7. Anak Baru

15 3 0
                                    

Libur panjang telah usai, kini mereka yang mempunyai kewajiban bersekolah. Kembali lagi untuk menimba ilmu. Alana gadis gembul itu sudah siap dengan seragam kebanggaannya, Alana tidak seperti gadis-gadis lain yang kebanyakan ingin masuk sekolah favorit. Tapi Alana daftar sekolah di sekolahan semacam  militer, atau siswa disana bukan siswa SMA pada umumnya. Mereka di lantik menjadi Taruna setelah mengikuti latihan dasar taruna, agar menjadi Taruna yang disiplin dan juga bertanggung jawab. Sudah dijelaskan kan Alana duduk dibangku kelas 1 Smk jurusan Komputer.

Setelah Alana siap dengan seragam korps putih-putihnya. Alana menghampiri meja makan, disana sudah ada ayah, ibu, dan kakaknya.

"Pagi" sahut Alana

"Pagi sayang, ayo sarapan dulu" ajak Ibu Alana

"Iya bu"

"Euum ... Ayah, kapan ada pengangkatan PNS?. Alana kasihan Ayah belum diangkat PNS. Lagian uang bulanan gak cukup buat kebutuhan kita kan yah" Alana memulai obrolan to the point

Hening

Ayahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu

"Ana, dengarkan ayah ya nak. Ayah yakin ayah akan diangkat pada waktunya. Mungkin belum waktunya saja. Jadi sabar yah nak"

"Ayah gak kasian sama ibu pinjam sana sini buat modal balik lagi warung sembako kita? Ayah gak kasian sama bang iwan kerja sambil kuliah? Ayah juga gak tau kan selama ini aku juga jualan online shop agar keperluan sekolah tercukupi? Ayah emang gak pernah peduli sama keluarga sendiri" bentak Alana pada kalimat terakhir.

"Ana maafin ayah ... ayah ... ayah akan cari kerjaan yang lain Lan agar kebutuhan kita terpenuhi. Ayah menyesal tidak mencari kerjaan sampingan" ucap ayahnya terbata-bata

"Ayah baru menyesalinya? Terlambat ayah. Lana benci ayah"

Suasana sarapan pagi ini begitu panas. Padahal cuaca pagi biasanya sejuk.

"Na cukup, kamu gak sopan sama ayah sendiri"

"Kenapa bang? Aku emang benarkan. Dan ayah maafin aku kalau aku membenci ayah karena sikap malas ayah"

"Lana pergi sekolah dulu, Assalamualaikum" sambungnya

Sepeninggalan Alana, ibunya menenangkan ayahnya Alana.

"Ya sudah yang sudah biarlah, kamu secepatnya cari kerja. Agar kita tidak terlilit hutang yah"

"Iya bu. Maafin ayah yah"

"Iya, ayo selesaikan makannya" sambil mengusap punggung sang suami.

Dilain tempat, atau lebih tepanya sekolah Alana. Alana tergesa-gesa pasalnya sebentar lagi upacara bendera akan dimulai. Dan yah, dia terlambat. Alana tertunduk, pasalnya dia akan dihukum oleh anak Staf. Entah apa hukumannya, Alana harap tidak terlalu berat.

Dan hey sepatu siapa itu didekat Alana. Sangat berkilau, siapa pemilik sepatu yang berkilau itu. Semir apa yang ia pakai. Pasalnya sepatu Alana biasa saja. Tidak sampai berkilau jika disemir.

"Senior saya ijin terlambat. Saya baris didepan?" Tanya Alana, menghiraukan sipemilik sepatu berkilau itu. Jangan heran yah Alana memanggil kakak kelas dengan senior. Sudah dibilang bukan sekolah Alana sistemnya ketarunaan.

"Kamu anak kelas satu? Baru aja memasuki hari pertama sekolah setelah libur, kamu sudah terlambat. Kamu saya maafkan hari ini, silahkan baris pleton kamu ! Karena hukuman untuk hari ini tidak ada, bagaimana jika minggu depan kamu jadi petugas upacara?" Ucapnya panjang lebar

"Baik sen, saya mengerti"

"Dan kamu, anak baru sudah telat yah. Sana kedepan" suruhnya kepada sipemilik sepatu berkilau itu

Si Angka Sepuluh BerjalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang