Dunia mungkin seringkali memaksamu untuk menjadi dewasa. Tapi saat kau pulang, keluarga akan membuat mu kembali menjadi balita yang tak tau apa-apa
~~~
Suasana malam yang tenang menemani keluarga Fernando berkumpul untuk kembali membahas masalah tadi sore. Namun kini, kehadiran Tuan Albert Wreisten Fernando di tengah-tengah mereka membuat keluarga tersebut menjadi lengkap. Mereka duduk di gazebo di pinggir kolam renang yang terletak di halaman belakang rumah megah mereka. Semilirnya angin menemani diskusi mereka malam ini.
"So? Keputusan kamu sudah final?" Tanya Tuan Reist lebih kepada Gladys. Nada bicaranya kali ini terdengar tegas hingga membuat Gladys takut jika nanti Daddy-nya itu membuat keputusan yang bisa membalikkan keadaan sehingga membuatnya harus ikut bersama mereka ke Paris.
"Hmm yes, Dad. Glad bener-bener minta maaf", jawab Gladys sambil menundukkan kepala.
Tuan Reist Fernando menatap putri kesayangannya lekat. Ia melihat Gladys yang tengah menundukkan kepalanya, tampak takut. Jujur saja, sebagai seorang ayah, hati Tuan Reist sungguh terluka melihat putrinya disakiti oleh orang lain hingga menimbulkan trauma dalam diri Gladys. Jika bisa, ia benar-benar ingin membalas mereka dengan hal yang setimpal. Namun ia tau, dalam bisnis lah ia secara perlahan dapat menjatuhkan lawannya.
Tujuannya ke Paris sebenarnya juga untuk mengembangkan salah satu cabang perusahaannya yang disiapkan untuk peluncuran brand ternama sekaligus bersaing memenangkan saham dari rival perusahaan Fernando, perusahaan milik keluarga yang menyebabkan trauma dalam diri putrinya. Tuan Reist ingin Gladys ikut karena ia ingin Gladys melihat keberhasilannya dalam membalas kesalahan orang yang sudah bermain-main dengan keluarganya. Namun apa daya, keputusan Gladys sepertinya sudah sangat bulat.
Perlahan Tuan Reist mengangguk lemah, "okay, Daddy juga tidak bisa memaksa kamu. Mom sudah menceritakan alasan kamu pada Dad, kami berdua pun tidak bisa memaksa kamu lebih jauh karena semua ini kamu yang akan menjalaninya. Kamu yang lebih tau kapasitas dan kemampuan diri kamu. Asalkan di sini kamu bisa jaga diri, tetap berprestasi, dan yang pasti nanti kamu bisa masuk universitas yang sudah Dad pilihkan di Paris." Ucap Tuan Reist memberi izin sambil membelai lembut rambut panjang milik Gladys.
Mendengar penjelasan Daddy-nya yang memberi izin, Gladys sontak mengangkat kepalanya dan menatap Daddy-nya dengan mata berbinar.
"Thanks, Dad. Gladys pasti bisa ngelakuin semua itu. Glad janji", ucap Gladys yakin. Sedetik kemudian ia menghambur ke pelukan sang ayah.
Mommy serta adik Gladys, Revven, mau tidak mau tersenyum ketika melihat sisi kekanakan Gladys. Perlahan Claire pun merangkul pundak Revven. Yah, dilihat dari segi manapun keluarga Gladys adalah keluarga impian semua orang. Mereka hampir tidak pernah berdebat panjang mengenai suatu masalah, selalu saja ada jalan keluar yang akan membawa keluarga kecil ini kembali pada kedamaian dan kehangatan sebuah keluarga. Gladys pun merasa sangat beruntung dilahirkan di keluarga yang sangat harmonis ini.
Tak lama, Gladys mengurai pelukannya dari sang ayah, ia kemudian memalingkan wajahnya ke arah Mommy-nya.
"Jadi, besok pesawat jam 3 sore?" tanya Gladys pada sang ibu.
"Yeah, dan jam 8 malam kamu harus ke bandara untuk menjemput Aunty Sophie dan Uncle Jordan. Meskipun mereka bersikeras untuk menemui kamu di rumah, Mom tetap ingin kamu yang menjemput mereka. Sebagai penghargaan karena mereka yang akan menjadi pengganti Mom and Dad untuk merawat kamu", jelas Claire.
"Okay, I see"
"Hati-hati dalam perjalanan kamu, selalu ingatkan Pak Edi untuk menjaga kecepatannya", kali ini sang ayah ikut berkomentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
See you in December!
Fiksi Remaja"Aku tidak memaksa mu untuk menemukan ku, jika semesta memang menakdirkan kita untuk bersama, kita pasti akan bertemu, kan? Jangan pernah salahkan dirimu atas semua yang terjadi, karena aku ikut mengambil peran dari jauhnya jarak kita saat ini. See...