Ben, It's You?

51 6 4
                                    

Playlist : Alesso - Remedy.

🍂🍂🍂

Ainsley menggeliat, seluruh badannya terasa sakit dan kepala sedikit pusing. Ia mengerjapkan mata beberapa kali sebelum mengamati sekitar. Wanita itu segera mengangguk pelan setelah sadar bahwa ternyata ia sudah berada di apartemennya. Ia meraba tempat tidur namun tidak ada tanda-tanda kehadiran Marc di sampingnya. Wanita itu mencoba bangkit lalu mengecek ponsel, berharap ada pesan dari Marc, namun nihil. Sekali lagi ia mengedarkan pandangan dan mengecek nakas namun tak ada note atau apapun yang Marc tinggalkan untuknya. Ia mengernyit.

Dengan susah payah, ia mencoba untuk beranjak dari tempat tidur. Ia mengutuk dirinya sendiri yang dengan bodoh menenggak terlalu banyak sampanye semalam. Perlahan Ainsley berjalan menuju kamar mandi setelah sempat meminum segelas air, menyalakan keran pada bathtub, menuang dua tetes minyak aroma terapi dengan wangi lavender ke dalamnya. Sembari menunggu air dalam bathtub penuh, ia menatap pantulan dirinya di dalam cermin dan mendapati penampilannya begitu buruk pagi ini. Ainsley mengusap wajahnya kasar. "Ini gara-gara kau, Ben!"

Ainsley mulai menanggalkan piyamanya dan tersadar bahwa pakaian yang ia kenakan saat ini sudah berbeda dengan bajunya semalam. "Jadi Marc menelanjangiku semalam?" Ia terkejut, dan semakin tercengang mendapati dadanya yang tidak tertutupi oleh bra. Sontak ia menutup kembali piyama yang dikenakannya. "Ya Tuhan. Dia benar-benar menelanjangiku. Apa dia meniduriku juga saat aku mabuk?" Dadanya berdebar, nafasnya memburu. Antara malu dan geram, namun Ainsley merasa pipinya memanas. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil tersenyum tipis.

Ainsley membuka piyamanya lagi juga meloloskan celana dalamnya lalu masuk ke dalam bathtub, menenggelamkan badan pada air hangat yang seolah memijat lembut tubuhnya, menghirup dalam-dalam wangi lavender pada air. Ia merasa jauh lebih rileks sekarang. Bayangan tangan kekar Marc yang perlahan menelanjanginya, tubuh Marc menindihnya, dan bibir lelaki itu mencium tubuhnya membuat Ainsley bergidik. Namun yang terasa aneh adalah ia tak merasakan sedikitpun sisa-sisa hubungan intim dari bagian bawah tubuhnya. Seolah tidak terjadi apapun. Apa Marc tak memasukkan juniornya ke dalam? Juga, kenapa dia tidak ada di sini sekarang? Ainsley berpikir keras namun tak ada satupun jawaban yang ia dapat.

Wanita itu tengah memijat lembut pelipisnya saat terdengar dering ponsel dari dalam kamar. Namun ia tak menghiraukannya. Ia meraih botol shower gel lalu menekannya keluar sedikit dan mengusapkannya pada tubuh. Gerak tangannya meneliti setiap inci tubuhnya dan geraknya terhenti pada perut untuk beberapa saat, air matanya menetes. "Kenapa aku tidak bisa memiliki keturunan? Apa ini alasan Ben pergi dariku?" Seketika ia teringat Benjamin Evrard, membuat bayangan Marc menguap begitu saja. Ainsley menyandarkan kepalanya pada tepian bathtub, menghirup napas dalam lalu mengeluarkannya berharap rasa hancurnya ikut keluar dan terbuang bersama karbon dioksida. Namun ternyata tidak. Ia menegakkan tubuhnya lalu meraih shower untuk mencuci rambut. Setelah itu dia membilas tubuhnya, keluar dari bathtub dan meraih jubah mandi.

Ainsley berjalan ke luar kamar mandi, melewati meja rias dan berniat menuju nakas untuk mengambil ponselnya. Namun langkahnya terhenti saat menyadari sesuatu. Ia berbalik badan dan terkejut. Ia membulatkan mata, perlahan wanita itu berjalan menuju meja rias namun fokusnya terus menuju kursi yang ada di sana. Jantungnya berdetak lebih kencang saat ia mencoba meraih benda yang ada di atas kursi. Ainsley itu benar-benar tidak percaya dengan apa yang ditemukannya. Ia mendekatkan benda itu pada hidung, lalu menghirup aromanya dalam-dalam. Aroma yang sangat ia rindukan. "Kenapa jas milik Ben ada di sini?" Ia mengernyit. Ainsley lantas teringat akan ponselnya yang berdering beberapa waktu lalu, ia segera menuju nakas dan meraih ponselnya.

Setelah membuka ponselnya dan mendapati dua panggilan tak terjawab dari Michel Evrard, Ainsley memijat pelipisnya. "Apa yang harus aku katakan padanya?" Mau tak mau Ainsley harus menelepon balik. Ia menekan tombol panggil dan menunggu jawaban dari sang pemilik nomor.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Remembering His Fragrance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang