🧤 2; Dompet.

19 4 6
                                    

Dara duduk dipinggir lapangan basket sambil menjaga tas milik beberapa temannya. Dari rumah tadi ia sudah membawa baju ganti. Hari ini ia menunggui Reiki eskul basket.

Karena hari ini Dara tak membawa kendaraan ke sekolah ia menunggu Reiki untuk numpang pulang mengingat mereka satu komplek. Sebenarnya ia bisa saja membawa mobil kesekolah, tapi masalahnya ia sedang malas mengisi bensin. Dasar pemalas!

"WOY! KALIAN KAPAN SELESAINYA, SIH?" teriaknya kesal. Ia sudah menunggu dua jam lamanya, tapi mereka tak selesai-selesai.

"sabar kali, Dar." sahut Rion.

Arion Dirgawano, dia adalah ketua tim basket. Ia memang pecinta basket. Menurutnya basket adalah hidupnya, tiada hari tanpa basket.

"sabar tros sampe sukses!" gumam Dara kesal.

"gausah ngedumel, ini udah selesai kok." ucap Reiki lalu mengambil handuk kecil.

Senyum Dara mengembang. Akhirnya ia sudah tidak menunggu lagi. Ia sampai lapar menunggu cecunguk satu itu.

"lo ngapain sih niat banget nunggu gue?" tanya Reiki lalu ikut duduk disamping Dara.

Dara tak langsung menjawab, ia melihat anak basket lainnya. Ada yang berbincang-bincang, ada yang masih main basket, ada juga yang tidur dipinggir lapangan karena lelah.

"mau nebeng," jawab Dara masih menatap sekeliling.

"nebeng?" tanya Reiki.

Dara menoleh lalu mengangguk. Ekspresi Reiki langsung berubah, ia menggaruk lehernya.

"sorry, gue gak bisa nebengin, Dar." ucapnya, Dara mendelik sampai matanya hampir keluar.

Jadi ia menunggu sia-sia? Selama dua jam ia duduk sampai bokongnya mati rasa, itu tak berguna?

"why?" tanyanya.

"em.. Gue ada janji sama Nadine," jawabnya.

Dara menghembuskan nafas lelah. Baiklah kalau menyangkut Nadine, Dara mengalah. Nadine atau biasa dipanggil Dine, dia adalah kekasih Reiki.

Dara sangat ingin Reiki membatalkannya dan mengantarnya pulang, tapi ia tahu Dine pasti akan kecewa.

"kenapa gak bilang dari tadi, sih? Kalo tau gitu gue gak akan nungguin elo sampe pantat gue mati rasa. Dan pasti gue udah sampe rumah dan rebahan sekarang. Dasar!" omelnya. Walau disini Reiki tak bersalah, namanya juga Dara gak bisa ngalah.

"kan lo gak nanya, Dar. Besok deh gue tebengin," ucap Reiki merasa bersalah.

"hm. Buruan berangkat nanti Dine nungguin, cewek gak suka nunggu." Ujar Dara.

"siap bu bos!" Reiki mengambil gerakan hormat.

Dengan segera Reiki dan Dara berjalan ke gerbang bersama. Ada beberapa hal tidak penting yang mereka bicarakan.

"yaudah, gue duluan ya, Dar." ucap Reiki. Dara hanya mengangguk lalu tersenyum.

Setelah Reiki tak terlihat dimatanya ia mdndengus kasar. "Reiki, Reiki, kenapa gak bilang dari tadi coba? Gak tau apa badan gue pegel semua minta gulat ama kasur? Untung temen, kalo kagak gue sepak lo ke spanyol!"

Dara ngedumel sambil terus berjalan. Dara mendongak menatap langit yang mulai menggelap, lalu kembali menatap jalanan yang sudah sepi.

"udah lama gak jalan kaki," gumamnya.

"jalannya masih sama, tapi rasanya udah beda. Gak kaya dulu," gumamnya lagi.

Ia meremas tali pada tasnya. Matanya melihat sekeliling, tak ada bedanya dari beberapa waktu lalu. Waktu-waktu dimana dia sangat bahagia.

BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang