Elite

1K 109 12
                                    

PRESENT. KAMPUS ELIT FLAMBOYAN, 12 TAHUN KEMUDIAN. PUKUL 08.00.

Sinar terik matahari menyambut Selfi saat melangkah keluar dari sebuah mobil Ambulance. Ia sampai harus memicingkan matanya, tak tahan dengan tirani sang mentari yang begitu menyengat.

"Gunawan, turun! Sudah sampai!"

Faul yang juga sudah turun dari mobil, menggedor-gedor bagian samping Ambulance itu. Menyuruh satu orang lagi yang menumpang dibelakang untuk segera keluar dari persembunyiannya.

"Bang Ridwan, apa gak bisa turunin kita di tempat agak jauhan? Kalo didepan gerbang begini, diliatin banyak orang. Malu!" Gunawan menjawab dari dalam mobil, ditujukan untuk sang sopir yang masih betah duduk di balik setirnya.

Selfi memutar matanya. Bisa-bisanya anak itu merasa gengsi di situasi seperti ini.

"Jangan belagu. Masih untung Bang Ridwan mau nganterin kita di hari pertama masuk kampus!"

Tentu saja, Faul-lah yang menegur tanpa ampun. Si kritis yang tidak pernah sungkan mengemukakan apa yang ada dipikirannya. Meskipun menurut Selfi, dia harus sedikit memperbaiki cara bicaranya. Kadang kata-katanya terlalu tajam untuk diterima tanpa merasa sakit hati.

Namun untuk kasus Gunawan, cara Faul terbukti efektif. Buktinya, si juara Taekwondo itupun akhirnya turun meskipun dengan bersungut-sungut. Hoodie merahnya sudah terpasang begitu kakinya menyentuh tanah, menyembunyikan sebagian besar wajahnya.

"Ngomongnya biasa aja, dong..." Ujar Gunawan.

"Makanya tahu diri!" Faul membalas cepat.

"Sudah! Sudah! Stop!" Teriak Ridwan dari kursi driver. "Baru hari pertama sudah ribut!"

"Abisnya dia berani banget ngomong gitu ke Bang Ridwan..." Faul menunjuk Gunawan. "Ayo minta maaf ke Bang Ridwan!"

Gunawan tak bergeming.

"Ayo!" Faul menajamkan tatapannya, yang dibalas tak kalah nyalang oleh Gunawan. Perang lototan itu berlangsung cukup lama, sampai akhirnya pemuda yang lebih muda mengalah dan melangkah gontai kearah Ridwan.

"Maafin Gunawan ya, Bang!" Ujarnya tulus. "Makasih sudah nganterin kami..."

"Iya gak apa-apa. Abang kan sekalian berangkat kerja. Kebetulan kampusnya juga satu arah sama Rumah Sakit..." Jawab Ridwan. "Ya sudah, kalian masuk sana! Nanti keburu telat..."

"Siap! Makasih Bang Ridwan!" Gunawan berucap, kini dengan nada yang lebih riang.

"Terima kasih, Bang!" Faul berkata dengan sedikit membungkukkan badan, pertanda hormat.

"Makasih ya, Uwan..." Selfi menyuarakan kalimat pertamanya sejak menginjakkan kaki di kampus barunya. "Hati-hati dijalan..."

Ridwan tersenyum menatap ketiga remaja yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri itu. "Abang berangkat dulu ya. Semangat belajarnya. Abang bangga banget sama kalian!"

Selfi, Faul dan Gunawan tersenyum senang.

"Ingat, Jangan bikin masalah!" Ridwan kembali berpesan, yang lebih ditujukan ke Gunawan. Si pemegang sabuk hitam Taekwondo itu memang paling sering terlibat masalah diantara mereka bertiga. Mungkin ada hubungannya dengan temperamennya yang meledak-ledak. "Sampai ketemu lagi!"

Ketiga mahasiswa itu pun melambai-lambaikan tangan mengantarkan mobil Ridwan yang mulai berjalan. Selfi sendiri tidak memalingkan pandangannya sampai mobil bersirine itu menghilang di persimpangan jalan.

Ridwan. Selfi sangat bersyukur mempunyai sosok seorang Kakak seperti dia. Meski Ridwan hanyalah seorang pengemudi Ambulance di satu-satunya Rumah Sakit di kota itu, tapi dia sangat dihormati di wilayah Selfi tinggal. Terutama oleh pemuda-pemudi seumurannya. Tak hanya itu, Ridwan juga terkenal suka membantu sesama. Selfi misalnya, yang sampai mendaftarkan Ridwan sebagai Wali karena hidup seorang diri. Dari kecil, Ridwan selalu ada untuk membantunya. Selalu memperhatikan kebutuhannya. Sungguh, gadis itu berhutang budi banyak sekali.

A World ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang