Mother

40 5 3
                                    



Ketika Jungkook kembali, Ibu ia jumpai. Ada sebotol soju diatas meja. Ibu tahu segalanya, bahkan perihal hari ini. Tangannya mengadah, menunggu Jungkook memberi kertas ujian tanpa berucap. Tatapannya terlampau tajam, dingin dan Jungkook tidak bisa menyentuhnya.


Ibu terlalu jauh untuknya.


Jungkook jadi merindukannya. Tatapan lembut ibu yang masih menjadi mimpi. Rasanya Ibu benar-benar pergi begitu jauh meski sebetulnya ibu ada didepannya.


Jungkook meremat kertas ujiannya dibalik punggung. Kedua kelerengnya ia bawa jatuh pada lantai hitam.


Ibu menarik lengannya begitu kasar ketika Jungkook lebih memilih menyembunyikannya. Lalu setelahnya, suara bantingan botol menjemput dengan begitu nyaring.


Tamparan pada pipi, ibu layangkan juga. Jungkook terdiam. Maniknya kosong. Ingin menangis tapi sudah terlalu bosan.


"Sebodoh apa kau sebenarnya, Jungkook?!" Ibu membuka suara dengan pekikan.

"Kau benar-benar produk gagal!"


Jungkook meremang, hatinya jadi semakin sakit saja. Bahkan ketika ibu menarik kasar rambutnya, menyeretnya pada kamar mandi dan berulangkali mencelupkan kepalanya pada bak penuh air, Jungkook tidak bergeming.


Ini ibunya. Ia tidak akan menolak.


Jungkook benar-benar sayang pada ibu. Jungkook tidak bisa jika disuruh membenci ibunya seujung jari.


"Kau mati saja." Dan bahkan ketika ibu memukulinya dengan sapu hingga patah. Jungkook bahkan tidak berucap.


Jungkook akan menerima semuanya.


Apapun yang ibunya berikan.


Ibu pergi meninggalkannya dengan nafas yang berat. Jungkook terdiam dalam dingin dinding kamar mandi. Jungkook benar-benar lelah sebetulnya.


Langkahnya terseok-seok ketika kakinya ia bawa menaiki tangga menuju kamar. Ia berhenti pada kaca. Menatap lebam pada pinggang ketika ia menyikap bajunya sedikit.


Jungkook tersenyum. Ini tidak apa-apa, benak sementara itu meneriakinya dengan kata-kata itu. Bahkan ketika pipinya basah diam-diam,  Jungkook masih tersenyum.

Tuhan, Jungkook bisa pergi sekarang?

Ibu tidak apa-apa jika ia tinggal, bukan?

Dan selesai sudah.

Jungkook tidak bisa menahannya lagi. Jadi, ia ambil cutter dilaci mejanya, mengarahkannya pada pergelangan tangannya, membiarkan cutter dingin menyapa kulitnya.

Jungkook akhirnya bisa bernapas lega. Ia tidak tercekik lagi rasanya.

Ini menyenangkan ketika sakit karena irisannya pada pergelangan tangannya lebih mendominasi.

Lalu selepasnya, ia butuh Kim Taehyung.

Adiktif lainnya.

Jadi, ia mengambil telponnya, mencari kontak dengan nama Kim Taehyung lalu mendial ikon telpon.

"Taehyung-ah?" Jungkook membuka suara pertama. Dapat ia dengar suara deru Taehyung dan samar-samar suara kendaraan. Selalu seperti itu.

"Iya, Jungkook?"

Jungkook tersenyum, ah ia hanya butuh ini sebenarnya. "Bisa kau temani aku malam ini?"

"Tentu saja."

"Taehyung, nyanyikan aku lagu tidur. Aku lelah sekali."

"Um, baiklah."

Ada nada ragu sebetulnya disana tapi Taehyung tetap menurutinya. Taehyung menyangikan lagu untuknya dengan suara beratnya.

Jungkook merasa ia benar-benar pulang. Rasanya hangat dan menyenangkan. Bahkan luka pada pergelangan tangannya tidak terasa perih seperri sebelumnya.

Ah, Kim Taehyung itu benar-benar rumahnya. Jungkook benar-benar merasa dibuai dalam dekap hangat.

Ketika ia hampir menjemput gelap, Taehyung diseberang sana samar-samar berucap,

"Jungkook tidurlah. Aku selalu disisimu."

T.B.C


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lunette ▪︎ VKookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang