Part 8 - For the first time

275 118 10
                                    


Kenangan pahit yang telah kamu lewatkan. Cukup dijadikan kenangan dalam hidup untuk menjadi lebih baik.

***

Gavin berjalan mengendap-endap seperti maling seiring kakinya melangkah di koridor menuju tangga. Matanya melirik sekitar untuk memastikan bahwa keadaan aman. Cowok itu berniat untuk bolos sekolah karena pelajaran hari ini menurutnya sangat membosankan.

Gavin semakin mempercepat langkahnya saat perasaannya mulai tidak enak. Cowok itu buru-buru sembunyi di balik dinding ketika melihat guru Sejarah sedang berjalan di ujung koridor.
Ia menghembuskan nafas lega karena guru itu tidak melihat dirinya karena sibuk dengan buku-buku yang berada digenggamannya.

Cowok itu kembali melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Ia telah sampai di lantai dua. Senyumannya mengembang ketika menatap meja guru piket kosong. Akan mudah untuk melancarkan aksinya.

Gavin berlari kecil menuju kelas Aletta. Ia berniat mengajak gadis itu bolos sekolah tanpa berpikir resiko apa yang akan ia dapatkan.

Cowok itu berdiri di balik dinding dekat kelas Aletta. Tangannya mengambil ponsel di saku celana dan segera menelfon gadis itu.

Di lain sisi,

Aletta sedang mencatat sesuatu yang ada dipapan tulis. Gadis itu terlalu fokus bahkan sampai tidak menyadari dering ponselnya sendiri. Arin yang berada disampingnya langsung menyenggol lengannya.

Aletta menoleh, menatap Arin penuh tanya.

"Handphone lo daritadi bunyi, Ta. Buruan angkat dulu berisik banget!" Aletta menatap ke arah papan tulis. Ia dapat menghembuskan nafasnya lega saat guru itu tidak menyadari kebisingan yang dibuat olehnya.

Aletta mengambil ponsel di kolong mejanya. Matanya memelotot kaget saat melihat nama yang muncul di layar.

Kak Gavin

Aletta bimbang. Gadis itu tidak tahu harus mengangkatnya atau tidak karena ia sedang melangsungkan kegiatan belajarnya. Sama sekali tidak berpikiran untuk memainkan ponselnya saat sedang seperti ini.

Layar ponselnya kembali mati. Ia kembali menyalakan dan menghela nafas lega karena panggilan masuk itu telah berakhir. Tangan Aletta menaruh ponsel itu kembali dengan posisi yang sama seperti tadi.

Gadis itu kembali fokus. Menyatat apa yang ada di papan tulis. Beberapa teman sekelasnya menoleh ke arahnya saat dering ponsel itu kembali terdengar lagi.

Ia berdecak sebal saat nama Gavin kembali muncul di layar.

Dia mau ngapain sih.

Gumamnya dalam hati dengan kesal.

"Suara handphone siapa itu, berisik banget!"

Aletta dan Arin menoleh bersamaan. Saling memandang satu sama lain dengan mata yang penuh teka-teki. Perlahan, Aletta menjulurkan tangannya ke atas seraya menatap guru disana dengan perasaan takut.

"P-papa saya nelfon, Bu." Jawabnya gugup dengan kepala yang menunduk. Ia meringis pelan karena telah berbohong.

"Cepat sana keluar, angkat telfonnya!"

Dear, Gavin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang