Part 4 - Jatuh dan bangkit

386 127 11
                                    


Jatuh itu,
bukan tentang sakitnya saja.

***

"Jus strawberry satu ya, Bu."

Aletta mengeluarkan uang dua puluh ribu dari saku seragamnya. Ia menggigit bibir bawahnya saat perasaan takut kembali datang. Kakinya bergetar, ia bergerak tidak nyaman dengan perasaan was-was.

Aletta belum terbiasa. Ia masih merasa takut dan panik di keadaan ramai seperti ini. Apalagi jarak tempat duduk teman-temannya lumayan jauh dari tempatnya membeli minuman.

Duh, gimana ini.

Aletta panik bukan kepalang melihat Gavin berjalan mendekat ke arahnya. Ia menunduk dan berharap agar Gavin tidak melihatnya.

Namun naas, harapannya tidak terpenuhi. Cowok itu bahkan sudah berdiri tepat disampingnya dan dengan sengaja memaju-majukan wajah membuat Aletta gugup setengah mati.

Kaki Aletta benar-benar melemas. Ia butuh teman-temannya untuk membawanya pergi darisana juga. Aletta seperti ingin pingsan. Kakinya benar-benar melemas.

"Neng, ini jusnya."

Aletta bernafas lega. Dewi fortuna sedang memihak kepadanya. Ibu-ibu kantin itu telah menyelamatkan dirinya dari Gavin. Meskipun ia tahu cowok itu tidak akan berbuat jahat.

Namun jika diserang oleh tatapan seperti itu bagaimana ada yang baik-baik saja?

"Ini uangnya, bu. Ambil aja kembaliannya."
Aletta buru-buru berbalik badan tanpa menatap Gavin dan berjalan cepat menuju tempat teman-temannya duduk.

Sampai disana, Aletta segera duduk. Ia menoleh ke tempat tadi dirinya membeli minuman. Masih ada Gavin disana sedang menatap ke arah sini. Aletta menggelengkan kepalanya. Ia berusaha menetralkan nafasnya yang masih tidak beraturan.

Aletta sadar ketiga temannya menatapnya aneh sejak ia menjatuhkan bokongnya disini.

"Kenapa sih lo ta?"

"Ngeliat apaan?"

Tanya Arin dan Rana bersamaan. Melihat Aletta yang bersikap aneh, jelas saja mereka kebingungan. Sifat Aletta biasanya lebih men-dominasi ke sifatnya yang kalem, dan sekarang tidak bisa dibilang seperti itu lagi.  Gadis  itu bergerak tidak nyaman ditempat duduknya dan terus menerus menoleh seperti memastikan sesuatu.

"Aletta!"

Gadis yang dipanggil langsung terkejut. Lagi-lagi seperti hari-hari kemarin. Ia menjatuhkan garpu diatas meja. Ia melihat garpu tersebut dan beralih menatap ketiga temannya yang menatapnya dengan khawatir.

Bibirnya terkatup rapat. Rasanya semakin tidak bisa mengeluarkan kata-kata saat garpu itu telah diangkat  oleh  orang  yang  sekarang sedang berdiri disamping Aletta dan juga Arin. Kedua gadis  itu  bertatapan  satu  sama  lain. Aletta mencoba berbicara kepada Arin dengan bahasa  mata  dan  alisnya  yang  digerakkan.
Namun, temannya itu tidak mengerti. Ia malah menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Aletta yang terlewat aneh.

"Sama-sama, Aletta."

Gavin tersenyum simpul menatap gadis yang masih terdiam kaku. Ia menaruh garpu itu di atas meja kemudian berlalu darisana menuju tempat teman-temannya yang sudah memanggilnya dengan tidak sabar sejak tadi.

Dear, Gavin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang