Prejudice

939 125 58
                                    

PRESENT. KEDIAMAN KELUARGA DIRGA. PUKUL 19.00. HARI KETIGA RARA MENGHILANG.

Selfi tidak bisa mengingat kapan terakhir kalinya dia berada disini. Mansion keluarga Dirga, kediaman mewah yang berdiri dipinggir kota Flamboyan. Rumah besar dengan pekarangan lebar dan pagar yang tinggi menjulang. Dulu, Selfi kecil selalu menganggap rumah Rara seperti Istana. Yang kamar mandinya saja lebih luas dari rumahnya. Dulu, Rumah itu terlihat begitu anggun, begitu gagah, begitu megah.

Namun sekarang terlihat muram. Seolah merefleksikan suasana hati penghuninya yang sedang berduka.

"Kenapa rumahnya ramai sekali?" Randa bertanya ketika memasukkan mobilnya ke halaman rumah. Disana, sudah ada beberapa mobil lain yang berjejer parkir sebelum Randa menambah deretan panjangnya.

"Polisi dan Wartawan sudah berdatangan..." Selfi melihat beberapa orang berseragam coklat sedang membentuk barikade didepan pintu utama, menahan serombongan reporter yang mencoba masuk dan mencuri-curi foto sang pemilik rumah.

"Tentu saja. Sudah lama tidak terjadi tragedi di kota kecil ini. Apalagi, kalau yang meninggal adalah anak dari keluarga Dirga..."

"Jangan bilang seperti itu!" Selfi tak tahu, kenapa hatinya ikut berdenyit ketika Randa mengucapkan kata itu. "Dia tidak meninggal, Dia hanya menghilang..."

"Tapi bukankah Polisi bilang kalau... Hey! Tunggu aku!"

Selfi turun dari mobil begitu saja, tak membiarkan Randa menyelesaikan kalimatnya. Entah kenapa dia jadi sedikit kesal. Bukankah pemuda itu mengaku sebagai sahabat Rara? Bagaimana mungkin dia mampu berbicara seperti itu?

"Harusnya kau tidak turun dulu sampai aku membukakan pintu untukmu!" Sewot Randa, setelah memutari mobilnya secepat kilat untuk menghampiri Selfi. "Aku minta maaf, oke? Aku tidak bermaksud berkata seperti itu..."

Selfi memutar matanya. Dan disanalah dia menyadari sesuatu.

"Kenapa sepatumu kotor begitu?" Ujarnya, melirik noda lumpur di sepatu sang pemuda. "Jorok sekali!"

Merasa tersindir, Randa segera menggesek-gesekkan sepatunya ke rumput tebal dihalaman. "Kemarin hujan, dan aku tidak sempat bersih-bersih..."

Oh, cengiran lebarmu tidak akan bekerja padaku, Randa!

Sambil mendengus kesal, Selfi pun melangkahkan kakinya mengitari rumah, mengikuti jalan setapak yang berlawanan arah dengan kerumunan wartawan di pintu depan.

"Mau kemana kita?" Randa berusaha mengikuti langkah sang mahasiswa kedokteran. "Pintunya disebelah sana!"

"Aku tidak mau melewati para pemburu berita itu." Tukas Selfi. "Kita lewat pintu samping..."

Randa tampak terkejut. "Kau tahu seluk beluk rumah ini?"

Tentu saja. Dulu, Rara sering menyelundupkannya melewati jalur ini. Anak itu selalu menghindari pintu utama karena tak mau melewati ruang kerja Ayahnya.

"Jadi benar, Kau dan Rara pernah dekat? Kalian dulunya sahabat, kan? Sebelum terjadi sesuatu yang membuat kalian bertengkar. Yang membuatmu membencinya... "

Selfi memilih untuk pura-pura tak mendengar. Gadis itu mempercepat langkahnya.

Sayang, Randa tak mau juga berhenti bicara. "Tapi kau masih peduli padanya, kan? Itu yang membuatmu pingsan begitu tahu kabar tentang Rara. Itu yang membuatmu berada disni sekarang. Seandainya saja Rara tahu kalau kau masih sayang padanya. Jika saja kau tidak terlalu gengsi untuk... "

Randa berhenti bicara karena Selfi tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Gadis itu lalu berbalik dan mendelik tajam kearahnya. "Tak bisakah kau diam? Kau tidak tahu apa yang terjadi, dan kau tidak berhak berbicara tentang perasaanku saat ini!"

A World ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang