Happy reading :)
Berlahan-lahan matahari mengembunyikan diri, tepat pukul 18.00wib, suara lonceng gereja yang berada tidak jauh dari tempatnya bergema menyadarkan sesilia dari lamunannya. Sekarang dia sudah berada di Bandung, di rumah omanya. Sesilia sedang duduk di balkon kamarnya, menikmati senja hari di iringi angin yang menggoyang-goyangkan anak rambutnya. Suasana yang sangat menenangkan berbanding terbalik dengan suasana hati sesil. Dia sangat marah, sedih, takut, serta kecewa. Dia hanya memandang menara gereja itu tempat dimana lonceng itu berbunyi, gereja itu kelihatan sudah tua. Dia memandang tempat yang jarang di kunjunginya itu dengan tatapan kosong.
Tok.. tok.. tok..
"cila mama sama papa mau pulang, ayo kamu gak mau antar sampai depan?" kata maya menghampiri putri satu-satunya itu.
"ma.. cila mohon bawa cila kembali ke rumah,cila janji gak akan bikin ulah lagi" mengalir lah sudah air mata yang dari tadi di tahan sesilia.
" hussst... anak mama uda gedek loh, knapa nangis gini. Uda yah sayang.. jangan sedih, cila kan gak di asrama. Disini ada oma sama opa yang bakal temani cila. Jadi cila gak usah takut." Kata maya membujuk putrinya.
Bagaimanapun dia seorang ibu, dia yang melahirkan sesilia. Hatinya tidak akan pernah kuat melihat putrinya ini sedih. Hanya saja, ini adalah cara yang cukup untuk membuat sesilia menjadi anak yang lebih dewasa.
"mama janji setiap libur, mama akan datang" katanya lagi sambil mendekap sesilia.
Cup.. maya mengecup pelipis purtinya.
"sudah jangan nangis laagi.. ayo.. nanti mama dan papa kemalam loh sampai di Jakarta"
Akhirnya sesilia menghapus air matanya, lalu berdiri dan mengekori maya dari belakang.
Sesampainya di pintu utama, sudah ada oma, opa, papa, dan Rafael.
"papa pulang, kamu baik-baik di sini. Jagain oma sama opa, belajar yang rajin yah sayang." Kata bima sambil mengecup kening sesil.
Sementara sesilia hanya diam.
'papa janji akan datang setiap libur" kata bima lagi
Bima dan maya bergantian memeluk sesil. Kini giliran Rafael..
" uda kan, mama sama papa hati-hati yah.. sesil capek mau istirahat" katanya berbalik menuju pintu masuk.
"cila, fael mau peluk kamu tuh" kini oma sesilia turut bicara.
Cila berbalik, menatap adik satu-satunya itu. Rafael tersenyum melihat sesil dengan penuh harap akan mendapatkan satu pelukan hangat dari kakaknya tersebut. Karena selama ini sesil enggan bersikap baik kepada Rafael. Kerap kali hanya prlakuan kasar.
Sesil memeluk Rafael.
"lo jangan buat mama sama papa susah" kata sesilia
"siap kak, kak cila jangan nangis teyus yah. Jelek" kata Rafael
Sebenarnya Sesilia ingin membalas candaan adiknya tersebut namun ego nya lebih besar jadi di segera melepaskan pelukannya dan memalingkan wajah.
"kalian hati-hati yah bima, kalau lelah berhentilah di pom bensin, jangan terlalu maksa" kata opa sesil.
"iya pa, kami permisi yah " kata bima sambil mencium tangan kedua orangtuanya, disusul oleh maya dan Rafael.
Akhirnya bima, maya, dan Rafael berangkat kembali ke Jakarta.
sesilia bersama oma dan opanya sedang duduk di meja makan. Cila yang memang sudah kelaparan karena tadi siang tidak ikut makan siang bersama sesampainya di bandung dan memilih untuk istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Tak Sampai
RomanceIni tentang dia, cinta pertama yang tidak akan pernah kumiliki, karena bagaimanapun aku tidak akan bersaing dengan Tuhan.