PART 4

19 3 2
                                    

Setibanya di rumah, ia diterror oleh kata-kata dari ibunda. Orang tuanya tak mengizinkannya berhubungan dengan sang kekasih, entah alasannya apa. Orang tuanya tak mengenal kekasihnya tetapi menuding dia sebagai orang yang tidak baik. Sedih hati, mendengar orang yang dicintai dibicarakan, dijelek-jelekan padahal bukan itu kenyataannya.

"Sekarang kamu masuk, tak perlu menemui dia lagi !" bentak ibunda
"Tapi aku menyayanginya" sargah gadis itu
"Kami lebih menyayangi kamu, kamu lebih menyayangi dia, bukannya membalas budi, kamu malah menyakiti kami" ucap sang ayah
"Jika kalian tak suka padaku, tak ingin mengurusku, merasa di repotkan, kenapa tak kalian buang saja aku dari sejak dulu?" Ujarnya sembari berlalu menuju kamar

Ucapannya memang tak baik, tapi mungkin ia jengah. Apa benar, orang tua selalu mengharapkan balasan dari apa yang sudah mereka berikan kepada anaknya ? Bukankah anak merupakan titipan tuhan, bukannya semua yang mereka lakukan dan berikan memang kewajibannya ? Tak pernah ada yang meminta mereka untuk merawatnya, bukan ?

Aku tahu, orang tua hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Tapi, apa pernah mereka menanyakan bagaimana perasaan anaknya itu ? Apa salah jika anaknya itu menyayangi orang lain ? Dan apakah menyayangi itu sebuah kesalahan ?

Hidup rumit, setiap orang di timpa masalah yang berbeda-beda, barangkali sama. Memang benar kita tak dapat menyalahkan tuhan, tapi siapa lagi. Kita selalu mengeluh tentang kehidupan, tanpa sedikitpun memikirkan kenikmatan yang sudah diberikan. Memang manusia egois. Bukankah sudah menjadi watak ? Setiap manusia memiliki rasa itu, ingin baik untuk dirinya sendiri, egois. Tapi semesta masih saja menyalahkannya.

Begitulah sifat manusia, selalu mencari pembenaran. Kadang harapannya kecil, tapi diberikan yang besar. Kadang keinginannya sederhana tetapi diberikan kemewahan. Ingin berhenti untuk mengeluhkan ini, tetapi hati terlalu lelah menghadapi.

♡♡♡

Ia menangis di dalam kamar itu, meluapkan segala rasa. Rasa kasihnya, rasa sayangnya sudah tak dapat ia kendalikan. Ia begitu menyayangi orang tuanya, tapi begitupun yang ia rasakan untuk sang kekasih. Egonya memaksanya untuk berlaku seperti itu. Ia tak ingin menyakiti siapapun, tapi keadaan membuat hatinya menjadi terluka.

Dia meraung, menjerit dengan kesesakan didada. Tak tahu mesti berbuat apa, tak tahu harus meminta tolong pada siapa. Hanya sendiri, hanya dirinya yang tersisa untuk dirinya sendiri, tak ada yang lain lagi.

Ia merindukan setiap kali candaan itu terlontar, ia merindukan debatan kecil yang diciptakan, ia rindu suaranya, ia rindu tatapan matanya, ia rindu hangat kata-katanya. Ia rindu padanya, pada yang terkasih, yang memberi dia jiwa setelah ia mati.

♡♡♡

Ya ampun saia mikir,saya mikir

Begitulah bacotan saia😅

Ga ngerti lagi wkwk

Semoga terhibur

Salam hangat

Anafa

CakraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang