Malam itu

194 13 0
                                    

     Setelah selesai jam makan malam, Sesil keluar kamarnya. Dia memang sengaja tidak ikut malam bersama dengan keluarganya. Gadis berambut gelombang dan berkulit putih bersih itu menuruni anak tangga dengan membawa amplop coklat di tangannya. Dia menuju ruang tamu, karna setelah makan malam keluarganya akan berkumpul di sana. Dari kejauhan dia melihat ketiga orang itu sedang tertawa bahagia, tanpa dirinya. Benar-benar keluarga bahagia dalam hatinya.

"Eh, cila.. kemari sayang" ucap Maya, wanita yang berusia 32 tahun itu dengan lembut dan senyum takkalah melihat putri satu-satunya berdiri memperhatikan mereka. Sedangkan papa dan adiknya sesilia menoleh sambil tersenyum

Gadis itu mendekat.

"ini" kata sesil sambil menyerahkan amplop coklat itu kepada papanya. Bima mengambil amplop itu lalu membaca isi surat tersebut.

"cila, kamu dapat surat panggilan lagi?" Tanya Pria berusia 38 tahun itu pada putri satu-satunya. Rahangnya yang tegas serta suaranya yang agak meninggi menandakan dia sedang menahan emosi.

Maya yang tadinya membantu putranya mewarnai buku kini menoleh.

"ia" jawab sesilia cuek.

"Sekarang masalah apalagi? Masih kelas 1 ini sudah surat panggilan ketiga yang papa terima. Kapan kamu berubahnya cila? Kamu itu bukan anak-anak lagi" kata bima, dengan intonasi suara yang tinggi, dia benar-benar tidak habis pikir dengan putri satu-satunya itu.

Sedangkan sesilia terkejut, dan munutup matanya. Menahan buliran air itu jatuh. Sungguh dia tidak bisa di bentak.

"sabar pa, jangan bentak cila" kata maya menenangkan suaminya.

"aku sudah tidak bisa sabar lagi ma, anak ini sudah keterlaluan. Dia buat temannya masuk rumah sakit. Kenapa kamu bertengkar cila?!" Tanya bima lagi

Sedangkan sesil hanya menunduk, tidak berani menatap sang papa.

" JAWAB PAPA BILANG!!" kata bima lagi dengan suara yang lebih tinggi.

Air mata yang mati-matian ditahan sesil kini mengalir dengan derasnya.

"cila gak sengaja dorong Sonia pa,hiks.. dia hina cila. Dia bilang cila anak manja" kata sesilia dengan air mata dan seenggukan

"kamu itu memang anak manja yang tidak tau diri, kamu sudah dewasa tapi tetap saja buat masalah. Papa benar-benar akan hukum kamu kali ini. Papa akan masukan kamu ke asrama" kata bima berapi-api.

"PAPA!" protes maya.

" mama tidak usah bela anak ini. Dia memang harus di hukum" kata bima lagi

"papa cila janji gak akan nakal lagi, cila janji akan jadi anak baik pa.. tapi tolong jangan masukan cila ke asrama pa.. hikss.. hiks.. cila enggak mau. Cila takut jauh dari mama dari papa" kata sesilia berurai air mata.

"iya pa, janan macukan kak cila keaslama pa. fael ndak mau kak cila sendirian pa" kini bocah laki-laki berumur 4 tahun itu turut bicara. Ikut memohon kepada papanya agar sesil tidak di masukan ke asrama.

" Diam lo, gak usah sok baek deh.. inikan yang lo mau.. iya kan fael. Lo uda berhasil rebut mama dan papa dari gue, puas lo sekarang" kata sesil berapi-api kepada adik satu-satunya.

"CILA" bentak bima.

"apa pa? cila benar kan. Kalian itu uda gak sayang sama cila. Kalian cuman sayang sama fael kan. Harusnya papa ngerti kenapa cila lakuin kenakalan ini, harusnya papa bujuk cila. Bukannya marah kayak gini" kata sesil sambil menangis. Mengeluarkan semua uneg-unegnya.

"cukup cila, kamu itu bukan anak-anak lagi. Kapan sih kamu dewasa?" bima frustasi. Putrinya itu sangat membenci adiknya karena katanya mereka tidak menyayangi sesil lagi. Padahal kasih sayangnya dan maya begitu adil terhadap sesil dan Rafael. Hanya saja sesil yang menjauhkan diri dari mereka.

" gue benci banget sama lo" kata sesil kuat sambil mendorong Rafael.

Sedangkan anak laki-laki itu terjauh ke lantai sambil menangis.

Maya kaget, dan langsung menghampiri Rafael.

PLAK..

Satu tamparan mmendarat di pipi mulus sesil. Gadis itu terpaku. Memegang pipinya yang terasa panas dan perih. Sungguh. Tapi lebih perih luka di hatinya. Sesil menatap papanya. Yah pria itu yang sudah menampar sesil.

Tanpa berkata apapun gadis itu berlari menuju kamarnya.

Mengunci pintu kamar itu, dan langsung menangis terseduh-seduh. Untuk pertama kalinya papanya menamparnya. Bahkan sesil tak pernah di bentak. Tapi kali ini dia benar-benar merasa sakit.  Pipi dan hatinya.

****

"Ada lagi yang belum masuk sayang?" Tanya maya kepada sesil.

"Uda semua." Jawab sesil sambil mengamcing kopernya. Yah. 3 hari setelah tragedy malam itu, keputusan bima sudah bulat. Saat ini sesil dan maya sedang packing, karna besok sesil akan di antar ke sekolah barunya.

"ma.. cila mohon.. bilangin papa supaya cila gak dimasukan ke asrama. Cila gak mau ma.. cila takut hiks.. hiks... Cila ga bisa jauh dari mama dan papa" kata sesil sambil menangis.

"mama uda bujukan papa kamu beberapa hari ini sayang. Tapi keputusannya sudah bulat. Cila tenang aja yah.. kamu gak asrama kok sayang kamu cuman pindah sekolah aja" kata maya sambil memeluk buah hatinya itu.

"mama serius?" kata sesil. Kini gadis itu sudah berhenti menangis.

Maya mengangguk sambil tersenyum. Agar putrinya tidak merasa khawatir lagi.

"iya sayang, tappi kamu tidak akan tinggal di Jakarta" kata maya lagi.

Sesil menekuk wajah lagi. Pikirnya hanya akan pindah sekolah aja.

"hey sayang jangan sedih.. kamu akan tinggal sama oma di Bandung, dan kamun akan sekolah di sana smapai tamat." Kata maya lagi

" sama aja ma.. cila bakalan jauh dari kalian. Cila gak mau ma.. cila mohon" kata sesil memelas.

"itu uda keputusan papamu sayang, untuk saat ini biarlah ada jarak antara kamu dengan fael. Biar ada rasa rindu di hatimu terhadap adikmu sayang" kata maya lembut.

" tapi ma.."

"uda yah, jangan sedih lagi... sekarang kamu tidur.. besok kita akan berangkat ke bandung" potong maya.

Sesil hanya mengangguk pasrah lalu berbaring. Maya mengecup kening putrinya itu.

Mama sayang kamu, gumamnya.


÷÷÷÷÷÷÷
Hollaa... terimakasih sudah mampir..
salam dari aku yg masih amatiran.. jangan lupa votcom and share nya:)

Cinta Yang Tak SampaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang