Diganggu

7 1 0
                                    

Kelas sudah lumayan ramai ketika Dinar tiba di kelasnya, hari ini ia tidak berangkat bersama Raina karena ada urusan terlebih dahulu dengan jajaran kesiswaan. Dinar tidak baik-baik saja, setibanya ia di kelas terus bergerak gelisah dah sebentar-sebentar melirik barisan ikhwan yang bersebrangan, mencari-cari sosok Nizam yang kebetulan datang lebih lama.

“Heh!” teriakan Raina tidak hanya mengagetkannya tetapi juga beberapa orang lain yang membuatnya disoraki. Raina hanya tertawa dan beralih kembali pada Dinar yang tidak bisa diam.

“Bisa diem enggak?” tegur Raina, sedari tadi ia jengah melihat Dinar yang tidak sampai 5 menit bergerak terus. Ia menangkap Dinar sedang gelisah.

“Ada apa?” tanya Raina yang malah membuat gadis itu gelagapan. Maira yang duduk di sisi lain Dinar mulai kepo, gadis keturunan batak itu memerhatikan wajah Dinar dekat sekali.

“Maira! Kedeketan!” protes Dinar yang membuat Maira menjauhkan tubuhnya sambil terkekeh.

“Maafkan aku! lagian kau ada apa gerangan hingga senggol ke sana, senggol ke sini, lama-lama senam maumere lah kau!” ucapan Maira dengan logat Medan yang khas membuat siapapun yang mendengarnya geli.

“Tak tahu lah dia ini!” Raina menirukan cara bicara Maira.

“Lagi naksir ya kau sama ikhwan? Tengok-tengok ke sana terus” Dinar makin kelabakan, ia sekarang diperhatikan oleh seisi kelas apalagi laki-laki yang duduk di barisannya menengok padanya. Maira ini memang mulutnya tidak bisa dikontrol, sudah suaranya keras, ucapannya tidak masuk akal pula. Sudah pusing, makin pusing.

“Enggak! Siapa yang naksir siapa!” sangkal Dinar yang malah membuat teman-teman sekelas semangat menggodanya.

Euleuh, euleuh, Dinar bogoh sama siapa” goda Intan dengan logat sunda yang kental.

“Kamu naksir yang mana?” Dinar melemparkan pelototannya pada Raina yang ikut menggodanya.  Dinar memasang wajah cemberutnya, jika ia berada di antara Raina dan Maira siap-siap saja dirinya menjadi bahan olokan.

Assalamualaikum” salam milik Nizam membuatnya dan seisi kelas menengok ke arah pintu. Hari ini, Nizam tidak datang sendiri melainkan ada sosok lain di belakang Nizam yang memasang wajah angkuh. Dinar mendesah, kenapa pula laki-laki itu ada di kelas yang sama dengannya.

Waalaikumsalam”.

Nizam berjalan menuju tempat duduknya seraya menyimpan tas ranselnya tapi Mika malah bertingkah dengan menatap satu-satu wajah teman sekelasnya dengan tatapan angkuh. Nizam mendengus, ia baru tahu bahwa selain Mika narsis juga pencari perhatian.

“Mika, ini tempatmu” ucap Nizam malas.

Mika menyeringai ketika menemukan wajah yang tak asing sedang menatapnya, perempuan di ruang musik yang namanya Dinamara “Kamu yang kemarin kan” ucapnya membuat Dinar tersentak. Sekarang orang-orang menatapnya heran. Dinar meringis, manusia narsis ini ternyata nekad juga.

“Yang kemarin ada di-“.

“Mika duduk” Mika menurut dan duduk di tempatnya, menyisakan pertanyaan di benak orang-orang apa hubungannya antara Mika dan Dinar.

“Kenal?” tanya Raina yang langsung dibalas gelengan “Enggak, baru pertama kali lihat”.

Lalu seisi kelas mulai mendekati Mika tertarik, sebagian berkenalan dan sebagian memastikan rumor yang ia dengar. Bukan lagi jenis rumor bahwa ia adalah sepupu Nizam tapi rumor kalau dia berhasil menonjok seorang senior.

“Namanya Mika, kang?” Mika mengangguk saja, tidak berniat menanyakan namanya kembali.

“Kemarin akang nonjok senior beneran?” Mika lagi-lagi mengangguk sebagai respon dan orang-orang yang mengerubunginya mulai bersikap heboh. Seorang junior yang berhasil melawan senior bagai angin segar bagi para junior, meskipun tahun depan adalah tahun senior mereka tetapi tidak perlu disuruh-suruh lagi oleh mereka adalah hal yang menyenangkan.

Kemarin, setelah Mika menonjok wajah senior itu bukannya membalas malah belari tunggang langgang untuk melapor ke komisi disiplin. Pecundang, pikirnya. Hal biasa baginya merupakan hal tabu di sini. Jarang ada yang berkelahi sampai ada baku hantam, paling sering hanyalah beradu ucapan tapi tidak sampai seperti Mika. Alhasil ia berakhir di ruang sidang komisi disiplin bersama Kamal dan 4 senior.

“Kenapa kamu memukul Ridwan? Mau jadi jagoan kamu di sini?” dan sosok yang disebut Ridwan sedang mengaduh sambil dikompres pipinya, lebay.

“Dia menindas adik kelas, pak.”

“Panggil saya Ustaz, akhi. Memang perundungan macam apa sampai kamu memukul Ridwan?”.

“Dia menjegat kami dsn menyuruh Kamal membawakan makanan, mungkin jika mereka meminta baik-baik tidak akan disebut perundungan. Tapi mereka sambil mempermainkan sampai mencela saya” argumen Mika bagai orang liberal saja, padahal ia adalah pelaku perundungan di sekolah lama. Tak apa, ia harus bangun yang baik-baik baru ia bisa melancarkan aksinya.

“Benar, Kamalunniam?” Kamal yang daritadi diam hanya mengangguk dan membenarkan dengan suara lirih. Mika mendengus, Kamal ini mentalnya belum kuat.

“Ustaz, saya harap Ustaz paham kenapa saya memukul mereka karena perundungan dilarang juga kan di sini?” Ustaz dan beberapa orang yang mengadilinya tampak masih bergeming. Memikirkan ucapan Mika yang ada benarnya.

Mika menang meski harus menulis surat permintaan maaf kepada Ridwan dan pihak komisi disiplin akan menindak lebih lanjut tentang praktik perundungaan yang terjadi. Apes sekali nasib mereka, mereka yang melapor dan mereka pula yang terkena getahnya.

Orang-orang yang sedang mengerumuninya harus bubar saat Ustazah datang mengintrupsi sesi kenalan “Kembali ke tempat kalian, ikhwan. Kita akan kenalan sama santri baru di sini biar semuanya tahu. Kemari, akhi”.

Mika sih dengan senang hati memperkenalkan diri berhubung dia narsis “Nama saya Mikail Malik, tapi panggil saja dengan Mika. Saya asalnya dari Jakarta dan sebelumnya saya vokalis band” jelas Mika dengan senyuman manis membuat santriwati tersipu malu. Mika tampan dan sepertinya para ikhwan akan lebih susah meraih hati perempuan yang ditaksir.

“Sepupunya Nizam, ya?” Nizam mengangguk dari tempat duduknya.

“Berarti baru kenal Nizam ya? nah yang lain kena-“.

“Saya udah kenal selain Nizam kok, Ustazah. Saya sudah kenal Dinamara” kalimat yang Mika lontarkan tidak terduga, Dinar saampai menganga ketika teman-temannya menggodanya. Ia menatap tajam namun Mika malah merespon dengan senyuman tengil.

“Sudah, Nak Mika boleh duduk lagi. Sekarang kita mulai belajar” ucap Ustazah.

Mika tersenyum puas ketika Dinar masih melemparkan tatapan tajam padanya.

“Awas suka” Mika menggerakkan mulut tanpa suara membuat Dinar mendelik dan mengalihkan pandangannya ke papan tulis yang menyajikan angka-angka matematika. Ia punya mainan baru.

-

Lost In PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang