7. Pertemuan itu nyata

245 26 0
                                    

Masih di Jakarta, setelah kemarin bertemu Papah saya menjadi was-was akan keadaan Bia. Terlebih karena kini Bia sedang berada di keluarga Om Wisnu. Sekarang hari sudah malam, namun saya bersama beberapa punggawa Tim nasional masih berada di Mall, sebenarnya saya tak terlalu mau namun Hanif memaksa katanya refreshing.

"Feb lo beli barang cewek mulu, bucin lo. Pacar lo secantik apa sih?"tanya Hansamu yang melihat saya keluar dari toko tas perempuan.

Saya terkekeh sambil menatap Hansamu,
"Apaan sih Feb, di tanya juga."

"Ya soalnya pertanyaanmu itu tak perlu ada jawabannya, Capt."sahut saya.

Kamipun berjalan lagi beberapa pemain juga sudah berkumpul kembali sebelum tadi berpencar ke toko pilihan masing-masing.
"Cantik banget ya? Cewek Bandungkan rata-rata cantik, Feb."lagi-lagi Hansamu masih melanjutkan topik yang sama.

"Siapa yang cantik?"tanya Hanif yang muncul dari belakang.

Saya tertawa, "Sjah, masa Hansamu bilang saya bucin, terus pacar saya cantik."tutur saya.

Kini giliran Hanif yang tertawa cukup keras, membuat Hansamu menoyornya.

"Capt!"kesal Hanif sambil memegang kepala yang tadi Hansamu toyor.

"Ya habisnya lo lo pada bukannya jawab malah ketawa."

Kini Hanif menatap Hansamu, "Si Febri mana punya pacar Capt,"sahut Hanif yang tak saya hiraukan.

"Kalau enggak punya pacar terus buat apa dia beli barang begituan?" tanya Hansamu.

Kini dua pria dengan nama yang berawal dari huruf H juga sama sama membela Tim Jawa timur itu saling tatap. Dan mereka tertawa berbarengan. Entah apa yang terjadi di otak mereka, entah apa yang mereka tawakan saya tak mau pikirkan.

"Hahaha...Feb, otak Kapten kita ini udah enggak bener."kata Hanif yang berdiri di tengah-tengah antara saya dan Hansamu.

Saya menghela nafas karena tau jalan pikiran mereka mengarah ke mana, "Buat adik saya Capt! Jangan mikir macem-macem ah!"sahut saya tak mau salah paham.

"Oh lo punya adik cewek Feb? Lah enggak pernah tau gue. Soalnya kalau di instagram lo enggak pernah upload sih."

"Diakan bukan barang untuk di pamerkan, Capt."

"Ya tapi setidaknya dia terakui sebagai adik lo gitu."

"Ngapain juga sih Capt. Tanpa upload di sosial mediakan, di kartu keluarga udah jelas dia adik saya."

"Iya sih,"

"Udah Capt, lo kalah kalau debat sama si Febri."timpal Hanif sambil merangkul Hansamu.

Perjalanan refresing sejenak selesai kini kami sudah mencapai hotel kembali, ketika di hotel kami memang harus kembali mengganti memakai kaos official Tim nasional yang berwarna hijau, jadi membuat kami semua seragam. Baru saja selasai memakai baju saya lihat Hanif sudah tak ada di kamar lagi, padahal ini sudah malam.

"Feb, bawah yu. Anter."kata Hanif yang tiba-tiba datang sambil membuka pintu.

Anak itu memang layaknya hantu bergentayangan yang tiba-tiba muncul tanpa di minta, bingung juga kenapa banyak para perempuan mengaguminnya.

"Biasanya juga sendiri,"sahut saya yang sudah terduduk di kasur.

"Sebentar yu, serem di lift sendiri."

Saya menyipitkan mata saya melihat Hanif yang masih berdiri di ambang pintu."Hah?"tanya saya seolah tak percaya.

Hanif memasang wajah memelas, "Please, tadi Bagas cerita horor jadi gue sedikit parno."

Menjaga Jantung HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang