Kesan pertama

15 1 0
                                    

 Sepatu dengan merk ternama seharga jutaan rupiah bergerak menelusuri koridor asrama, menciptakan suara bising sebab derap langkah. Ia melangkah dengan angkuh mempermainkan orang-orang sepanjang koridor yang menatapnya aneh dan tidak dipungkiri sedikit terbesit kagum. Bagaimana Mika tidak ditatap aneh ketika ia menggunakan kemeja flanel dan celana jean ketat diantara santri yang tidak jauh-jauh dengan baju koko dan celana bahan hitam atau sarung. Dugaan Mika benar kan, semodern apapun pesantren yang didirikan Abu Hasan tetapi saja pesantren adalah pesantren.

 "Mika!" seruan Nizam membuat Mika memilih berlari. Bermain-main sedikit tidak masalah kan?.

 Nizam awalnya melongo kebingungan apa yang membuat sepupunya lari sebelum ia mengejar Mika. Meski berlari, Mika menengok ke belakang mengejek Nizam. Memang benar apa yang dikatakan ibunya Mika kalau anaknya itu hanya berpenampilan garang padahal terlalu kekanakan untuk menjadi dewasa.

 Mika berlari tak tahu arah, ia hanya mengikuti koridor yang menuntunnya. Selama berlari, entah berapa banyak orang yang tersenggol maupun hampi tersenggol. Seharusnya Mika sedikit santai karena Nizam bahkan sudah tidak terlihat dari belakang. Lehernya ia naikkan mencari-cari ruangan yang kira-kira bisa ia pakai bersembunyi. Bisa saja Nizam yang tidak kelihatan itu tiba-tiba ada di hadapannya karena tahu jalan. Dan bingo! Ia menemukan ruangan di ujung koridor dengan pintu sedikit terbuka.        

 Tanpa pikir panjang ia memasuki ruangan itu dan menutupnya rapat-rapat. Tubuhnya merosot dengan napas terengah, belum sampai tubuhnya menyentuh lantai, suara perempuan segera mengintrupsinya bangkit lagi. Ada apa lagi sih?.

 "Antum siapa?" tanya seorang gadis yang memangku gitar dengan gugup. Mika baru sadar yang ia masuki adalah ruang musik. Dia sedikit bersukur, setidaknya ia diperkenalkan ada ruang musik untuk menyalurkan hobinya. 

 "Hei! pencuri ya?" tuduh gadis itu. 

 "Bukan! kamu enggak lihat saya serapih ini dan kamu panggil pencuri" ucapnya tidak percaya.

"Saya siswa baru di sini atau santri mungkin ya nyebutnya ..." ada jeda sebentar, matanya bergerak membaca papan nama yang dicatut di jilbab sebelah kiri namun ada kesalah pahaman membuat gadis itu menyilangkan tangannya di dada, melindungi diri. 

 "Cabul" gumamnya. 

 "Bukan begitu! aku baca nama kamu, Dinamara" jelasnya, jika ini terjadi di sekolah lamanya mungkin Mika akan dengan senang hati mengacau dengan memaki gadis itu. 

 Dinar bergegas bangkit, menyimpan gitarnya asal dan bergerak menuju pintu membuat Mika panik. Ia pikir Dinar akan melaporkannya dengan tuduhan pencuri seperti yang gadis itu sebutkan tadi. Mika menahan pintu yang akan Dinar buka membuatnya menggeram. 

 "Minggir!". 

 "Elo mau ngapain?" tanya Mika mempertahankan pintu yang ia tahan. 

 Dinar jadi kesal "Kamu yang ngapain?!" masa bodoh dengan berbicara lembut.

 "Elo mau ngelaporin gue kan?". 

 "Suudzon!". 

 "Terus ngapain elo cepet-cepet keluar?". 

 Dinar mendesis, laki-laki di hadapannya ini menyebalkan. Ia berjanji tidak akan kenal dengan laki-laki ini. "Cepetan buka" paksa Dinar, awalnya ia akan menjelaskan kenapa mereka tidak boleh ada lawan jenis di ruang yang sama karena bisa menimbulkan fitnah tapi ia urungkan, kelihatannya Mika adalah tiap orang yang tidak bisa mendengar nasihat.

 "Diem dulu, gue lagi sembunyi". 

 Dinar terbelalak, yang memiliki masalah adalah dia kenapa dia ikut terseret. Dinar semakin panik untuk semakin lama di ruang musik. Meskipun katanya dia adalah santri baru bagaimana jika ia dilaporkan ke komisi disiplin. Kan tidak lucu saat biasanya ia mengadili berubah menjadi diadili. 

Lost In PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang