Mungkin hatimu mulai berkata lain. -unknow.
"Risa masih inget kejadian 'itu'?
BEGO
TOLOL
SIALAN
Maki Devan kepada dirinya sendiri. Mengapa ia harus menanyakan hal yang seharusnya tidak ia tanyakan. Devan melihat ekspresi Risa, gadis itu melunturkan senyumnya. Lagi-lagi Devan mengutuk dirinya sendiri."Ayo Ris pulang, Devan laper" Devan berusaha mengalihkan pikiran Risa. Ia merasa bersalah kepada adiknya itu, secara tidak langsung Devan mengingatkan adiknya tentang kejadian itu. Devan sangat menyesal sekarang, mulutnya itu memang tidak bisa di filter.
"Ngga kok," Risa menjawab dengan lirih, matanya berbinar. Devan sangat tahu adiknya tengah membohongi dirinya. "Maaf," Devan memeluk Risa dengan sangat erat.
"Risa gapapa, Risa beneran udah lupain kejadian itu. Sekarang Risa pengen inget kejadian yang indah-indah aja. Yang buruknya gamauu" ucap Risa, Devan dibuat gemas lagi. Devan menarik pipi gembul Risa, lalu mencium kening Risa. Yang Devan inginkan sekarang Risa bisa hidup dengan Bebas, tanpa mengingat kejadian yang sudah berlalu.
"Risa juga laper, yu pulang" ajak Risa. Risa menggandeng tangan Devan menuju ke mobil yang Devan bawa.
"Eh Van. Jadi, Pak Gavin tuh siapa?" Tanya Risa sambil memakan camilan yang selalu tersedia di mobil Devan.
"Beneran lupa? Kelamaan di rumah sih," Risa menjulurkan lidahnya ke Devan. "Beneran nanya ih, Pak Gavin tuh siapa?" Risa menaikkan nadanya.
"Masa lupa sih, Gavin itu anaknya om Paris, sahabat mamah sama papah" fyi, papah Devan dan Risa sudah menikah lagi. Beliau menikahi sekretarisnya. Mereka menikah setelah 8 tahun sejak kejadian itu, Risa dan Devan menerima kehadiran mamah barunya itu dengan senang hati. Bagaimana tidak, sejak kejadian itu, tante-- eh mamah Alice selalu bersama mereka dan selalu menjaga mereka. Saat mendengar papahnya akan menikahi mamah Alice, mereka sangat senang. Disisi lain, mereka sedih karena posisi bundanya akan tergantikan oleh orang lain.
"Om paris?" tanya Risa sambil menyelidiki muka Devan, Risa sedikit tidak terpercaya dengan penuturan devan itu.
"Gavin beda 6 tahun sama gue, berarti kalo sama lo berarti..." Devan menggerakkan jari-jarinya tanda menghitung.
" 7 tahun" Risa yang menjawab dan Devan tertawa watados.
"Aku pernah ketemu sama Pak Gavin ga? Diluar disekolah" tanya Risa, Devan mengernyitkan dahinya. Ada apa dengan Risa? Dulu mereka selalu bermain bersama. Gavin selalu menemani mereka dirumah. Karena ayah Gavin dan Papah mereka selalu bekerja bersama. Mereka terakhir bertemu saat pernikahan Ayah dan Mamah. Setelah itu mereka tidak bertemu lagi karena Gavin kuliah di Luar Negeri.
"Pernah kok, lo bahkan sering liat foto dia di kamar gue. Masa sih ga inget, jgn jgn--" Devan menggantungkan kalimatnya, lalu menggoda Risa dengan tatapannya.
"JANGAN-JANGAN APA?" Risa benar-benar penasaran.
"Lo masih malu ya?"
"Malu apa Devan? Jangan suka bikin penasaran ah!" Risa tidak kuat dengan kelakuan abangnya itu. Ia sangat ingin mengetok kepala abangnya itu menggunakan palu.
"Lo kan pernah ngutarain perasaan lu ke si Gavin, sampe ngajak pacaran" Risa menatap Devan dengan tatapan yang sangat-sangat tidak percaya. Apa? Dirinya menyukai Gavin? Seleranya benar-benar tidak salah.
"Aku? suka pak Gavin? Udah tua gitu"
"Halah, tua-tua, dulu aja lo ngebet banget pengen nikah sama Gavin" Goda Devan. Risa sangat - sangat geli mendengar penuturan Gavin itu. Ia memukul-mukul tangan Devan. Devan hanya tertawa melihat adiknya yang telah berbunga-bunga itu, maybe.
Disisi lain, Devan merasa bingung. Apakah adiknya benar-benar lupa kepada Gavin? Atau hanya berpura-pura saja? Devan benar-benar tidak bisa menebaknya.
***
"Turun lo titisan miper,"
"Enak aja, gini-gini gue cantik"
"Gue-gue, so iyey lo, so gaul"
"Lo si ngomongnya lo-gue, jadi gue kan ngikutin lo!"
"Ih ngikutin plagiat lo, suka banget ngikutin orang"
"Apa lo lirik-lirik? Gue udah tau kok, gue cantik"
"Bukan, kayanya itu kotoran mata lo udah numpuk" Risa langsung mengusap matanya dan mengeluarkan HP-nya untuk mengaca. Nihil, tidak ada kotoran mata sekalipun debu menempel di matanya.
"DEVANN! KURANG AJAR BANGET LO JADI ORANG," Teriak Risa, Devan langsung tertawa ngakak sampai meja makanpun ia pukul-pukul.
"Ada apa sih rame banget kayanya,"
"Papahhhh, Mamahhh" teriak Risa sambil berlarian memeluk mamah dan papahnya.
"Pah, Devan jail terus tuh" adu Risa, Papah dan mamahnya pun tersenyum sudah terbiasa dengan perkelahian kecil antara adik dan kakak itu.
"Udah dong, malu Gavin dari tadi ngeliatin kalian" penuturan mamahnya itu membuat Risa membatu. Ia mengingat perkataan Devan bahwa Risa pernah mengajak Gavin untuk berpacaran. Risa terlalu malu untuk melihat wajah Gavin. Risa lebih memilih untuk kembali ke meja makan.
"Ris, tuh jodoh lo" Goda Devan dengan suara yang menggelegar.
"DEVAN!" Teriak Risa, mukanya panas entah ia marah atau ia terlalu malu. Gavin melihat muka Risa yang memerah seperti tomat itu, lalu ia duduk disebelah Risa.
Risa menyadari kehadiran Gavin disebelahnya, ia langsung mengambil air minum dan "Uhuk.. Uhukk" dia terbatuk, ia sangat gugup sekarang. Entah kenapa, penuturan Devan itu terus terpikirkan oleh Risa. Padahal, ia tidak menyukai Gavin, seingatnya mereka baru bertemu tadi disekolah saat berkenalan.
"Minumnya pelan-pelan, gugup banget nih pasti seneng ketemu gue," PD banget, itu yang dipikirkan Risa saat mendengar penuturan gurunya itu.
"GASS TERUS BOSS" Lagi-lagi Devan menggoda Risa, Risa menatap tajam Devan. Risa merasakan kepalanya diusap-usap. Dengan refleks, Risa menolehkan kepalanya. Matanya bertatapan dengan mata Gavin.
"MAMAHH, PAPAHH, LIAT NIH GAVIN SAMA RISA LAGI BERBUAT HAL YANG TIDAK SENONOH"
"Sialan, Devan gabisa banget ga ngeganggu kebahagiaan orang" batin Gavin.
"Bro, masa sih si Risa udah lupain lo," ujar Devan. Risa sekarang makin kesal dengan Devan, Devan sangat menyebalkan.
Gavin menatap mata Risa, Risa langsung memutuskan kontak mata mereka. "Ris, apa perasaan lo masih sama?"
•
•
•
Tbc..
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja terakhir (ON GOING)
Teen Fiction"Senja yang kau rindu, kini hanya bisa kunikmati seorang diri" • Mungkin wajar dengan perasaan seperti ini aku berbeda dengan yang lainnya. Aku takut merasa sendiri dan aku takut jika tidak bisa mengingat hal yang seharusnya tidak aku lupakan.