1. New Game

45 4 4
                                    

1. New Game
Dannis POV.

Jam istirahat merupakan waktu paling membahagiakan bagi ku. Bagaimana tidak, di menit-menit itu aku bebas tidur atau makan bakso di kantin. Tapi harus ada pengorbanannya juga, yaitu mendengar kecerewetan Starla dan Valesa. Dua orang yang kami izinkan untuk bisa bergabung di meja kantin.

Ya, benar. Hanya dua gadis itu yang kami--aku dan Fero--setujui untuk dekat dengan kami. Tapi untungnya anak-anak bawel itu belum kesini, itu artinya momen penuh damai masih banyak tersisa.
"Dasar cabean-cabean nggak tau diri! Tomat busuk nggak lakuuuuu!"

Omg. Negara api telah menyerang, dan kedamaian hanya tinggal kenangan. Kuusap peluh di kening akibat sensasi panas dan pedas menyantap bola daging berkuah. Di depan ku, Fero menggersah. Merasakan kenelangsaan akibat ketenangan hidup terusik oleh dua bidadari bermulut mercon.

"Apalagi yang satunya! Tikungan tajam! Iblis penggoda! Cabe keriting!--"

"Dilarang mengumpat pada jam makan siang. Tolong agar nona-nona berdua menghormati para cogan yang sedang kelaparan!" Celetuk Fero menghentikan kerusuhan Starla dan Valesa.

Ku beri anggukkan sebagai dukungan. Starla memberengut kesal. "Lo berdua cogan nggak pekaaaaaaa. Gue baru aja-"

"Elo ditikung, i know it Sweetheart," goda ku mengerling genit sambil mengusap pucuk kepalanya.

Jujur ya, dari sekian cewek gue cuma kepincut sama rambutnya Starla. Selain hitam panjang, lurus dan berkilau. Rambutnya lembut banget, dan kalau dipegang perhelai, rasanya bener-bener seringan kapas. Entah Adzra beliin shampoo apa setiap bulannya. Oh, Adzra itu kakak perempuan Starla satu-satunya.

Doi baik, cantik tapi orangnya tertutup. Karena mereka hidup jauh dari orangtua, Adzra itu yang bertanggungjawab atas Starla. Omong-omong soal panggilan Sweetheart itu, jangan pada salah sangka ya. Itu panggilan dari Adzra yang ku contek. Tenang, udah ada ijin dari Adzra-nya.

"Jangan panggil gue kaya gitu! Gue nggak mau orang-orang salah paham." Tolak Starla sebal. "Lagian cuma Adzra yang gue ijinin pake panggilan itu."

"Adzra udah ijinin gue kok. Oh, kalo ada pihak yang salah paham, bukannya malah bagus?"

"Bener, Dann. Biar Starla nggak ada yang gangguin lagi. Apalagi tuh bocah agresif." Dukung Valesa ceria.

Heum, bocah agresif yah? Dia itu anak kelas X yang kepincut abis ama Starla. Pernah Starla histeris dikejar-kejar dia pas pulang sekolah. Untung ada gue yang kasih tumpangan pulang. Selama perjalanan itu, dia cengkeram kemeja sekolah ku sampai kusut.

Entah dia shock atau takut.

"Tapi Star, kalo kesalahpahaman itu terjadi, bisa jadi lo kehilangan fans fanatik." Fero terkekeh, lalu menyeruput teh hangatnya.

"Gue nggak mau ada salahpaham, tapi gue juga pengin fans sinting itu menghilang selamanya." Sahut Starla frustasi. "Gue kaya diteror tiap jam pulang sekolah."

"Mulai sekarang, tenang aja. Gue yang bakal jagain elo." Kata ku santai.

"Cieeeee, yang bakal dijagain." Valesa mengerling jahil.

"Lo nawarin jadi bodyguard apa heartguard, Dann?" Fero tertawa.

Starla cemberut, tapi samar. Aku melihat ada warna merah bersemu di pipinya. Berdasarkan beberapa cerita sepepu ku yang hobby baca novel teenlit, pipi bersemu itu artinya malu. Tapi untuk kasusnya Starla, dia malu kenapa? Atau sama siapa? Aku? Whoaaaaa.

"Bodyguard aja." Aku tersenyum. Lalu melanjutkan makan disusul mereka yang memesan makanan kemudian.

•••

"Semalem gue nemuin permainan pemacu adrenalin di sebuah blog." Cerita ku saat kami tengah berkumpul di rumah Starla.

Diantara kami berempat, rumah Starla-lah yang paling sering dijadikan markas. Selain karena dia sering kesepian, juga katanya rumahnya agak seram. Sejenis rumah yang lazim digunakan untuk syuting film horror.
"Permainan apa?" Tanya Fero antusias.

"Permainan penguji nyali." Seringai ku.

"Sejenis kaya jelangkung gitu yah?" Valesa ikut bertanya.

Starla nimbrung. "Kalo mau main nggak usah yang aneh-aneh. Ada masalah tanggungjawab."

"Resiko permainan emang tanggung sendiri." Aku mengendikkan bahu. "Jadi lo pada mau gue kasih tau nggak?"

"Permainannya bahaya nggak?" Tanya Valesa serius.

"Kalo lo pada mau yang antimainstream ya pasti bahaya lah. Tapi tergantung sih."

"Tergantung apa?" Fero serius.

"Tali, lah." Seloroh Starla ketus.

"Tergantung penampakan."

Mereka memperhatikan ku dengan serius, akhirnya aku memutuskan untuk menceritakan isi blog yang kubaca semalam. Judulnya adalah Hyaku Monogatari : seratus cerita. Menurut ku tidak terlalu menyeramakan, kalau dimainkan yah, memberi efek seperti Jelangkung barang kali. Tapi yang berbeda kami tidak mengucap mantra, melainkan menceritakan kisah seram.

Sekalipun aku belum pernah memainkannya.

Ku amati ekspresi teman-teman ku, Fero tertarik, Valesa ngeri dan Starla datar. Aku tahu arti tatapan datarnya, dia bukannya marah tapi tidak mengerti. Dasar, pantas saja kalau mengajarinya belajar Adzra mengomel sepanjang masa. Starla, biar dia cantik kadang lemotnya nggak ketulungan.

Dan kalau diejek...

...dia akan marah plus merajuk.

Benar-benar tidak mencerminkan remaja menuju dewasa.

"Kita bisa coba permianan ini?" Fero menaikkan sebelah alis.

"Gue ogah, lo aja berdua." Tolak Valesa.

Starla mengerutkan kening. "Gue tertarik. Permainannya cuma nyalain lilin ama cerita serem, kan?"

Oh, ternyata dia paham. Tumben loading-nya cepat.

"Nah, Starla aja mau, masa lo enggak? Sayang loh." Bujukku pada Valesa. 'Tapi kalo nggak mau ya udah nggak papa. Kita main bertiga aja."

Valesa berdecak. '"Iya, iya. Gue ikut." Putusnya.

"Inget. Dilarang mengompol kalo ketakutan." Peringat Fero, membuat aku dan yang lain terbahak.

Ingat kejadian memalukan dam menggelikan yang Valesa alami saat kami main kerumah hantu.

Hahahaaaaaaaa.

Ya ampuuuuun, Valesa...

TBC

Maafkan typo yah kawan.

Ini cerita lama yang saya perbaiki, semoga menghibur.

Terimakasih sudah membaca.

O-yani1221

Hyaku Monogatari (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang