A Long Blue Night

887 123 68
                                    

FLASHBACK. 4 HARI YANG LALU. KEDIAMAN KELUARGA DIRGA. PUKUL 19.00. MALAM HARI SEBELUM RARA MENGHILANG.

Rara melangkah cepat melewati gerbang besi rumahnya yang menjulang tingi. Suara derap kakinya yang terburu-buru, beriringan dengan degup jantungnya yang memburu. Tak lama kemudian langkahnya terhenti didepan pintu, menunggu sambil terus-terusan memencet bel dengan tak sabar sebelum asisten rumah tangganya membukakan gerbang mini itu dengan wajah cemas luar biasa.

"Non Rara! syukurlah Non udah pulang. Mbok gak tahu lagi harus gimana..."

Rara masuk sambil memandangi Mbok Minah yang terlihat ketakutan dengan iba. Tak hanya itu, anak kedua dari keluarga Dirga ini juga menyadari kondisi ruang tengah mereka yang sudah porak poranda. Pecahan Vas bunga dan bingkai kaca bertebaran dimana-dimana. Seperti dihentak paksa oleh tangan seseorang yang penuh amarah.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Rara bertanya pada orang yang satu jam lalu tiba-tiba menelepon dan memintanya untuk cepat pulang. Dengan setengah menangis, Mbok Minah memintanya segera datang untuk menenangkan Kakaknya yang mengamuk seperti kesetanan.

"Saya juga gak tahu pasti..." Ujar Mbok Minah, yang terus memelintir ujung bajunya dengan gugup. "Tadinya Non Lesty baik-baik saja, mau siap-siap pergi ke kampus. Tapi sebelum berangkat, ada telpon dari Pak Gilang. Saya gak tahu Pak Gilang bilang apa, tapi Non Lesty mulai bicara dengan nada tinggi. Sepertinya mereka jadi bertengkar. Non Lesty kelihatan marah sekali, sampai berteriak kencang. Gak lama, Non Lesty melempar handphonenya, lalu mulai membanting barang lain sambil menangis dan memaki-maki Pak Gilang. Sumpah Non, puluhan tahun saya kerja disini, baru kali ini melihat Non Lesty marah sampai seperti ini. Makanya Saya langsung telpon non Rara..."

Rara berjalan pelan mendekati salah satu sofa bergaya Eropa diruang tamu mereka. Berhati-hati agar pecahan beling tajam yang berhamburan dilantai itu tidak melukainya, Rara menunduk mengambil Handphone sang Kakak yang kini sudah mati total. Layarnya yang retak parah menjadi saksi betapa brutalnya sang pemilik menghempas. Kini smartphone canggih nan mewah itu tak lagi dapat digunakan.

"Untuk apa Kak Lesty ke kampus jam segini?" Tanya Rara, yang dibalas gelengan kepala oleh Mbok Minah. "Dimana dia sekarang?"

"Baru saja naik ke kamarnya, Non. Sepertinya masih menangis..."

Gadis itu menghela nafas frustasi. Apa yang dikatakan oleh Ayahnya sampai Kak lesty semarah ini?

"Ya udah mbok, Rara ke atas dulu ya..."

Namun baru saja gadis itu hendak melangkahkan kakinya, suara bell kembali berbunyi. Penasaran, Rara menunggu Mbok Minah membuka sepasang lempengan kayu jati itu dan mengekspos siapapun yang berada di sisi luar rumahnya.

Seorang pemuda putih tinggi terlihat berdiri kaku ketika pintu dibuka. Rara tahu betul siapa pemuda ini. Dia yang selama tiga bulan ini tampak dekat dengan Lesty. Dia yang sejak ditunjuk menjadi ketua Acara di pesta kelulusan Kampus nanti, sering terlihat berdua saja dengan Kakaknya.

Dan Rara tidak menyukainya.

"Kak Faul?" Sapa sipemilik rumah setengah hati. "Ada apa datang kesini?"

"Aku datang untuk menjemput Lesty." Jawab sang pemuda, tak menyadari nada sinis dari pertanyaan barusan. "Seharusnya kami ketemu di Kampus, tapi sudah satu jam lebih dia tidak datang..."

"Malam-malam seperti ini?" Rara, yang dengan kesadaran penuh belum menyuruh tamunya masuk, memicingkan mata. "Kenapa kalian janjian dikampus semalam ini?"

Faul memutar matanya. "Kau tahu kami berdua panitia Wisuda akbar yang akan datang kan?"

"Lalu?"

A World ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang