Sementara agak jauh dari padepokan Ki Patungga, Pendekar Rajawali Sakti dan empat orang yang menginginkan benda pusaka yang diperebutkan itu, terus memacu cepat kudanya menuju padepokan yang sedang digempur murid-murid Ki Jarokamin. Di atas punggung kuda Dewa Bayu bukan hanya Rangga saja, tapi duduk pula Rukmini, putri tunggal Ki Baruka yang menjadi Kepala Desa Bahar Arum.
"Hooop...!"
Tiba-tiba saja Rangga menghentikan lari kudanya. Maka Dewa Bayu kontan meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya. Sedangkan empat orang yang mengikuti dari belakang, segera menghentikan lari kudanya. Rangga langsung melompat turun, dan membiarkan Rukmini masih berada di punggung kuda hitam itu.
"Kenapa kau berhenti, Anak Muda?" tanya Nambu.
"Aku mendengar suara pertarungan di depan sana," sahut Rangga.
Nambu, Balika, Jaraba, dan Randini terdiam beberapa saat. Mereka langsung mendengar suara pertarungan yang tampaknya sangat sengit. Sesaat mereka saling berpandangan satu sama lain.
"Kalian terus saja ke sana. Aku yakin, padepokan Ki Patungga sedang diserang. Dan aku akan menghadang Ki Jarokamin di sini," kata Rangga.
"Kau sendirian?" selak Randini.
"Pergilah kalian. Benda itu ada pada Rukmini," kata Rangga meminta.
"Aku akan menemanimu di sini, Anak Muda," ujar Nambu. "Kalian semua terus saja. Bantu Ki Patungga menyelamatkan padepokannya."
"Baik, Kakang," sahut Randini.
Nambu langsung melompat turun dari punggung kudanya. Sementara Rukmini yang berada di punggung Dewa Bayu juga melompat turun.
"Kau ikut mereka, Rukmini," ujur Rangga meminta.
"Tapi, Kakang...."
"Jangan membantah, Rukmini."
"Aku mau, Kakang. Tapi tidak dengan kudamu itu."
"Pakai saja kudaku," selak Nambu.
Rukmini tersenyum dan mengangguk, kemudian menghampiri kuda tunggangan Nambu. Dengan gerakan ringan sekali, gadis itu melompat naik ke punggung kuda ini.
"Ayo, cepat..!" ajak Randini.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Mereka segera menggebah cepat kudanya menuju padepokan Ki Patungga. Sementara Rangga dan Nambu tetap menunggu Ki Jarokamin dan sebagian muridnya yang juga sedang menuju padepokan itu.
"Paman Nambu! Murid-murid Ki Jarokamin sangat banyak. Kuharap, kau tidak terkejut bila aku meminta bantuan sahabatku," kata Rangga.
"Hm.... Kau punya sahabat lagi di sini, Rangga?"
"Ya, sahabat baikku."
"Terserah, apa yang kau lakukan. Aku percaya kau orang jujur, Rangga."
Rangga hanya tersenyum saja. Dan kepalanya segera mendongak ke atas. Tampak seekor burung rajawali berbulu putih melayang-layang tinggi di atas awan, sehingga kelihatan kecil sekali. Dan sesekali burung itu hilang ditelan tebalnya gumpalan awan.
"Mereka datang, Rangga," kata Nambu memberitahu.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja. Sejak tadi, Pendekar Rajawali Sakti memang sudah mendengar suara kaki-kaki kuda yang dipacu dengan kecepatan tinggi menuju ke arah ini. Dan tidak berapa lama kemudian, terlihat kepulan debu membumbung tinggi ke angkasa. Hentakan kaki-kaki kuda yang dipacu cepat, semakin jelas terdengar. Dan tanah yang dipijak pun terasa agak bergetar seperti terjadi gempa.
Beberapa saat Rangga dan Nambu menunggu. Dan tidak lama kemudian, terlihat Ki Jarokamin bersama muridnya yang cukup banyak memacu cepat kudanya dari arah depan Pendekar Rajawali Sakti. Ki Jarokamin mengangkat tangan kirinya ke atas, begitu melihat dua orang menghadang jalannya. Langsung lari kudanya dihentikan. Demikian pula murid-muridnya yang berada di belakang.
"Hei! Minggir kalian...!" bentak Ki Jarokamin.
Tapi Rangga dan Nambu tetap saja diam. Bahkan Nambu sudah mengeluarkan senjatanya yang berupa sebuah tombak pendek, dengan bagian ujungnya berbentuk bintang berwarna keperakan. Melihat orang yang berada di sebelah Rangga menghunus senjata, Ki Jarokamin jadi mendelik.
"Phuih! Kalian sengaja menghadangku di sini rupanya, heh...?!" dengus Ki Jarokamin seraya menyemburkan ludahnya.
Rangga dan Nambu tetap saja diam tidak bergeming sedikit pun.
"Singkirkan mereka...!" perintah Ki Jarokamin.
"Yeaaah...!"
"Hiyaaa...!"
Enam orang langsung berlompatan dari punggung kuda. Gerakan mereka begitu ringan dan indah. Setelah beberapa kali berputaran di udara, mereka langsung menjejakkan kaki tepat di depan Rangga dan Nambu. Tanpa bicara lagi, mereka langsung saja menyerang dengan golok!
"Hap!"
Belum juga Rangga bisa berbuat sesuatu, Nambu sudah melesat menyambut serangan enam orang murid Ki Jarokamin ini. Senjatanya yang berupa tombak pendek bermata bintang perak berkelebat cepat sekali. Begitu cepatnya, hingga sulit diikuti pandangan mata. Dan sebelum ada yang menyadari, enam orang yang berpakaian serba hitam itu sudah menjerit melengking, lalu ambruk ke tanah dengan tenggorokan terkoyak mengucurkan darah. Hanya beberapa saat mereka menggelepar seperti ayam disembelih, kemudian diam tidak bergerak. Mati! Nambu kembali melesat, dan tahu-tahu sudah berada di samping Pendekar Rajawali Sakti lagi.
"Keparat...! Kau harus bayar nyawa muridku! Hiyaaat...!"
Ki Jarokamin jadi berang setengah mati melihat enam orang muridnya tewas hanya sekali gebrak saja. Sambil berteriak keras menggelegar, dia melompat dari punggung kudanya. Tubuhnya langsung meluruk deras ke arah Nambu. Dan seketika satu pukulan keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi, dilepaskan bagai kilat.
"Hap!"
Nambu hanya mengegoskan tubuhnya sedikit ke kanan, lalu cepat mengebutkan senjatanya ke arah Ki Jarokamin. Cepat sekali kebutan senjata berujung bintang perak itu, hingga membuat Ki Jarokamin jadi tersentak kaget. Cepat-cepat tubuhnya melenting berputar ke belakang menarik kembali serangannya. Dan begitu kakinya menjejak tanah, tangan kanannya langsung mengibas ke depan dengan tubuh sedikit membungkuk.
"Yeaaah...!"
Wusss...!
"Hup! Hiyaaa...!"
Nambu cepat-cepat melenting ke atas, begitu terlihat dua buah pisau kecil meluncur deras ke arahnya. Rangga yang berada di sebelah Nambu tadi, cepat menggeser kakinya ke samping. Tentu saja dia tidak ingin tubuhnya menjadi sasaran senjata rahasia orang tua itu.
"Seraaang...!" teriak Ki Jarokamin tiba-tiba.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Semua murid Ki Jarokamin langsung meluruk sambil berteriak-teriak keras mengangkat golok ke atas kepala, bagaikan batu-batu yang berguguran dari atas gunung. Sesaat Rangga dan Nambu saling melontarkan lirikan. Meskipun mereka memiliki kepandaian tinggi, tapi tidak mungkin bisa menghadapi keroyokan begini banyak.
"Suiiit..!" Tiba-tiba saja Rangga bersiul nyaring. Dan begitu siualannya menghilang dari pendengaran, saat itu juga...
"Kraaaghhh...!"
"Heh...?! Apa itu...?"
Nambu jadi terkesiap, begitu tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras dan serak menyakitkan telinga. Dan belum lagi bisa menyadari, tahu-tahu dari angkasa meluruk deras seekor burung rajawali raksasa. Bukan hanya Nambu saja yang terkesiap, tapi juga Ki Jarokamin! Dia jadi terlongong melihat seekor burung rajawali raksasa tiba-tiba saja muncul dari angkasa dan langsung meluruk! Sayapnya yang lebar sudah dikibaskan ke arah murid-murid Ki Jarokamin.
Bet!
Wukkk!
"Aaa...!"
Seketika itu juga terdengar jeritan-jeritan panjang dan melengking tinggi saling sambut, disusul berpelantingannya murid-murid Ki Jarokamin yang terkena kebutan sayap Rajawali Putih. Bukan hanya sayapnya saja yang mengebut menghajar orang-orang ini, tapi cakar dan paruhnya juga bergerak cepat. Akibatnya, murid-murid Ki Jarokamin jadi kelabakan dibuatnya. Mereka berhamburan, berusaha menyelamatkan diri dari amukan burung rajawali raksasa ini.
Hingga dalam waktu tidak berapa lama saja, sudah tidak terhitung lagi mayat-mayat yang bergelimpangan berlumur darah. Sementara Nambu dan Ki Jarokamin jadi terpana menyaksikan amukan burung rajawali raksasa itu. Terlebih lagi, Ki Jarokamin. Dia seperti lupa kalau yang menjadi sasaran amukan burung rajawali raksasa itu adalah murid-muridnya sendiri. Sedangkan Rangga hanya memperhatikan saja dengan sorot mata tenang.
"Cukup, Rajawali...!"
"Khraaagkh...!"
Wusss...!
Rajawali Putih langsung melesat tinggi ke angkasa, begitu Rangga tiba-tiba berteriak memintanya berhenti menyerang murid-murid Ki Jarokamin. Begitu cepat burung rajawali raksasa itu terbang, sehingga dalam sekejapan mata saja sudah lenyap tidak terlihat lagi ditelan gumpalan awan.
"Keparat...!" desis Ki Jarokamin begitu tersadar.
Laki-laki tua itu memandangi murid-muridnya yang bergelimpangan tidak bernyawa lagi, dengan luka-luka begitu mengerikan di tubuhnya. Angin yang berhembus langsung menyebarkan bau anyir darah dari tubuh-tubuh bergelimpangan berlumuran darah ini. Dan Ki Jarokamin semakin geram melihat muridnya yang masih hidup tinggal sekitar sepuluh orang lagi. Dan mereka juga tampaknya sudah tidak ada semangat lagi untuk bertempur.
"Kau.... Kau akan rasakan pembalasanku, Bocah...!" geram Ki Jarokamin dengan jari telunjuk menuding ke arah Rangga. Kedua bola mata Ki Jarokamin memerah berapi-api penuh kemarahan.
Sementara, Nambu hanya diam saja seperti tengah bermimpi, menyaksikan seekor burung rajawali raksasa muncul dan mengamuk menghajar murid-murid Ki Jarokamin. Sedangkan Rangga yang dituding Ki Jarokamin kelihatan tetap tenang, disertai senyum tersungging di bibirnya. Seakan, hatinya puas oleh hasil kerja Rajawali Putih dalam mengurangi kekuatan orang tua ini.
"Kau harus mampus, Bocah!" desis Ki Jarokamin menggeram. Perlahan orang tua itu melangkah mendekati Rangga yang tetap berdiri tenang dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Mampus kau! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Ki Jarokamin menghentakkan kedua tangannya ke depan, begitu kakinya terpentang cukup lebar ke samping. Dan seketika itu juga, dari kedua telapak tangannya melesat cahaya merah menyala bagai api. Cahaya itu meluruk begitu deras bagai kilat, ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!"
Namun dengan gerakan cepat sekali, Rangga melenting ke udara dan berputaran beberapa kali. Sehingga, serangan Ki Jarokamin tidak sampai mengenai tubuhnya. Dan cahaya merah bagai api itu hanya menghantam tanah tempat Rangga berdiri tadi.
Glarrr...!
Satu ledakan dahsyat seketika terdengar keras menggelegar. Tampak tanah yang terhantam cahaya merah itu terbongkar, hingga menyebar ke segala arah. Nambu yang tadi berada di samping Rangga, sudah langsung melompat ke belakang. Tentu saja dia tidak ingin menjadi sasaran kemarahan Ki Jarokamin.
"Hiyaaa...!"
Ki Jarokamin kembali menghentakkan kedua tangannya ke atas. Maka kembali cahaya merah melesat dari kedua tangannya. Sementara, Rangga yang berada di udara segera meluruk turun begitu mendapat serangan lagi. Dan untuk kedua kalinya, serangan Ki Jarokamin tidak sampai mengenai sasaran.
"Hap!"
Rangga cepat merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada. Lalu, tubuhnya bergerak miring ke kanan dan kembali bergerak ke kiri. Begitu tubuhnya kembali tegak, pada sela-sela telapak tangannya yang merapat di depan dada, terlihat cahaya biru terang menyemburat bagai hendak memberontak keluar. Sementara itu, Ki Jarokamin sudah siap dengan serangannya lagi.
"Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Ki Jarokamin kembali menghentakkan kedua tangannya ke depan. Dan begitu cahaya merah melesat dari kedua telapak tangan orang tua itu.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"
Secepat kilat Rangga menghentakkan kedua tangannya ke depan, sambil berteriak keras menggelegar. Maka seketika dari telapak tangannya melesat cahaya biru menghadang serangan Ki Jarokamin. Tak pelak lagi, dua cahaya dari aji kesaktian tingkat tinggi yang sangat dahsyat itu pun bertemu di tengah-tengah.
Glarrr...!
Kembali satu ledakan terdengar keras menggelegar bagai gunung memuntahkan laharnya.
"Akh...!" Ki Jarokamin tampak terpental ke belakang dan terpekik agak tertahan. Tapi, orang tua itu cepat dapat menguasai dirinya, hingga tidak sampai jatuh terguling.
Sementara, Rangga terus berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang agak lebar. Sedangkan kedua tangannya tetap terentang lurus ke depan, membuat cahaya biru yang memancar dari kedua telapak tangannya terus meluruk deras bagai kilat ke arah Ki Jarokamin yang baru saja bisa menguasai keseimbangan. Dan belum juga Ki Jarokamin bisa berbuat sesuatu, cahaya biru yang memancar dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti sudah menghantam tubuhnya.
Slap!
"Akh...!" Ki Jarokamin kembali terpekik. Dan seketika, tubuhnya terselimut cahaya biru yang memancar deras dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti. Di dalam selubung cahaya biru itu, Ki Jarokamin menggeliat-geliat berusaha melepaskan diri. Tapi semakin keras berusaha, semakin deras pula tenaganya terbuang percuma. Hingga akhirnya, kekuatannya yang terus mengalir keluar tidak bisa lagi dikendalikan, bagai ada satu kekuatan yang sangat dahsyat menyedotnya.
Sementara, Rangga mulai melangkah perlahan-lahan mendekati lawannya. Tapi begitu jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi, mendadak saja...
"Cukup, Kakang...!"
"Heh...?!" Rangga jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba terdengar teriakan keras dari belakang. Begitu terkejutnya, sampai-sampai Pendekar Rajawali Sakti terlompat kebelakang dan melepaskan aji 'Cakra Buana Sukma' yang tengah membelenggu tubuh Ki Jarokamin.
Begitu terlepas dari belenggu cahaya biru, Ki Jarokamin langsung jatuh terguling ke tanah dengan tubuh lemas bagai tidak memiliki tenaga. Rangga cepat memutar tubuhnya, dan melihat Pandan Wangi bersama Ki Patungga datang menghampiri. Mereka juga ditemani Ki Baruka, Rukmini, Randini, Jaraba, dan Balika. Di belakang mereka tampak membuntuti murid-murid Ki Patungga.
"Kau tidak perlu membunuhnya, Rangga. Biarkan dia hidup dan menyadari semua kesalahannya," ujar Ki Baruka setelah dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga hanya melirik sedikit pada Ki Jarokamin yang masih tergeletak tanpa daya di tanah. Sementara, sepuluh orang murid orang tua itu tidak ada satu pun yang berani mendekati. Mereka semua hanya diam dan pasrah menunggu nasib.
"Bawa guru kalian pergi dari sini!" perintah Ki Baruka.
Tanpa diperintah dua kali, murid-murid Ki Jarokamin bergegas menghampiri gurunya. Dan mereka langsung menggotongnya pergi dari situ. Akibat dari aji 'Cakra Buana Sukma' yang dilepaskan Rangga, memang membuat Ki Jarokamin kehilangan sebagian besar kekuatannya. Kalau tadi Pandan Wangi tidak menghentikan, dia bisa mati. Atau paling tidak, akan menjadi lumpuh seumur hidup. Memang dahsyat sekali akibat aji 'Cakra Buana Sukma' yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti.
"Terima kasih, Rangga. Aku benar-benar berhutang nyawa padamu," ucap Ki Patungga.
"Lupakan saja, Ki," ujar Rangga merendah.
"Rangga..." panggil Nambu.
Rangga berpaling ke arah suara yang memanggil namanya.
"Aku dan saudara-saudaraku akan pergi. Dan kuharap, kita bisa bertemu lagi suatu saat. Terima kasih atas segala bantuan yang kau berikan. Pusaka ini harus segera dikembalikan pada junjungan kami," kata Nambu berpamitan.
Setelah menjura memberi hormat, mereka segera berlompatan naik ke punggung kuda. Sebentar kemudian mereka langsung cepat menggebah kudanya meninggalkan tempat itu. Kemudian, Ki Baruka juga berpamitan hendak kembali ke desanya lagi, setelah Nambu dan yang lain tak kelihatan lagi.
"Bagaimana denganmu, Ki Patungga? Sudah pulih semua yang kau miliki?" tanya Rangga.
"Ya! Semua kembali seperti semula," sahut Ki Patungga.
"Ki! Benar mereka yang berhak atas benda itu?" tanya Rangga ingin tahu.
"Benar. Aku hanya dititipkan oleh junjungan mereka. Dan memang, sudah saatnya aku harus mengembalikan benda itu pada yang berhak," sahut Ki Patungga menjelaskan dengan singkat.
Rangga hanya mengangguk saja. Dan matanya melirik sedikit pada Pandan Wangi yang berdiri di depan kudanya. Kemudian Pendekar Rajawali Sakti mengambil kudanya sendiri. Setelah berpamitan pada Ki Patungga, kedua pendekar muda dari Karang Setra itu kembali melanjutkan perjalanan untuk mengembara menegakkan keadilan di muka bumi ini. Ki Patungga mengiringi kepergian kedua pendekar muda itu dengan pandangan mata, sampai menghilang tidak terlihat lagi.***
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
115. Pendekar Rajawali Sakti : Pusaka Pantai Selatan
ActionSerial ke 115. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.