Tupai!

3K 479 136
                                    

Bab 5 | Ibinu!

Aku terbangun akibat jilatan-jilatan di wajah. Dengkuran serak-serak basah juga berdengung di telinga. Aku membuka mata, mendapati Awan yang sedang tersenyum manis. Aku nengok ke kiri dan mendapati Bulan sedang menatapku dengan tatapan menuduh. Bitch, where is my food?!

Itu arti tatapannya.

Masih agak pusing, aku berpindah posisi dari baring ke duduk. Badanku rasanya pegal sekali setelah semalaman tidur di sofa. Sofa rumah Marco. Yep, aku tidur satu atap dengan Bryan tadi malam. Bukan karena aku mau atau apa, ya. Ini gara-gara Kak Andrew bangsat.

Ketika aku keluar, Kak Andrew dan mobilnya sudah nggak ada. Dia benar-benar meninggalkanku di sini. Aku pesan Gojek sampai puluhan kali nggak ada yang ambil. Mau nggak mau, aku tidur di sini. Walau sebelum tidur aku puas-puasi diri memandang Bryan yang terlelap. Dia kelihatan damai dan baik hati sih pas lagi bobo. Aku juga suka soalnya entah sengaja atau memang gerah, dia membuka semua kancing kemejanya. Memperlihatkanku tubuhnya yang kekar dan berbulu.

Untung Louis sudah memberiku blowjob. Kalau nggak, mungkin aku sudah coli di samping Bryan.

Aku menoleh ke sofa satu lagi, tempat Bryan tidur. Lelaki itu sudah nggak ada di sana. Berarti dia melihatku tidur di sini dong? Kok dia nggak menendangku hingga terbangun terus ngusir? Hmmm.

Aku mengambil iPhone untuk mengecek jam. Baru jam setengah sembilan. Semalam aku baru tidur jam duaan. Biasanya sebelum tidur aku main PUBG biar ngantuk datang. Ini nggak, aku lihatin terus Bryan sampai mataku lelah dan aku ketiduran di sofa.

Awan menyalak. Bulan ikut mengeong tanda lapar. "Iya, iya. Sabar, Sayang."

Baru tiga detik aku berdiri, mataku langsung mendapati Bryan yang hanya mengenakan celana dalam. Ada tulisan Naked di bawah karetnya. Ke bawah lagi, ada benjolan besar. Aku bisa melihat kontolnya tertekuk ke bawah. Bahkan di celana dalam itu, cetakan kepala kontolnya terlihat jelas.

Sialan. Aku horny.

"Mo-morning." Sirna sudah niatku mau judes ke lelaki seksi ini. Ya, ampun. Benjolan itu besar seperti ada tupai yang lagi bobo di dalamnya. Louis tiap pakai celana dalam, cetakannya nggak sebesar itu apa. Ini mah keterlaluan. Well, yah nggak sampai raksasa juga. Cuman... besar.

Bryan mengabaikanku. Dia menarik handuk yang ada di jemuran samping pintu kamar mandi. Dia lalu melilit pinggangnya dengan handuk itu. Huh, jahat! Hilang sudah pemandangan maknyusku.

Karena aku dianggap nggak ada, aku melanjutkan langkahku ke kontainer makanan Awan dan Bulan. Mengisi bowl mereka hingga penuh. Aku juga mengganti air minum mereka yang kotor akibat serangga. Setelah itu, aku duduk di kursi kitchen island.

Pada saat Bryan melewatiku, aku bisa mencium aroma alkohol dan juga keringat baru bangun tidur. Khas sekali. Agak asam, juga wangi. Bercampur bersamaan. Aroma lelaki baru bangun tidur tuh enak. Seperti binatang, mereka punya aroma khas tiap baru bangun. Seperti itu juga Bryan. Khas.

"I still don't like you," katanya, menuang sereal ke mangkuk hingga penuh. "But, thanks."

"Thanks... what?"

Bryan menuang susu kali ini. Mataku sesekali melirik puting serta bisepnya. Dari jarak sedekat ini, serta dengan cahaya yang memadai, aku bisa melihat jelas tubuhnya. Di dadanya tumbuh bulu yang lumayan lebat, tapi di daerah puting nggak ada sama sekali. Puting itu cokelat gelap, namun bagian areola-nya agak kemerahan. Seperti es krim rasa stroberi dengan topping kismis.

Turun lagi, di bagian perut bulunya agak berkurang. Setiap dia menggerakan tangannya, otot-otot di perutnya berkedut. Memperlihatkanku six yang hampir eight pack-nya itu. Di perut sebelah kanan ada tahi lalat. Kecil, hitam dan ingin sekali kujilat.

Petsitter!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang