The Dirga's Dinner

773 99 27
                                    

PRESENT. MALAM HARINYA DI KEDIAMAN KELUARGA DIRGA. PUKUL 19.00

-- LESTY --

Lesty tidak bisa mengingat kapan terakhir kalinya mereka duduk berempat di meja yang sama untuk makan malam. Biasanya, hanya ada dia dan Rara disana, itupun kalau Adiknya tidak sedang bertapa di studio mini nya dibelakang rumah. Ayah dan ibu Lesty sendiri lebih sering keluar kota dan hanya pulang untuk berganti pakaian.

Malam itu, mereka berkumpul atas permintaan orang tuanya. Ayahnya sendiri yang meminta Lesty dan Rara untuk mengosongkan jadwal, berkata bahwa ia sangat merindukan anak-anaknya. Hal yang sangat sangat jarang terjadi. Maka jangan salahkan wanita berhijab itu kalau pikirannya menaruh curiga. Apalagi sejak Ayahnya duduk di kursi paling ujung di meja panjang tersebut, Ia hanya mengucapkan salam formalitas pada kedua putrinya, menanyakan kabar, lalu kembali sibuk dengan tabletnya.

Lesty tidak bisa menghentikan otaknya yang terus berputar, sibuk menerka-nerka motif dibalik niat langka ini.

Ia mendengar ayahnya terbatuk kecil. Ini dia, sinyal yang sedari tadi ditunggu sang anak. Sebentar lagi ayahnya akan mengungkapkan tujuan utama mereka berkumpul disini.

"Lesty..."

Here we go...

"Bagaimana keadaan kampus?"

"Baik..." Lesty menjawab singkat. Tak perlu menjawab rinci sebuah pertanyaan basa-basi.

"Anak-anak penerima beasiswa itu, sudah datang?"

"Sudah..."

"Ayah dengar, kau memperkenalkan mereka didepan seluruh anggota komite..."

Hati Lesty mencelos. Ia tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Kenapa kau melakukan itu?"

"Aku menyambut mereka sebagai tuan rumah yang baik. Bukankah itu yang Ayah inginkan?"

"Ayah tidak pernah menyuruhmu untuk memperlakukan mereka sespesial itu... Beberapa orang tua murid banyak yang mengeluh karena kau terkesan membela mereka..."

Lesty mengencangkan genggaman garpunya. Ia benci percakapan ini.

"Justru aku melakukan itu untuk membantu Ayah. Aku memperlakukan mereka dengan baik agar mereka bisa memberitahu warga yang lain bahwa kita tidak sejahat yang mereka bilang. Bukankah itu tujuan utama Ayah memberikan mereka beasiswa setelah merubuhkan kampusnya? Untuk sekedar pencitraan?"

"Lesty..." Ibunya menegur pelan.

"Tapi tidak berjalan baik, kan?" Ayahnya berkata. "Seseorang dari mereka justru berani menentangmu didepan forum..."

Sial. Lesty memaki didalam hati. Terkutuklah siapapun yang menjadi mata-mata Ayahnya.

"Itu hanya diskusi..."

"Itulah yang terjadi kalau kau memasukkan tikus di habitat yang bukan tempatnya..." Potong Gilang. "Mereka akan membuat kekacauan, merusak ekosistem yang sudah berjalan baik. Seandainya aku punya pilihan lain..."

Bunyi dentang keras di sampingnya membuat Lesty menoleh cepat. Rara yang duduk disebelahnya telah menaruh sendok dan garpunya dengan kencang.

"Ayah tidak perlu berkata seperti itu... " Rara yang sedari tadi diam, kini bicara lantang. "Ayah bicara seolah-olah mereka hanya sekedar hama perusak. Padahal, kita lah yang menghancurkan rumah mereka lebih dulu..."

Lesty segera menggenggam tangan adiknya, memintanya untuk tenang. Biarlah ini menjadi pertarungan antara dia dan Ayahnya saja.

"Itu tidak benar..." Sayang, Ibunya lebih memilih berada di pihak sang Ayah. Dan acara makan malam mereka pun berubah jadi perang kata-kata. "Justru Ayahmu membantu membangun banyak fasilitas baru untuk mereka..."

A World ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang