~Happy Reading~
Pagi yang cerah. Langit yang berwarna biru yang khas. Matahari menyapa dengan senyum lebar pagi ini. Lain halnya dengan seorang gadis berambut panjang kecoklatan itu. Dengan berbalut selimut tebal warna putihnya, ia masih saja sibuk bergelut dengan mimpinya. Entahlah apa yang dipikirkan gadis itu. Padahal matahari sudah akan naik dan menerangi setiap bagian bumi ini.
Setelah lima belas menit ia mengumpulkan nyawa untuk bangun, akhirnya ia bangun dan langsung bergegas untuk mandi. Sekitar setengah jam berlalu, ia pun sudah siap dengan seragam sekolah lengkap dengan dasi dan nametag yang bertuliskan namanya.
Zena J. Begitu tertulis di nametagnya. Zena Jovanka lebih tepatnya.
Zena pun segera bergegas ke dapur untuk sarapan. Ia merasa paginya cukup menyenangkan jadi dia tak ingin melewatkan hal penting seperti sarapan. Ia membuat sandwich dan segelas susu putih. Lalu memakannya tak butuh waktu lama.
Ia tinggal sendiri di rumah. Maksudnya tidak bersama orangtuanya. Orangtuanya masih utuh, tapi mereka sibuk bekerja di luar negeri. Dan hanya pulang sekali setiap bulan. Atau kadang tidak pulang. Dan itu membuat Zena sedikit kesal. Tapi ia merasa maklum, karena mungkin memang pekerjaan itu penting untuk orangtuanya. Tapi bukankah dirinya juga penting? Seharusnya orangtuanya lebih sering bersama anaknya bukan? Daripada bersama pekerjaannya. Entahlah.
Zena selalu saja merasa sepi ketika dirumah. Tidak ada kakak, adik, bahkan Zena tak mau ada asisten rumah tangga dirumahnya. Padahal bisa saja ia ditemani art nya. Rumah dengan bangunan yang tidak terlalu besar seperti kebanyakan orang, keluarga Zena lebih memilih membuat hamparan rumput yang lebih luas melebihi luas rumahnya. Zena pun menyukai itu. Karena kebetulan kamarnya menghadap langsung pada hamparan rumput itu. Membuat setiap paginya lebih semangat.
Selesai dengan semua kegiatan paginya, Zena pun langsung pergi ke sekolah nya. Tak jauh dari rumahnya. Jadi Zena memilih untuk berjalan kaki saja. Bukan karena ia tak ada kendaraan, hanya saja dirumahnya hanya ada mobil. Ia tak mungkin ke sekolah dengan mobilnya. Ia tak mau jadi pusat perhatian.
Jujur saja, dengan kesederhanaan Zena seperti ini pun, ia sudah bisa dibilang populer. Zena tidak pernah menunjukkan dirinya sebenarnya pada oranglain. Ia selalu berangkat sekolah jalan kaki padahal punya mobil sendiri. Ia tak pernah membeli tas tas mahal dan lebih memilih tas biasa. Dia juga tak pakai aksesoris serba mewah. Ia punya gaya hidup sederhana. Namun pada kenyataannya ia bukan dari keluarga biasa saja.
Kecantikannya yang membuat dirinya populer. Tidak hanya cantik, Zena juga salah satu siswi berprestasi di sekolahnya. Tak hanya pandai dalam akademik, ia juga pandai dalam nonakademik. Zena pernah mengikuti berbagai lomba kreatifitas siswa. Juga pernah mengikuti lomba musikal. Siapa yang tahu, sebenarnya ia pandai dalam bermain gitar. Ditambah suaranya yang manis saat bernyanyi. Ah bukankah itu sudah cukup untuk membuat dirinya populer?
Tentu, siswi seperti Zena tak lepas dari sorot mata lawan jenisnya. Cowok-cowok di sekolah Zena pun tak ada yang tidak mengagumi sosok Zena. Mereka semua menyukai Zena, walau tak semuanya. Sebagian mungkin hanya tau saja tapi tetap mengakui seperti apa Zena. Dimata mereka Zena seperti bidadari yang turun dari surga. Segudang prestasi. Cantik. Baik hati. Benar-benar hidup yang sempurna.
Namun siapa yang tahu, kehidupan pribadi seorang Zena? Ia tak bersama orangtuanya. Ia jauh dari orangtuanya. Tak pernah mendapat kasih sayang sebagaimana mestinya. Ia kesepian. Ia menjadi orang berbeda saat dirumah. Sering melamun dan bahkan ia sebenarnya sering menangis. Namun semuanya selalu Zena tutupi. Ia lebih ceria saat diluar rumah. Seakan hidupnya baik-baik saja. Seakan hidupnya benar-benar sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
"True Love" | I Trust You
Teen FictionKita ga akan tahu hari esok. Yang kita tahu, kita hanya perlu berusaha, berdoa, dan yakin Tuhan akan berikan yang terbaik untuk hambanya.