Bagian 2 - Gagal Menghindar

2.7K 302 67
                                    

Langkah kita sudah sejajar, aku sudah tidak capek lagi mengejar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah kita sudah sejajar, aku sudah tidak capek lagi mengejar. Namun, kapan kamu akan melamar?



Atau ini hanya anganku saja yang berlebihan.

🌤🌤🌤

Hari ini tidak ada yang namanya menyapa Awan di balkon, membuatkan bekal, dan pergi ke rumahnya. Mentari masih bingung bagaimana cara berhadapan dengan Awan setelah kejadian semalam.

Mentari menutup rumahnya bersiap untuk berangkat ke kampus. Namun, didepan pagar rumahnya ada mobil Awan, Dia tengah tersenyum manis.

Bagaimana mau menghindar kalau yang dikejar seakan memberikan harapan. Mentari makin dibuat panas dingin dan gemetar, sepertinya ucapan Awan semalam tidak main-main.

"Mau bareng?" tanya Awan sambil tersenyum.

"Itu... anu... makasih, Mentari bisa naik ojek online," tolak mentari.

"Nggak usah sok jual mahal, cepetan masuk. Anak modelan lo gampang di culik," sahut seseorang yang tidak lain adalah Langit.

"Apa mau gue seret?" tanya Langit.

Rasanya Mentari ingin memplaster mulut Langit, galak banget habisnya. Lagian kok bisa Langit ada di mobil Awan bukannya biasanya mereka berangkatnya sendiri-sendiri?

"Ayo Mentari nanti telat," ucap Awan masih dengan senyumannya.

Mentari tidak bisa diginiin, senyuman Awan pasti bikin luluh. Sebebarnya ia sangat malas karena ada Langit disana. Tetapi, lumayan irit ongkos dan ia bisa bersama Awan. Mentari akhirnya masuk ke dalam mobil Awan.

"Abang Langit kok bareng Abang Awan?" tanya Mentari memastikan.

"Masalah buat lo."

"Hih, pantes enggak ada yang mau sama Abang Langit, makin hari makin galak."

"Mentari, mobilnya Abang Langit lagi dibengkel," sahut Awan masih fokus menyetir.

"Perasaan kemarin baik-baik aja."

"Habis bawa lo," jawab Langit.

"Apa salah dan dosa Mentari, apa-apa salah Mentari."

"Memang salah lo, lo berisik."

"Abang," relai Awan.

Mentari senyum mengejek ke Langit. Ia sangat heran mengapa dua laki-laki itu lahir di rahim yang sama, tetapi, memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Mungkin kalau Langit kurang wejangan.

Melihat ketenangan Awan dan Langit, Mentari terkekeh. Ia seperti putri di negeri dogeng dan sekarang tengah di kawal oleh dua pangeran tampan.

"Lo udah gila?" tanya Langit yang memperhatikan Mentari senyum-senyum sendiri.

"Abang Langit merhatiin Mentari ya?" tuding Mentari.

"Kerajinan."

"Ngaku."

Semesta Untuk MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang