8. I See Her

13 2 0
                                    

8. I See Her
Valesa POV.

Puas berenang aku memilih menepi lalu meraih handuk dan memutuskan untuk mandi. Malam ini lumayan dingin. Tapi kalau lagi pengin, mau bagaimana lagi? Aku tiba-tiba ngidam berenang di jam 7 malam. Bukan masalah dong. Renang aku yang renang, dingin aku yang menggigil juga.

Ku langkahkan kaki ke kamar mandi dahulu, meminta seorang asisten rumah tangga untuk mengambilkan handuk kering. Selesai mandi, aku ke kamar berencana melihat jadwal pelajaran besok dan memeriksa apakah ada tugas sekolah yang belum ku kerjakan atau belum. Bagus, aku aman. Tidak ada PR bertumpuk seperti biasa.

Aku naik keranjang bersiap tidur.

Drrrt.

Ada pesan masuk.

Starla: Jangan lupa, besok ulangan Sejarah Indonesia. Belajar. Nggak akam ada kesempatan nyontek.

Valesa: Oke, thanks.

Tak lama setelah itu, aku iseng menyalakan data. Menunda waktu belajar sebentar tidak apa-apa kan? Aplikasi chatting langusng berbunyi, menampilkan banyak notifikasi dari Grup Chat yang hanya berisikan Aku, Starla, Fero, dan Dannis. Aku membukanya untuk menyimak sekaligus ikut dalam obrolan. Sepertinya ada topik seru.

Dannis: Apa kalian ngalamin apa yang gue alamin?

Fero: Apa?

Dannis: Gue mimpi aneh.

Fero: Mimpi aneh gimana? Omong-omong soal mimpi aneh. Gue juga.

Starla: Mimpiin apa?

Dannis: Rumah tangga.

Starla: Dih, lo kebelet nikah ya?

Fero: Waaah elo nunggu dong, Star.

Starla: Eh, nunggu apa?

Fero: Nunggu lamaran Dannis.

Starla: Ishhhhh, Fero ngaco.

Dannis: Gue serius Guys!

Starla: Gue juga serius.

Fero: Gue dua rius, malah.

Dannis: Males ah, nyebelin lo pada. Off.

Starla: Off.

Valesa: Eh, ada apa ini?

Fero: Telat lo. Off.

Ishhhh, kenapa Off semua! Jahaaaaaaat. Masa aku baru muncul sudah ditinggalkan? Dasar manusia-manusia tidak berperiketemanan. Ku lempar ponsel Sembarang arah, lalu mengambil buku sejarah dan lekas belajar. Membaca-baca paragraf yang mungkin materinya akan dipertanyakan saat ulangan besok.

Baru lima menit berlalu, rasa kantuk mendera ku. Aku menguap, lalu memejamkan mata hendak mengistirahatkan mata sejenak. Tapi lama kelamaam, mata ku jadi berat dan tubuh ku berangsur ringan. Aku mengantuk sekali. Tidur saja lah. Belajar bisa besok subuh.

•••

"Tidak mungkin!  Tidak mungkin!"  terkaget mendengar jeritan keras itu.

Beneran deh, apa tenggorokannya nggak sakit meraung macam macan begitu? Aku yang mendengar saja rasanya gendang telinga ku mau pecah.
"Hiks, tidak mungkin An. Anak ku tidak mungkin mati! Aku tidak terima. Aku mau punya anak lagi!"

Jeritan itu terdengar lagi. Sumpah ini kupimg kaya mau pecah. Aku beringsut duduk, lalu mendekap telinga. Apa sih itu? Siapa yang teriak-teriak? Dia kira ini hutan? Kaya Tarzan aja.
"Tenang Melisa, tenanglah. Saat pendarahan terjadi-"

"Aku tidak perduli! Aku ingin punya anaaaaaaak!"

Elaaah. Itu Tarzanwati nyakitin kupimg ajaaaaa. Mata ku menyapu sekeliling, aku di rumah sakit? Menemani sepasang entah suami istri atau bukan, sedang berpelukan mesra. Cih. Perempuan itu wajahbya memerah, bersimbah keringat dan air mata. Ekspresinya terlihat begitu terluka.

Hyaku Monogatari (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang