Pada secawan kopi, yang pekatnya berputar saat kuaduk berulang kali. Seakan menjambak logika untuk mengingat kembali sepertiga malam yang kita telah tak tersisa itu.Dulu..
Dulu kopi ku manis saat kau tuang senyum hingga meluber ke tepian hati, kini terasa begitu pahit saat kuseduh dengan air mata. Meluruh tepat ditengah telaga ras.Kopi ku dulu hangat, menerjang malam-malam panjang. Sementara kini, terasa begitu dingin ditampar habis-habisan oleh rindu.
Masih terngiang jelas keluhmu akan kita yang kian basi, sebab kau enggan menjadi hangat. Dan justru memilih dingin sebagai kebanggaan. Pernah sekonyol itu aku berupaya merebus kedinginan kita, padahal kau.. kau justru tetap saja memilih tuk membeku.
Sedang aku? Aku kian mendidih. Layaknya menyulut hangat pada kebasian yang coba kutanak, kau masih saja nyenyak. Sementara aku? Aku hangus terbakar rindu.
*Sebuah puisi yang mengumandangkan tentang kefanaan merebus kedinginan sikap. ~DEDINESIA