mind

25 5 4
                                    

   Duak! 

aww..., aku membuka mataku perlahan. Ahh.. ternyata aku terjatuh dari tempat tidur. mataku memgerjap-ngerjap berusaha membiasakan penglihatanku dengan cahaya yang begitu menyilaukan ini.
Hei, kenapa aku tiba-tiba berada di ruang putih ini?
Aku merasa heran karena aku terbangun bukan di kamarku, melainkan di ruangan putih itu. Belum hilang rasa heranku, tiba-tiba dari arah lorong di luar kamar terdengar langkah kaki yang berat dan berjalan mendekat.

duk...duk... duk... duk...

Aku menahan nafasku, apa itu? itu bukan langkah kaki manusia...
Sesuatu entah apapun itu berhenti tepat di depan pintu kamar. Tubuhku semakin merinding dan lemas. Aku ingin lari, tapi kemana. Jalan keluar satu-satunya adalah pintu itu. Sesuatu yang berada di lorong itu semakin mendekat, dan mendekat. Rasa takut kian menguasai tubuhku. Saat gagang pintu memutar, secara refleks aku menutup wajahku dengan kedua tanganku berharap dia segera pergi

ceklek......

suara pintu terbuka
.

.

.

"jane, bangun. Kamu ngapain duduk di bawah meja?"
Itu suara ayahku. Aku membuka mata, dan
"eh ayah?"
Ternyata itu benar-benar ayahku. Saat aku ingin berdiri, kepala ku tertabrak bagian bawah meja. Eh, bagaimana aku bisa berada si kamarku? Bukankah beberapa detik yang lalu aku masih berada di ruangan putih itu? 
Situasi ini sungguh membingungkan. Ada sesuatu yang mengalir di kepala ku dan dengan cepat aku menyeka cairan tersebut.
darah?
Oh my ternyata ada sedikit ujung paku yang muncul di bawah mejaku, dan itu mengenai kepala ku. Aku menekan luka itu untuk menghentikan pendarahannya.
" ayah, bisa tolong ambilkan tisu di dalam box itu?"
Ucapku pada ayahku. Namun, dia hanya diam dan menatap ku seolah-olah aku adalah hidangan yang sangat lezat.
"a, ayah??"
Aku mencoba memanggil ayahku. Dia berjalan mendekat dengan suara langkah yang berdebum dan berat sambil mengendus-endus seperti anjing yang kelaparan. Perlahan-lahan, wajahnya meleleh, diiringi oleh kedua bola matanya yang memaksa keluar dari rongganya. Dia, bukan ayahku.
Langkahnya menjadi semakin cepat dengan tangan terjulur kedepan mencoba menggapaiku. Suara erangan yang dalam dan berat terdengar keluar dari mulutnya. Aku berjalan mundur, selangkah demi selangkah hingga akhirnya gerakan ku terhenti karena punggungku menabrak tembok. Aku menolehkan wajahku sekilas ke arah belakangku, dan saat aku menglihkan lagi pandanganku kedepan
.

.

.
.

.

.

Graaaaaaaa!!!!

Aku terduduk di atas kasur dengan keringat membasahi seluruh tubuhku. Jantungku berdetak sangat cepat.
" ahahahhahaa kakak gitu amat sih kagetnya"
Terdengar tawa puas yang familiar di telingaku. Saat aku menoleh, ternyata itu adalah emmliy, adikku.
" Ih, kamu kok banguninnya ngagetin gitu sih? kalau kakak kena serangan jantung gimana hah?!"
Ujarku sewot sambil mencubit pipi adikku gemas.
" ihh, kakak sih, aku udah bangunin baik-baik tapi kakak gak bangun. Itu alarm bunyi ampe tetangga sebelah bisa denger juga kakak tetep gak bangun. Ngebo apa budeg sih?" jawabnya cerewet.
"heh, kurang ajar kamu ya. Btw kamu sampai jam berapa tadi?" tanya ku mencoba mengalihkan pembicaraan. Jika tidak, ejekannya tidak akan habis sampai tahun depan.
"hmmm... jam setengah 7 deh kayaknya. gatau deh, eh kakak cepetan mandi sana. Ayah udah nungguin tau di bawah buat sarapan. Aku turun duluan yak. byeee"
Ucapnya bawel sambil berlari keluar dari kamarku. Adek satu berisiknya serasa 10 umpatku pelan.

Aku beranjak menuju kamar mandi. Mimpi tadi, terasa begitu nyata bagiku.
Deg.. deg.. deg..
Jantungku kembali berdetak cepat saat mengingat bagaimana wujud ayahku di mimpi tersebut.
sudah ah lupain aja, cuma mimpi kok ucapku dalam hati. Akupun bergegas mandi dan segera bergabung dengan ayah dan adikku di ruang makan untuk sarapan.

"emmy, kamar kamu yang mana?"
Tanyaku kepada adikku saat kami sedang membereskan meja makan.
" di kamar sebelah kakak. Barang ku juga udah stand by di sana. Nanti kakak bantuin aku rebes-rebes yak" ucapnya.
Aku heran, kenapa adikku satu ini kalau bicara tidak bisa sedikit. Dapet darimana sih cerewetnya? perasaan, ayah pendiem deh orangnya gumamku pelan.

Setelah selesai membereskan dapur, kami berjalan menuju lantai dua untuk menata kamar kami. Emmy benar-benar tidak bisa diam. Banyak sekali hal yang di ucapkannya, mungkin karena kami jarang bertemu.

Kegiatan beres-beres kami baru selesai pukul 6 malam. Kami segera membersihkan diri.
" kak, emmy turun duluan ya" teriak adikku dari luar kamar ku, dan dari suara derap langkahnya yang sangat cepat, dia pasti sambil berlari.
" emmy jangan lari di tangga! Nanti jatuh" teriakku dari dalam kamar.

Setelah selesai merapikan diri, aku berjalan keluar dari kamar. Saat sedang menutup pintu kamar, aku mendengar seperti ada sesuatu yang jatuh di kamar putih itu. Aku berjalan mendekat secara perlahan. Saat aku telah berdiri di depan pintu kamar itu, dengan preasaan bimbang dan ragu aku memutuskan membuka pintunya. Aku telah menggenggam knop pintunya yang terasa dingin. Aku memutar knop itu secara perlahan

Cek.... klek..



------------------------------------------------
makasih yang udah mau baca sampai sini. Ikutin terus sampai the diary tamat yah :)



The DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang