11. Bogem mentah

242 28 0
                                    

Sore ini setelah selesai latihan saya tak langsung pulang, saya juga tak berdiam di Mess. Saya memilih bermain ke rumah Zola, setidaknya agar rasa bosan saya tak terlalu terasa. Saya semakin jauh dengan Bia, dan ini yang sudah saya takutkan sejak lama. Semakin Bia menjadi dewasa semakin ia tak mau saya kontrol dan itu memang terjadi, saya hanya rindu adik kecil saya yang selalu mengadu setiap apapun yang ia rasakan.

Kini saya dan Zola tengah duduk mengobrol di teras rumahnya memandangi langit yang sebentar lagi akan berubah menjadi gelap.

"Feb, kok ayeuna mah lebih sering diem di Mess. Biasanya pulang latihan langsung pulang. Adik maneh baik-baik ajakan?"tanya Zola.

Saya menatapnya dengan senyun kikuk, "Baik, dia sibuk sama sekolahnya jadi daripada di rumah sendirian mending di Mess."jawab saya jelas-jelas berbohong. Kabar adik saya sendiri saja saya tak tau, namun yang saya lihat dia baik-baik saja tanpa perhatian saya.

"Iya sih, sekolah ayeuna mah menyita waktu,"

Saya hanya tersenyum tak lagi menanggapinya, sebenarnya bukan waktu yang tersita oleh sekolah, namun waktu Bia tersita oleh perdebatan bersama saya dan saya hanya ingin mengurangi itu dengan jarang menampakan diri di depannya.

Saat kami sedang menikmati kopi, seorang anak lelaki seusia adik saya lewat di depan rumah Zola, saya kenal anak itu.

"Ren,"panggil Zola sambil menghampirinya.

"Eh A Zola,"ujar bocah lelaki itu sambil menyalami Zola, kini matanya menatap saya. "A Febri,"sapanya dengan senyum yang membuat matanya hanya terlihat segaris.

Bocah dengan rambut jabrig itu mengingatkan saya dengan kejadian dimana Official tim memberi tahu bahwa ia menemui adik saya, belum lagi kejadian ia mengantar adik saya pulang padahal saya sudah melarangnya mendekati Bia.

"Sejak kapan pulang Bandung? Tinggal sama Oma lagi?"tanya Zola pada Rendy.

"Udah seminggu, cuman liburan nanti ke Jakarta lagi buat TC Timnas."

Penjelasan Rendy membuat mata saya membulat, anak tengil itu akan menjadi punggawa Timnas seperti saya? Tapi dia masih mendekati adik saya padahal dulu saya sudah tegas memberi pilihan antara Bia atau Sepak bola padanya.

"Wih gaya eung."puji Zola.

"Ren udah nengokin Abianya?"tanya perempuan yang datang dari arah berlawanan.

Mendengar nama adik saya di sebut sontak saya berdiri, Rendy juga langsung menatap saya begitu juga Zola.

"Abia siapa?"tanya saya pada perempuan seumuran Bia tadi.

Perempuan itu nampak terkejut melihat kehadiran saya, sepertinya dia mengenali saya.
"A Febri kakaknya Abiakan?"tanya perempuan berambut panjang, seumuran Bia membuat saya hanya mengangguk. "Kok di sini?"lanjutnya memberikan kebingungan kepada diri saya.

Rendy menarik perempuan itu, "Udah San, Bia yang bilang Kakaknya sibuk kamu enggak usah tanya."sahut Rendy membuat saya diam membeku.

Rendypun pergi dengan menarik perempuan tadi.

"Adi maneh geuring? (adik kamu sakit?)"tanya Zola dengan tatapan bingungnya.

Saya mengangkat kedua bahu saya sambil cepat mengambil kunci motor dan tas yang saya bawa.
"Pulang ya Zol."pamit saya sambil berlalu mengendarai motor saya meninggalkan perkarangan rumah Zola.

Rasa di diri saya bercampur antara bingung, panik dan khawatir. Saya benar-benar tak tau keadaan adik saya, saya memutuskan untuk pulang kerumah memastikan bahwa Bia berada di rumah, tak seperti yang perempuan tadi katakan.

Menjaga Jantung HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang