyuck tahu. Kayaknya Jeno sedang butuh ketenangan. Kelas langsung dua kali lebih ramai, tidak cocok dengan kepribadian tenang Jeno. Mungkin opini itu cukup konvensional dari orang yang dikenalnya sejak sekolah dasar.

"Kantin, Hyuckie mau nitip?" tawar Jeno, sekaligus memberi isyarat dia tidak mau Donghyuck ikut.

Donghyuck mengangguk, mengerti, "Susu cokelat, nanti uangnya Hyuckie ganti."

Jeno tersenyum meski tetap ada ketidaknyamanan dalam situasi. Mengacak rambut hitam legam pacarnya, "Siap, cantik." Menyisipkan kedua telapak tangannya di saku rompi sebelum melengos keluar.

Kaki jenjang Jeno menyusuri koridor. Semua guru menyerahkan kewajibannya selama dua jam pelajaran untuk rapat bersama di ruang kepala sekolah. Beberapa memilih tetap mengajar karena ujian harian. Tapi kebanyakan malas berhadapan murid gaduh yang nantinya iri karena kelas sebelah malah jam kosong, jadi mereka ikut rapat saja.

Entah sepenting apa rapat itu, hampir tiga angkatan kelas yang Jeno lewati terlalu berisik. Ditambah suara kalbu seperti sinetron makin menambah frustasi.

Lost & FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang