"Khraaagkh...!"
"Lebih rendah lagi, Rajawali...!"
Rajawali Putih menukik deras dan terus melayang di angkasa. Semakin dekat terbangnya, sehingga pemuda berbaju rompi putih itu bisa melihat ke bawah dari punggung burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan ini. Kedua bola mata pemuda yang seperti Pendekar Rajawali Sakti itu terpentang lebar, menyusuri pesisir pantai yang berpasir putih bagai hamparan kerikil perak memanjang.
"Sebelah selatan, Rajawali...!" seru Rangga, menunjuk ke arah selatan. Dan di sana merupakan sebuah hutan kecil yang tidak begitu lebat.
"Khraaagkh...!"
Wus!
Hanya sekali mengepakkan sayap saja, burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu sudah melesat cepat bagai kilat menuju arah yang diinginkan penunggangnya. Dan dalam waktu sekejap mata saja, sudah berada di atas hutan kecil, tidak jauh dari pantai ini. Burung itu terus melayang berputar-putar di atas hutan yang tidak begitu lebat ini. Sementara Rangga terus mengarahkan pandangan ke bawah, tanpa berkedip sedikit pun juga. Seperti ada sesuatu yang sedang dicari.
"Turun di balik hutan bakau itu, Rajawali!" seru Rangga sambil menunjuk ke arah hutan bakau yang cukup lebar di pantai ini.
"Khraaagkh...!"
Tanpa diminta dua kali, Rajawali Putih meluruk deras ke arah yang diinginkan, lalu menukik bagai kilat. Tentu saja Rangga yang berada di punggungnya harus berpegangan erat-erat ke leher burung raksasa ini. Dan sebentar saja burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu sudah mendarat di balik hutan bakau yang sangat lebat.
"Hup!"
Rangga yang dalam rimba persilatan dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti segera melompat turun dari punggung burung rajawali raksasa itu. Sebentar pandangannya beredar ke sekeliling, mengamati keadaan sekitarnya. Tidak terlihat seorang pun di sekitar hutan bakau ini. Bahkan sama sekali tidak terlihat tanda-tanda kehidupan di sekitarnya. Begitu sunyi, sampai debur ombak di pantai terdengar jelas menggemuruh.
"Khrrrkh...!"
Tiba-tiba saja Rajawali Putih mengkirik kecil, kemudian berteriak nyaring. Suaranya sampai-sampai membuat telinga Rangga jadi terasa nyeri. Pendekar Rajawali Sakti menengadahkan kepalanya, memandang kepala burung yang besar dan mendongak ke atas.
"Ada apa, Rajawali?" tanya Rangga heran.
Tapi belum juga Rajawali Putih bisa memberi jawaban, kepala Rangga sudah bergerak agak miring ke kiri. Telinganya yang setajam elang langsung bisa mendengar adanya langkah-langkah kaki yang begitu ringan menuju tempat ini. Rangga langsung menatap Rajawali Putih yang juga sedang memandangnya.
"Naiklah ke atas, Rajawali. Aku tidak mau ada orang lain melihatmu di sini. Bisa gempar nanti jadinya," pinta Rangga halus.
"Khraaagkh...!"
Maka sekali mengepakkan sayapnya saja, Rajawali Putih langsung membumbung tinggi ke angkasa. Dan sebentar saja, burung rajawali raksasa itu udah tidak terlihat lagi, tertutup awan yang cukup tebal di sekitar Pantai Selatan siang ini.
Sementara, Rangga mencoba mencari arah datangnya suara langkah kaki yang semakin jelas terdengar. Dan sebentar saja Pendekar Rajawali Sakti itu sudah bisa menebak kalau suara-suara langkah yang didengarnya ini datang dari depan. Dan juga sudah bisa diduga kalau yang sedang menuju ke arahnya ini bukan hanya satu orang, tapi empat orang. Semua ini bisa diketahuinya melalui pendengaran yang sangat tajam.
"Aku harus sembunyi dulu. Hm, hup...!"
Sekali lesat saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah lenyap di balik lebatnya rerimbunan pohon bakau. Memang sungguh sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga sulit diketahui arah kepergiannya. Tahu-tahu, tubuhnya sudah lenyap bagai tertelan bumi.
Rangga yang kini sudah bersembunyi, terus memperhatikan ke arah suara langkah kaki yang semakin jelas terdengar dan terus mendekat ke arahnya. Dan tidak berapa lama kemudian, terlihat empat orang berjalan tergesa-gesa menerobos lebatnya hutan bakau ini. Salah seorang dari mereka adalah wanita berusia hampir separo baya yang masih kelihatan cantik. Bentuk tubuhnya ramping dan cukup indah. Sedangkan yang tiga orang lainnya adalah laki-laki yang usianya sudah lebih dari separo baya.
Mereka sama-sama mengenakan baju biru yang potongannya sama persis. Hanya pakaian wanita itu saja yang lain. Baik bentuk pakaian yang dikenakan, maupun warnanya. Wanita itu mengenakan baju yang cukup ketat berwarna merah muda. Tampak sebilah pedang tergantung di pinggangnya yang ramping. Mereka berhenti di tempat Pendekar Rajawali Sakti tadi berada.
Sementara, Rangga sendiri tetap berlindung di tempat persembunyiannya, memperhatikan mereka yang tampak saling berpandangan satu sama lain.
"Kenapa berhenti di sini...?" tiba-tiba salah seorang dari mereka melontarkan pertanyaan. Tapi tidak ada seorang pun yang menjawab. Mereka masih terdiam beberapa saat.
"Kalian tunggu dulu di sini. Aku akan melihat ke belakang," ujar salah seorang lagi.
Dia membawa sebatang tombak pendek, dengan bagian ujungnya berbentuk bintang berwarna keperakan. Tanpa menunggu jawaban lagi, laki-laki yang usianya sekitar enam puluh lima tahun itu langsung saja melesat cepat sekali. Hingga dalam sekejap saja sudah lenyap tertelan lebatnya hutan bakau ini. Sementara, tiga orang lainnya terpaksa menunggu. Mereka mengambil tempat masing-masing untuk melepaskan lelah.
Sedangkan tidak jauh dari situ, Rangga masih tetap diam memperhatikan tanpa bergeming sedikit pun. Cukup dekat jarak mereka. Sedikit saja Rangga bergerak, pasti akan ketahuan. Rangga tahu, kesemua orang itu pasti memiliki kepandaian tinggi. Ini bisa dilihat dari cara mereka berjalan tadi. Begitu ringan malah salah seorang yang pergi tadi, dari lesatannya pun sudah menandakan tingkat kepandaiannya cukup tinggi.
Tidak lama orang yang pergi tadi sudah kembali. Dan mereka yang tadi duduk beristirahat, segera bangkit berdiri menghampiri. Dari sorot mata, jelas mereka mengharapkan berita apa yang dibawa orang itu.
"Bagaimana? Apa ada yang mengejar kita, Kakang Nambu?" tanya wanita berbaju merah muda itu tidak sabar.
"Ya, mereka dekat sekali dari sini," sahut orang yang dipanggil Nambu.
"Oh! Lalu, bagaimana sekarang...?" desah wanita itu terdengar agak cemas nada suaranya.
"Tenanglah, Randini. Mereka tidak akan cepat sampai ke sini. Hutan bakau ini cukup lebat dan sulit dilalui. Dan lagi, mereka semua menunggang kuda. Jadi tidak mungkin bisa terus sampai ke sini dengan menunggang kuda," sahut Nambu mencoba menenangkan wanita yang dipanggil Randini. Dan untuk beberapa saat mereka semua terdiam.
"Huh...!" tiba-tiba salah seorang mendengus berat.
"Ada apa, Jaraba?" tegur Nambu.
"Aku tidak suka terus-terusan begini, Kakang Nambu. Seperti buronan saja. Kenapa mereka semua tidak kita hancurkan saja. Aku rasa kita berempat sanggup menghancurkan mereka yang hanya cacing-cacing lemah, Kakang Nambu," terdengar kesal suara laki-laki bernama Jaraba itu.
"Benar, Kakang Nambu. Tanganku sejak tadi sudah gatal. Dan rasanya golokku ini juga sudah ingin minum darah mereka," sambung seorang lagi sambil mengangkat goloknya ke depan.
"Tenanglah, Balika. Aku tahu, kita tidak akan mungkin mendapat kesulitan dari mereka. Tapi kalian harus ingat, bukan itu yang diinginkan Gusti Putri. Aku juga sudah tidak tahan terus menerus dikejar seperti binatang buruan. Tapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa sebelum mendapat perintah Gusti Putri," jelas Nambu lagi, mencoba menenangkan yang lain.
"Huh! Kapan perintah itu datang, Kakang Nambu?" dengus Jaraba masih bernada kesal suaranya.
"Secepatnya, setelah kita sampai di pesisir pantai," sahut Nambu.
"Lalu, apa yang akan kita lakukan kalau Gusti Putri sudah memberi perintah?" sela Randini.
"Kita lihat saja nanti, apa perintahnya," sahut Nambu kalem. Mereka kembali terdiam membisu. "Ayo, kita lanjutkan berjalan lagi. Pesisir pantai sudah tidak seberapa jauh lagi. Kita harus sampai lebih dulu, sebelum mereka," ajak Nambu.
Tanpa ada yang membantah sedikit pun, mereka segera melangkah cepat meninggalkan tempat itu. Sementara Rangga masih tetap berada dalam persembunyiannya. Dan Pendekar Rajawali Sakti baru keluar setelah keempat orang itu sudah tidak terlihat lagi dari pandangan. Sebentar Rangga menatap ke arah orang-orang itu pergi, dan sebentar kemudian pandangannya beralih ke arah yang berlawanan.
"Hm..., mungkinkah tujuan mereka datang ke sini juga sama denganku...?" gumam Rangga bertanya pada diri sendiri.
Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti terdiam. Dan pandangannya tertuju lurus ke arah empat orang tadi pergi. Entah apa yang ada dalam kepala pemuda itu saat ini. Dan entah, sudah berapa kali ditariknya napas panjang, lalu dihembuskannya kuat-kuat.
"Hm.... Ke mana Pandan Wangi...? Seharusnya sudah sejak tadi dia muncul di sini," gumam Rangga pada diri sendiri lagi sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Tapi saat itu, kembali telinganya yang tajam mendengar suara langkah-langkah kaki yang terdengar berat menghentak bumi. Sejenak Pendekar Rajawali Sakti tertegun, tapi cepat melesat dan kembali ke tempat persembunyiannya tadi. Dan tidak berapa lama kemudian, terlihat serombongan orang berpakaian serba hitam yang semuanya menuntun kuda. Mereka bergerak cepat, searah dengan empat orang tua yang lewat belum lama tadi.
Tidak ada seorang pun yang bersuara. Jumlah mereka cukup banyak, seperti satu pasukan prajurit yang hendak menuju medan laga. Sedikit pun mereka tidak berhenti. Hingga sebentar saja, mereka sudah jauh meninggalkan tempat ini, dan terus menghilang ditelan lebatnya hutan bakau ini. Rangga kembali keluar dari tempat persembunyiannya, dan ia langsung menghenyakkan tubuhnya ke atas akar pohon bakau yang bersembulan dari dalam tanah.
"Hhh, baiklah.... Aku tunggu sampai senja nanti Kalau Pandan Wangi tidak datang juga, terpaksa aku harus menyusul ke Desa Paringgi," gumam Rangga lagi, bicara pada diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
115. Pendekar Rajawali Sakti : Pusaka Pantai Selatan
AksiSerial ke 115. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.